Logo Header Antaranews Jateng

PKPU Cegah Wakil Rakyat Jadi Sandera Politik

Jumat, 22 November 2013 14:57 WIB
Image Print
Ilustrasi


Dengan demikian, mereka yang akan bertarung memperebutkan kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Dewan Perwakiln Rakyat Daerah (DPRD) provinsi, dan DPRD kabupaten/kota bukanlah peserta pemilu. Partai politik merekalah yang menjadi kontestan Pemilu 2014.

Begitu pula dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2013 tentang Perubahan atas PKPU No. 01/2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Aturan kampanye ini juga mengedepankan parpol.

Di dalam Pasal 17 Ayat (1) Huruf b Angka 1, misalnya, menyebutkan bahwa baliho atau papan reklame (billboard) hanya diperuntukan bagi partai politik satu unit untuk satu desa/kelurahan atau nama lainnya memuat informasi nomor dan tanda gambar partai politik dan/atau visi, misi, program, jargon, foto pengurus partai politik yang bukan calon anggota DPR dan DPRD.

Ketentuan bahwa ketua umum/ketua dan bendahara/bendahara umum parpol peserta pemilu notabene pengurus parpol penanggung jawab dana kampanye makin mempertegas peran parpol dalam urusan tersebut, baik penerimaan berupa uang, barang, maupun jasa, untuk membiayai kegiatan kampanye pemilu.

Kendati demikian, sesuai dengan Pasal 1 PKPU No. 17/2013 Angka 12, disebutkan bahwa rekening khusus dana kampanye adalah rekening yang menampung dana kampanye yang dipisahkan dari rekening keuangan partai politik atau rekening keuangan pribadi calon anggota DPD.

PKPU tersebut juga menekankan bahwa penerimaan dan pengeluaran dana kampanye peserta pemilu--dalam hal ini parpol dan calon anggota DPD--wajib dikelola dan dipertanggungjawabkan berdasarkan prinsip legal, akuntabel, dan transparan.

Kemudian, dalam Pasal 4 Ayat (1), menenadaskan bahwa kegiatan kampanye pemilu calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota didanai dan menjadi tanggung jawab partai politik peserta pemilu.

Adapun sumber dana kampanye parpol peserta pemilu itu berasal dari parpol itu sendiri; calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari papol yang bersangkutan; dan sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain.

Koridor pun makin dipertegas dalam Pasal 6 Ayat (1) sampai dengan Ayat (3) bahwa dana yang bersumber dari parpol peserta pemilu berasal dari keuangan parpol yang bersangkutan ditempatkan pada rekening khusus dana kampanye parpol peserta pemilu, sedangkan yang bersumber dari calon anggota legislatif berasal dari harta kekayaan pribadi calon yang bersangkutan.

Dalam PKPU juga menjelaskan secara perinci bahwa dana kampanye parpol yang bersumber dari sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain itu bisa berasal dari perseorangan; kelompok; perusahaan; dan/atau badan usaha nonpemerintah.

Dipertegas pula bahwa sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain tidak berasal dari tindak pidana, dan bersifat tidak mengikat. Regulasi ini setidaknya mencegah peserta pemilu tidak melanggar Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dalam UU No. 25/2003.

Dijelaskan pula bahwa sumbangan yang berasal dari perseorangan, termasuk sumbangan dari keluarga calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Begitu pula peserta pemilu dari jalur perseorangan, dana kampanye calon anggota DPD bersumber dari calon yang bersangkutan dan sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain.

Besaran dana kampanye pun diatur di dalam PKPU. Misalnya, sumbangan pihak lain perseorangan yang diberikan kepada parpol peserta pemilu, nilainya tidak boleh melebihi Rp1.000.000.000,00 selama masa kampanye pemilu.

Dana kampanye yang berasal dari sumber pihak lain kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah tidak boleh melebihi Rp7.500.000.000,00 selama masa kampanye pemilu. Ketentuan ini berlaku untuk parpol peserta pemilu, sedangkan bagi calon anggota DPD tidak boleh melebihi Rp500.000.000,00 selama masa kampanye pemilu.

Yang berasal dari sumbangan pihak lain perseorangan, khusus untuk calon anggota DPD, tidak boleh melebihi Rp250.000.000,00 selama masa kampanye pemilu.


Hindari Utang Politik
Guna mencegah mereka agar jangan sampai terbelenggu dengan urusan tersebut, dalam PKPU tentang Pedoman Pelaporan Dana Kampanye Peserta Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD juga melampirkan 13 jenis fomulir. Misalnya, "MODEL DK2-PARPOL" yang mencantumkan frasa "sumbangan bersifat tidak mengikat".

Frasa itu setidaknya tidak membuat wakil rakyat periode 2014--2019, baik dari parpol maupun perseorangan, terbebas dari utang politik. Apalagi anggota legislatif yang berasal dari parpol, menurut ketentuan PKPU, mereka tidak bisa langsung menerima sumbangan tersebut.

Analis politik dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang M. Yulianto berpendapat bahwa larangan bagi calon anggota legislatif dari parpol menerima sumbangan secara langsung tidak lain untuk menghindari timbulnya utang politik.

Ia menilai ketentuan dalam PKPU No.17/2013 terkait dengan dana kampanye itu sangat bagus karena partai politiklah yang menerima sumbangan dari pihak lain. Pasalnya, sokongan dana secara pribadi kepada caleg itu menimbulkan utang politik.

Menurut pengajar FISIP Undip itu, larangan caleg menerima sumbangan secara langsung untuk kampanye tidak mencampuri atau mengintervensi ranah privat calon legislator, tetapi justru sangat dibutuhkan aturan itu.

"Dengan larangan ini, sumbangan kan diberikan lewat parpol. Parpol yang kemudian mengatur. Ini membuat tata kelola keuangan parpol menjadi lebih akuntabel, apalagi harus dilaporkan sehingga transparan," katanya.

Ia menjelaskan bahwa utang politik secara pribadi antara caleg dan pemberi sumbangan merupakan celah untuk terjadinya penyimpangan, seperti penyalahgunaan kekuasaan, permainan dalam proyek, dan korupsi.

"Kalau caleg menerima sumbangan dari pihak lain secara langsung, nanti kan ada utang politik. Ada kepentingan dari pemberi sumbangan, misalnya, pengaturan proyek untuk memenangkan si donaturnya," katanya.

Berbeda jika sumbangan dari orang atau pihak lain diberikan lewat parpol, kata dia, tidak akan terjadi utang politik karena parpol sebagai sponsor caleg dan kontrol yang dilakukan atas dana kampanye lebih mudah.

"Bisa diketahui dari mana sumbernya (donatur), berapa dana yang masuk, penggunaannya, dan sebagainya. Parpol nanti kan akan melaporkan tata kelola keuangan dana kampanye sehingga mudah untuk dikontrol," katanya.

Larangan caleg menerima sumbangan secara langsung, kata dia, juga tidak merugikan parpol, tetapi justru bisa membuat parpol lebih akuntabel dalam mengelola dana kampanye dan tentunya bisa dipertanggungjawabkan.

Selain itu, Yulianto juga mengapresiasi regulasi itu yang juga mengatur batasan sumbangan yang diberikan oleh orang atau kelompok untuk dana kampanye kepada parpol dan calon anggota DPD.

"Saya rasa sudah saatnya diatur semacam ini, dan ini tepat. Sebab, pemberian sumbangan secara langsung kepada caleg memang berpotensi menimbulkan utang politik. Dalam politik, tidak ada yang gratis," katanya.

Pernyataan pengamat politik tersebut menggarisbawahi bahwa keberadaan PKPU itu tidak lain mencegah mereka, baik caleg dari parpol maupun perseorangan, dari upaya "penyanderaan" oleh oknum masyarakat yang berburu kepentingan sesaat. Dengan adanya aturan ini, diharapkan mereka kelak tidak tersandera utang piutang politik selama mengemban amanah sebagai wakil rakyat lima tahun ke depan.

Begitu pula, para penyumbang dana kampanye untuk peserta pemilu, baik parpol maupun calon anggota DPD, tidak lain demi mendukung caleg yang punya integritas agar kelak mereka mumpuni dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai anggota legislatif. Tentunya, dalam menjalankan fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan ini tetap dalam koridor kejujuran dan kebenaran.


Pewarta :
Editor: D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025