Pembangunan Parpol Rendah, Calo Suara Berleluasa
Rabu, 27 November 2013 12:01 WIB
"Mengapa jasa calo suara muncul? Mengapa calon-calon anggota legislatif menggunakan jasa calo suara tersebut? Hal ini tak lepas dari rendahnya pembangunan institusi partai politik (parpol), ketidakmampuannya dalam mengeliminasi kecenderungan karakter mental menerobos," katanya ketika dihubungi Antara dari Semarang, Rabu.
Padahal, kata Wiwieq (sapaan akrab Prof. Dr. R. Siti Zuhro, M.A.), mental itulah yang menyuburkan politikus-politikus karbitan dan para anggota dewan level pemula.
Asumsi bahwa suara rakyat miskin bisa dibeli dalam pemilu, menurut pengamat politik dari LIPI itu, membuat para politikus, khususnya yang malas dan hanya mengandalkan tenar dan atau yang punya uang senang menempuh cara tersebut.
"Idealnya institusi parpol membangun kualitas sistem pengaderan untuk menghasilkan kader-kader dan politikus-politikus yang andal yang bisa disiapkan sebagai calon pemimpin unggulan," kata Prof. Wiwieq.
Namun, lanjut alumnus Curtin University, Perth, Australia itu, realitasnya parpol senantiasa dihadapkan pada ketidakcukupan waktu dalam merekrut dan mempersiapkan kader.
Parpol, menurut Prof. Wiwieq, bahkan lebih tertarik mengurus hal-hal yang terkait langsung dengan kepentingan dan kekuasaan, seperti pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, baik tingkat provinsi maupun kota/kabupaten, yang totalnya lebih dari 1.000 pilkada.
Pewarta : Kliwon
Editor:
D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2024