Logo Header Antaranews Jateng

Mereka harus Berhadapan dengan Hukum Usai Berkuasa

Minggu, 29 Desember 2013 06:04 WIB
Image Print
Mantan Wali Kota Magelang, Fahriyanto, yang menjadi terdakwa kasus korupsi dana tak terduga (DTT) APBD Kota Magelang 2003-2004, sebelum mengikuti sidang dengan agenda pembacaan vonis, di Pengadilan Tipikor Semarang, Jateng, Kamis (30/8). Majelis haki


Tercatat sejumlah nama yang terpaksa berurusan dengan hukum karena tersangkut kasus korupsi, seperti mantan Bupati Sragen Untung Wiyono, mantan Wali Kota Salatiga John Manoppo dan Wali Kota Magelang Fahriyanto, serta mantan Bupati Karanganyar Rina Iriani.

Diawali dengan mantan Bupati Untung Wiyono yang harus merasakan dinginnya tembok penjara.

Mantan Bupati Sragen itu menyerahkan diri ke Kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah setelah Mahkamah Agung membatalkan putusan bebas Pengadilan Tipikor Semarang dalam kasus korupsi kas daerah APBD 2003--2010 sebesar Rp11,2 miliar.

Untung Wiyono menyerahkan diri ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah pada tanggal 14 Januari 2013, dengan didampingi Dani Sriyanto selaku penasihat hukumnya.

Setelah melengkapi berkas administrasi di salah satu ruang di bagian pidana khusus selama dua setengah jam, Untung Wiyono langsung menuju ke Lembaga Pemasyarakatan Klas I Kedungpane Semarang.

Untung Wiyono menolak dikatakan menyerahkan diri ke kejaksaan.

"Saya tidak mau dibilang menyerahkan diri, saya datang sendiri karena saya taat hukum dan atas perintah dari 'lawyer'," katanya.

Untung mengatakan bahwa dirinya mempunyai pengalaman untuk membangun negara ini menjadi lebih baik.

"Saya sudah berjuang menjadi bupati selama sepuluh tahun, masak harus jadi seorang pelarian?" ujarnya.

Ia mengaku terus berkarya sebagai pengusaha dan tinggal di Kota Jakarta setelah tidak menjabat sebagai Bupati Sragen.

Terkait dengan putusan Mahkamah Agung yang membatalkan vonis bebas terhadap dirinya, Untung mengaku belum menerima salinan putusan tersebut secara lengkap.

"Saya belum menerima putusan Mahkamah Agung itu, tetapi saya siap ditahan di Lapas Kedungpane Semarang daripada merepotkan beliau-beliau ini (penyidik Kejati Jateng)," katanya.

Untung mengaku akan mengajukan upaya hukum berupa peninjauan kembali atas putusan Mahkamah Agung terhadap dirinya.

Selanjutnya pada tanggal 23 April 2013, mantan Wali Kota Salatiga John Manoppo dijatuhi hukuman 3,5 tahun penjara dalam kasus korupsi proyek pembangunan Jalan Lingkar Selatan Kota Salatiga tahun 2008.

Vonis terhadap Wali Kota periode 2007--2011 yang disampaikan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang itu lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum selama 7,5 tahun.

Majelis hakim yang diketuai Suyadi tersebut juga mewajibkan terdakwa membayar denda Rp100 juta subsider tiga bulan penjara.

Menurut hakim, terdakwa terbukti menyalahgunakan wewenang dan jabatannya sebagai Wali Kota Salatiga.

Terdakwa, lanjut dia, terbukti melanggar Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah ditambah dan diperbarui dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam kasus tersebut, terdakwa terbukti telah membuat surat disposisi kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Salatiga agar memenangkan PT Kuntjup sebagai pelaksana pembangunan proyek jalan lingkar itu.

Mantan kepala daerah selanjutnya, yakni Wali Kota Fahriyanto.

Tidak hanya sekali, pada tahun 2013 Fahriyanto harus menghadapi dua hukuman atas dua kasus korupsi yang berbeda.

Pertama, pada tanggal 24 Juni 2013, mantan Wali Kota Magelang itu dijatuhi hukuman 16 bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi dana asuransi 25 anggota DPRD Magelang periode 1999--2004.

Vonis yang dijatuhkan majelis hakim pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang itu lebih ringan daripada tuntutan jaksa yang menuntut dua tahun penjara.

Dalam vonis tersebut, Fahriyanto juga diminta membayar denda Rp50 juta atau hukuman dua bulan kurungan.

Majelis hakim yang diketuai John Halasan Butar Butar mengemukakan bahwa terdakwa terbukti menyalahgunakan kewenangannya sebagai Wali Kota Magelang saat terjadinya tindak pidana antara tahun 2002 dan 2004.

Hukuman lainnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang pada tanggal 30 September 2013 menjatuhkan vonis 2,5 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi bantuan sosial pedagang Pasar Gotong Royong Kota Magelang tahun 2007.

Hakim Ketua Noor Edyono menyatakan bahwa Fahriyanto terbukti melanggar UU No. 31/1999 yang telah diubah dan ditambahkan dalam UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut dia, dalam pencairan dana bantuan sosial bagi pedagang tersebut, mantan orang nomor satu di Kota Magelang itu telah menyalahi aturan.

Dana bantuan sebesar Rp2,8 miliar bagi 617 pedagang untuk membayar uang muka pembelian kios tersebut seharusnya diberikan ketika pembangunan Pasar Gotong Royong selesai.

"Namun, baru sekitar 51 persen pembangunan pasar dilakukan, dana sudah dicairkan berdasarkan nota dinas dari Wali Kota Magelang saat itu," katanya.

Dana tersebut, lanjut dia, tidak langsung diserahkan kepada pedagang. Namun, ditampung dahulu dalam rekening bendahara.

Bupati Karanganyar
Yang terbaru, yakni mantan Bupati Karanganyar Rina Iriani yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi subsidi perumahan Griya Lawu Asri Kabupaten Karanganyar 2007--2008 senilai Rp18,4 miliar.

Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah menetapkan Bupati Rina sebagai tersangka dalam kasus korupsi pada tanggal 14 November 2013.

Penetapan status tersangka tersebut dilakukan kejaksaan sekitar sebulan sebelum masa jabatan Rina berakhir, yakni pada tanggal 15 Desember 2013.

Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Babul Khoir Harahap mengatakan bahwa penetapan tersebut berdasarkan surat perintah penyidikan Nomor 37/0.3/vd.1/11 tahun 2013.

"Penyelidikan sudah ditingkatkan menjadi penyidikan mulai 13 November 2013," katanya.

Menurut dia, dari hasil penyelidikan telah diperoleh alat bukti yang cukup untuk menetapkan Rina sebagai tersangka.

Babul mengungkapkan bahwa tersangka bersama tiga terpidana, Fransiska Riyana Sari, Handoko Mulyono, dan Tony Iwan Haryono, terlibat bersama-sama dalam kasus tersebut.

Ia menjelaskan bahwa Fransiska Riyana Sari dan Handoko Mulyono merupakan mantan Ketua Koperasi Serba Usaha Sejahtera, sedangkan Tony Iwan Haryono merupakan mantan suami Bupati Karanganyar yang dalam kasus tersebut berkedudukan sebagai mantan Ketua Dewan Pengawas KSU Sejahtera.

Menurut Babul, Rina disangka berperan dalam memberikan rekomendasi kepada KSU Sejahtera dalam menyalurkan subsidi program Kementerian Perumahan Rakyat itu tanpa verifikasi dan rekomendasi Dinas Koperasi setempat.

"Tersangka diduga menikmati uang sekitar Rp11,1 miliar dari kerugian negara yang terjadi," katanya.

Sementara itu, analis politik Universitas Diponegoro Semarang M. Yulianto menilai pada tahun 2013 terjadi fenomena maraknya bupati/wali kota di Jawa Tengah yang harus berurusan dengan hukum setelah masa jabatannya usai.

"Terjadi fenomena kepala daerah yang menyalahgunakan wewenangnya yang kemudian harus berurusan dengan hukum," kata Yulianto.

Menurut dia, fenomena tersebut merupakan konsekuensi dari politik.

"Hal ini bagian dari konsekuensi dari persepsi publik tentang pemilihan kepala daerah yang transaksional," katanya.

Ke depan, kata dia, tugas partai politik akan makin berat, terutama memasuki tahun politik pada tahun 2014.

"Masyarakat harus belajar banyak, apalagi tahun depan digelar pemilu serta sejumlah pilkada," tambahnya.

Ia menuturkan bahwa masyarakat akan semakin kritis dan teliti dalam menentukan pilihannya.


Pewarta :
Editor: M Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2025