KPAI Apresiasi Kominfo Blokir Laman Nikah Siri
Minggu, 22 Maret 2015 18:02 WIB
Maria Advianti. (kpai.go.id)
"Pemblokiran situs-situs semacam itu merupakan perwujudan konkret pelaksanaan perlindungan anak, dan dapat mencegah anak mengalami kekerasan dan diskriminasi, serta melindungi masa depan anak Indonesia," kata komisioner bidang Pornografi dan Cybercrime KPAI Maria Advianti di Jakarta, Minggu.
Menurut Wakil Ketua KPAI itu, pernikahan siri dalam jaringan (daring) di Internet atau online dikhawatirkan dapat menyebabkan anak yang terlahir dari pernikahan tersebut akan kesulitan memperoleh akte kelahiran.
Pada umumnya, menurut dia, akte kelahiran mensyaratkan identitas orang tua, seperti kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga dan surat nikah, serta keterangan peristiwa kelahiran sang bayi dari rumah sakit atau rumah bersalin.
Ketiadaan akte kelahiran, menurut dia, dapat berakibat anak sulit memperoleh pemenuhan hak sipil dan politiknya seperti pendidikan, kesehatan, hak memilih dalam momen pemilu atau pilkada, serta hak memperoleh perlindungan khusus.
"Anak hasil nikah siri online, apalagi jika sebelumnya sudah ada anak dari pernikahan lain, juga rawan mengalami diskriminasi dari lingkungan sekitar. Bahkan, mereka rentan mengalami bullying karena stigma masyarakat terhadap anak hasil nikah siri masih banyak yang bersifat negatif," katanya.
Pernikahan, kata dia, adalah awal pembentukan keluarga dengan tujuan memperoleh keturunan yang berakhlak mulia, serta generasi penerus yang berkualitas.
Selayaknya pasangan yang akan menikah, selain melakukan pernikahan secara agama, juga mencatatkan peristiwa sakral tersebut secara resmi kepada negara agar anak buah hati dari pernikahan mereka memiliki identitas yang dapat menjamin tumbuh kembang serta masa depannya.
Menurut Wakil Ketua KPAI itu, pernikahan siri dalam jaringan (daring) di Internet atau online dikhawatirkan dapat menyebabkan anak yang terlahir dari pernikahan tersebut akan kesulitan memperoleh akte kelahiran.
Pada umumnya, menurut dia, akte kelahiran mensyaratkan identitas orang tua, seperti kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga dan surat nikah, serta keterangan peristiwa kelahiran sang bayi dari rumah sakit atau rumah bersalin.
Ketiadaan akte kelahiran, menurut dia, dapat berakibat anak sulit memperoleh pemenuhan hak sipil dan politiknya seperti pendidikan, kesehatan, hak memilih dalam momen pemilu atau pilkada, serta hak memperoleh perlindungan khusus.
"Anak hasil nikah siri online, apalagi jika sebelumnya sudah ada anak dari pernikahan lain, juga rawan mengalami diskriminasi dari lingkungan sekitar. Bahkan, mereka rentan mengalami bullying karena stigma masyarakat terhadap anak hasil nikah siri masih banyak yang bersifat negatif," katanya.
Pernikahan, kata dia, adalah awal pembentukan keluarga dengan tujuan memperoleh keturunan yang berakhlak mulia, serta generasi penerus yang berkualitas.
Selayaknya pasangan yang akan menikah, selain melakukan pernikahan secara agama, juga mencatatkan peristiwa sakral tersebut secara resmi kepada negara agar anak buah hati dari pernikahan mereka memiliki identitas yang dapat menjamin tumbuh kembang serta masa depannya.
Pewarta : Antaranews
Editor : Mugiyanto
Copyright © ANTARA 2024