Hal tersebut disampaikan Jaksa Penuntut Umum Ahmad Burhanudin dalam tuntutan kasus korupsi tukar guling lahan tempat pembuangan akhir Bokongsemar, Kota Tegal, pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jumat.

"Terdakwa merupakan wali kota yang dipilih langsung oleh rakyat," katanya.

Pencabutan hak politik tersebut, lanjut dia, sebagai salah satu antisipasi agar dikemudian hari tidak terpilih pemimpin yang pernah melakukan tindak pidana korupsi.

Ikmal Jaya dituntut hukuman 7,5 tahun penjara dalam kasus korupsi tukar guling lahan tempat pembuangan akhir Bokongsemar
Selain hukuman penjara, terdakwa juga dituntut dengan hukuman denda sebesar Rp500 juta yang jika tidak dibayar maka akan diganti dengan hukuman kurungan empat bulan.

Jaksa juga meminta hakim menjatuhkan hukuman agar terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp350 juta.

Uang tersebut diterima Ikmal Jaya sebagai penerimaan jasa dalam proyek tersebut yang menurut jaksa tidak selayaknya diterima terdakwa dan harus dikembalikan.

Dalam pertimbangannya, jaksa menilai perbuatan Ikmal Jaya tidak sesuai dengan program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan," tambahnya.

Terdakwa sebagai pejabat utama yang seharusnya memberi teladan, menurut jaksa, justru menyalahgunakan wewenangnya.

Ikmal dinilai terbukti melanggar pasal 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.