Memahami Komunikasi Asertif Ganjar Pranowo
Rabu, 26 Agustus 2015 16:28 WIB
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo (kanan) berdialog dengan sejumlah pelajar saat melakukan program Gubernur Mengajar di SMA Negeri Magelang, Jawa Tengah Senin (9/9). Dalam kegiatan tersebut Ganjar menyampaikan pelajaran tentang wawasan kebangsaan kepada
Slogan yang diluncurkan pada 23 Agustus 2015 di Purwokerto tersebut dirasa penting untuk menegaskan sebuah identitas besar penduduk di provinsi ini.
Peluncuran slogan tersebut sekaligus menandai usia dua tahun Ganjar bersama Heru Sudjatmoko memimpin Jateng.
Kata-kata indah untuk memaknai istilah gayeng tersebut boleh jadi memang mencerminkan sikap hidup mayoritas warga Jateng. Tentu selalu ada kekecualian.
Namun, kalau melihat cara Ganjar selama ini memperlakukan rakyatnya yang dia anggap sebagai majikan, citra gayeng juga teras pas dilekatkan pada mantan anggota DPR RI ini.
Mungkin saking ingin gayeng, Ganjar pernah berkaus oblong dengan tulisan bernada umpatan.
Sesuatu yang dihindari bagi kebanyakan tokoh demi menjaga citranya sebagai pejabat. Apalagi saat memakai kaus, ia baru saja terpilih sebagai Gubernur Jateng pada Agustus 2013.
Betapa pun, sebagian besar dari 33 juta rakyat Jateng masih menjunjung tata krama Jawa, yang mengharamkan sesuatu yang saru dari seorang pemimpin.
Namun ternyata publik tidak terlalu merespons negatif pemakaian kaus berisi umpatan populer itu.
Sebuah kata bernada umpatan itu memang lazim terdengar dalam percakapan keseharian rakyat. Melalui kaus tersebut, Ganjar mungkin ingin menyampaikan pesan bahwa dirinya bagian dari kawula sehingga kalau bicara juga "blaka sutha" alias berterus terang.
Pesan itu tampaknya sampai. Buktinya, publik tidak terlalu merespons negatif atas pemakaian kaus tersebut.
Sosok gubernur-gubernur Jateng yang sebelumnya cenderung sebagai "ndoro" alias tuan yang mengambil jarak dengan kawula atau rakyat. Ganjar mencoba dikikis.
Status dan pernyataan yang disampaikan melalui akun twitter @ganjarpranowo bisa dibaca sebagai upaya memangkas jarak antara pemimpin dan kawula karena majikan sebenarnya dalam sistem demokrasi adalah rakyat.
"Tuanku ya rakyat, gubernur cuma mandat," tulis Ganjar dalam akun twitter-nya.
Karena memosisikan diri sebagai pelayan, pria kelahiran Karanganyar, Jateng, 28 Oktober 1968 ini merespons cepat masalah yang ditujukan kepadanya melalui media sosial.
Dengan kekuasaannya, ia meneruskan pengaduan kepada pejabat dan minta mereka membuat laporan kemajuan penanganan melalui media sosial semacam Twitter.
Sadar sebagai pelayan rakyat, ia bisa langsung mencak-mencak ketika menemui ketidakberesan aparat dalam memberi pelayanan publik, seperti ketika sidak di jembatan timbang beberapa waktu lalu.
Kendati penyelesaian masalah jembatan timbang tidak tuntas, gebrakannya kala itu mampu memperkuat citranya sebagai pejabat yang antipungli, antikorupsi.
Ketika berkampanye sebagai calon gubernur dua tahun lalu, slogan Ganjar memang "Mboten Ngapusi. Mboten Korupsi" (Tidak Bohong, Tidak Korupsi).
Setelah memimpin dua tahun, orang mulai memahami gaya berkomunikasi Ganjar dengan rakyat, pejabat, dan politikus di DPRD. Sebagai bekas anggota DPR RI, ia biasa bertarung terbuka di parlemen, terutama menyangkut hal-hal yang diyakini kebenarannya.
Persoalan orang suka atau tidak suka dengan ide atau sikap politik, itu lumrah dan semua tokoh pasti merasakannya.
Gaya berkomunikasi terbuka itu pula yang selama ini ditunjukkan oleh Ganjar, termasuk ketika ia mengendus ada anggota Dewan yang "bermain" anggaran.
Dalam unjuk wicara (talk show) di stasiun televisi swasta pada 10 Juni 2015, Ganjar menuding ada anggota Dewan main proyek.
Tentu saja pernyataan Ganjar membikin kalangan Dewan meradang, termasuk Ketua DPRD Jateng Rukma Setyabudi yang memang kerap berbeda sikap dan pendapat dengan Ganjar meski keduanya hidup di kandang yang sama, PDI Perjuangan.
Namun perseteruan tersebut ternyata bukan yang terakhir. Ganjar kembali berbicara lebih keras dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Wakil Gubernur Heru Sudjatmoko.
"Kini saatnya anggota DPRD Jateng membuktikan kepada masyarakat bahwa DPRD benar-benar menjadi rumah rakyat, mewakili aspirasi, menyampaikan suara rakyat, serta DPRD bukan sarang pengemplang uang rakyat," kata Ganjar dalam "Training of Trainers Sistem Integrasi Nasional bagi DPRD Jawa Tengah" di Salatiga, 10 Agustus 2015.
Pernyataan tersebut membuat Ketua DPRD Jateng Rukma Setyabudi memberikan rapor merah kepada Ganjar dalam hal komunikasi dengan DPRD.
Rukma menyatakan bahwa DPRD merupakan bagian tak terpisahkan dari Pemerintah Provinsi Jateng sehingga tidak sepantasnya seorang gubernur mengeluarkan pernyataan yang membuat kondisi tidak kondusif bagi pembangunan.
Atas peristiwa tersebut, Ganjar diminta memperbaiki komunikasinya atau lebih tepatnya tidak menyerang DPRD secara terbuka.
Nonkompromistis
Namun, menurut dosen komunikasi politik Universitas Diponegoro Semarang Mochamad Yulianto, tidak ada jaminan bahwa pernyataan keras tersebut tidak akan kembali keluar dari Ganjar bila ia memang mengendus ada ketidakberesan pelayanan publik atau ada permainan anggaran.
"Gaya komunikasi Ganjar itu asertif. Terbuka dan nonkompromistis," katanya ketika dihubungi di Semarang, Selasa (25/8).
Sikap asertif ini, kata Yulianto, ada yang menganggap kurang produktif bila sasarannya adalah orang atau lembaga yang kedudukannya sejajar dengannya.
Oleh karena itu, pernyataan Ganjar dianggap sebagai menyerang oleh kalangan DPRD.
Yulianto menduga orang nomor wahid di Jateng itu sudah menyampaikan peringatan secara tertutup agar anggota DPRD tidak bermain api dengan APBD.
Karena peringatannya diabaikan, katanya, Ganjar akhirnya kembali melontarkan pernyataan keras secara terbuka yang menyulut reaksi defensif sebagian anggota DPRD.
Tujuan Ganjar menyampaikan kritik terbuka tersebut, menurut dia, karena dia mencari dukungan publik untuk memerangi praktik kotor yang diduga masih ada dalam penyusunan APBD.
Ternyata publik memang memberi dukungan kepada Ganjar karena DPRD dan parpol saat ini memang mengalami krisis kepercayaan akut.
"DPRD dan parpol melakukan hal benar, itu dianggap sebagai tugasnya. Akan tetapi kalau mereka melakukan kesalahan, publik ramai-ramai menghajar mereka," katanya.
Ganjar berani melontarkan pernyataan keras, katanya, tentu memiliki informasi yang diyakini kebenarannya.
Ia berpengalaman dua periode menjadi anggota DPR RI sehingga tahu persis bagaimana "permainan" anggaran. Begitu banyak pejabat, termasuk anggota DPR dan DPRD, dikerangkeng gara-gara memanipulasi anggaran.
"Ayo kita melakukan pertobatan dari korupsi agar negeri ini tidak dilaknat lagi," katanya dalam lokakarya Pematangan Konsep dan Panduan Sistem Integritas Nasional di Semarang, Selasa (25/8/2015).
Lantas apakah Ganjar perlu mengubah gaya komunikasi asertif dalam mengelola pemerintahan?
"Tidak perlu," ucap Yulianto.
Peluncuran slogan tersebut sekaligus menandai usia dua tahun Ganjar bersama Heru Sudjatmoko memimpin Jateng.
Kata-kata indah untuk memaknai istilah gayeng tersebut boleh jadi memang mencerminkan sikap hidup mayoritas warga Jateng. Tentu selalu ada kekecualian.
Namun, kalau melihat cara Ganjar selama ini memperlakukan rakyatnya yang dia anggap sebagai majikan, citra gayeng juga teras pas dilekatkan pada mantan anggota DPR RI ini.
Mungkin saking ingin gayeng, Ganjar pernah berkaus oblong dengan tulisan bernada umpatan.
Sesuatu yang dihindari bagi kebanyakan tokoh demi menjaga citranya sebagai pejabat. Apalagi saat memakai kaus, ia baru saja terpilih sebagai Gubernur Jateng pada Agustus 2013.
Betapa pun, sebagian besar dari 33 juta rakyat Jateng masih menjunjung tata krama Jawa, yang mengharamkan sesuatu yang saru dari seorang pemimpin.
Namun ternyata publik tidak terlalu merespons negatif pemakaian kaus berisi umpatan populer itu.
Sebuah kata bernada umpatan itu memang lazim terdengar dalam percakapan keseharian rakyat. Melalui kaus tersebut, Ganjar mungkin ingin menyampaikan pesan bahwa dirinya bagian dari kawula sehingga kalau bicara juga "blaka sutha" alias berterus terang.
Pesan itu tampaknya sampai. Buktinya, publik tidak terlalu merespons negatif atas pemakaian kaus tersebut.
Sosok gubernur-gubernur Jateng yang sebelumnya cenderung sebagai "ndoro" alias tuan yang mengambil jarak dengan kawula atau rakyat. Ganjar mencoba dikikis.
Status dan pernyataan yang disampaikan melalui akun twitter @ganjarpranowo bisa dibaca sebagai upaya memangkas jarak antara pemimpin dan kawula karena majikan sebenarnya dalam sistem demokrasi adalah rakyat.
"Tuanku ya rakyat, gubernur cuma mandat," tulis Ganjar dalam akun twitter-nya.
Karena memosisikan diri sebagai pelayan, pria kelahiran Karanganyar, Jateng, 28 Oktober 1968 ini merespons cepat masalah yang ditujukan kepadanya melalui media sosial.
Dengan kekuasaannya, ia meneruskan pengaduan kepada pejabat dan minta mereka membuat laporan kemajuan penanganan melalui media sosial semacam Twitter.
Sadar sebagai pelayan rakyat, ia bisa langsung mencak-mencak ketika menemui ketidakberesan aparat dalam memberi pelayanan publik, seperti ketika sidak di jembatan timbang beberapa waktu lalu.
Kendati penyelesaian masalah jembatan timbang tidak tuntas, gebrakannya kala itu mampu memperkuat citranya sebagai pejabat yang antipungli, antikorupsi.
Ketika berkampanye sebagai calon gubernur dua tahun lalu, slogan Ganjar memang "Mboten Ngapusi. Mboten Korupsi" (Tidak Bohong, Tidak Korupsi).
Setelah memimpin dua tahun, orang mulai memahami gaya berkomunikasi Ganjar dengan rakyat, pejabat, dan politikus di DPRD. Sebagai bekas anggota DPR RI, ia biasa bertarung terbuka di parlemen, terutama menyangkut hal-hal yang diyakini kebenarannya.
Persoalan orang suka atau tidak suka dengan ide atau sikap politik, itu lumrah dan semua tokoh pasti merasakannya.
Gaya berkomunikasi terbuka itu pula yang selama ini ditunjukkan oleh Ganjar, termasuk ketika ia mengendus ada anggota Dewan yang "bermain" anggaran.
Dalam unjuk wicara (talk show) di stasiun televisi swasta pada 10 Juni 2015, Ganjar menuding ada anggota Dewan main proyek.
Tentu saja pernyataan Ganjar membikin kalangan Dewan meradang, termasuk Ketua DPRD Jateng Rukma Setyabudi yang memang kerap berbeda sikap dan pendapat dengan Ganjar meski keduanya hidup di kandang yang sama, PDI Perjuangan.
Namun perseteruan tersebut ternyata bukan yang terakhir. Ganjar kembali berbicara lebih keras dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Wakil Gubernur Heru Sudjatmoko.
"Kini saatnya anggota DPRD Jateng membuktikan kepada masyarakat bahwa DPRD benar-benar menjadi rumah rakyat, mewakili aspirasi, menyampaikan suara rakyat, serta DPRD bukan sarang pengemplang uang rakyat," kata Ganjar dalam "Training of Trainers Sistem Integrasi Nasional bagi DPRD Jawa Tengah" di Salatiga, 10 Agustus 2015.
Pernyataan tersebut membuat Ketua DPRD Jateng Rukma Setyabudi memberikan rapor merah kepada Ganjar dalam hal komunikasi dengan DPRD.
Rukma menyatakan bahwa DPRD merupakan bagian tak terpisahkan dari Pemerintah Provinsi Jateng sehingga tidak sepantasnya seorang gubernur mengeluarkan pernyataan yang membuat kondisi tidak kondusif bagi pembangunan.
Atas peristiwa tersebut, Ganjar diminta memperbaiki komunikasinya atau lebih tepatnya tidak menyerang DPRD secara terbuka.
Nonkompromistis
Namun, menurut dosen komunikasi politik Universitas Diponegoro Semarang Mochamad Yulianto, tidak ada jaminan bahwa pernyataan keras tersebut tidak akan kembali keluar dari Ganjar bila ia memang mengendus ada ketidakberesan pelayanan publik atau ada permainan anggaran.
"Gaya komunikasi Ganjar itu asertif. Terbuka dan nonkompromistis," katanya ketika dihubungi di Semarang, Selasa (25/8).
Sikap asertif ini, kata Yulianto, ada yang menganggap kurang produktif bila sasarannya adalah orang atau lembaga yang kedudukannya sejajar dengannya.
Oleh karena itu, pernyataan Ganjar dianggap sebagai menyerang oleh kalangan DPRD.
Yulianto menduga orang nomor wahid di Jateng itu sudah menyampaikan peringatan secara tertutup agar anggota DPRD tidak bermain api dengan APBD.
Karena peringatannya diabaikan, katanya, Ganjar akhirnya kembali melontarkan pernyataan keras secara terbuka yang menyulut reaksi defensif sebagian anggota DPRD.
Tujuan Ganjar menyampaikan kritik terbuka tersebut, menurut dia, karena dia mencari dukungan publik untuk memerangi praktik kotor yang diduga masih ada dalam penyusunan APBD.
Ternyata publik memang memberi dukungan kepada Ganjar karena DPRD dan parpol saat ini memang mengalami krisis kepercayaan akut.
"DPRD dan parpol melakukan hal benar, itu dianggap sebagai tugasnya. Akan tetapi kalau mereka melakukan kesalahan, publik ramai-ramai menghajar mereka," katanya.
Ganjar berani melontarkan pernyataan keras, katanya, tentu memiliki informasi yang diyakini kebenarannya.
Ia berpengalaman dua periode menjadi anggota DPR RI sehingga tahu persis bagaimana "permainan" anggaran. Begitu banyak pejabat, termasuk anggota DPR dan DPRD, dikerangkeng gara-gara memanipulasi anggaran.
"Ayo kita melakukan pertobatan dari korupsi agar negeri ini tidak dilaknat lagi," katanya dalam lokakarya Pematangan Konsep dan Panduan Sistem Integritas Nasional di Semarang, Selasa (25/8/2015).
Lantas apakah Ganjar perlu mengubah gaya komunikasi asertif dalam mengelola pemerintahan?
"Tidak perlu," ucap Yulianto.
Pewarta : Achmad Zaenal M
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Kadiv Yankum: Pegawai harus tingkatkan integritas, komunikasi, dan kolaborasi
13 January 2025 9:57 WIB
Menkomdigi Meutya Hafid ajak masyarakat gunakan hak pilih dalam Pilkada 2024
27 November 2024 9:14 WIB
Komunikasi Unsoed-Tular Nalar MAFINDO adakan Sekolah Kebangsaan untuk pemilih pemula
22 August 2024 16:03 WIB
PLN Icon Plus dukung kesiapan Upacara Peringatan Hari Kemerdekaan ke-79 RI di IKN
17 August 2024 6:48 WIB
Terpopuler - Pumpunan
Lihat Juga
"Sepenggal Kisah" BPJS Ketenagakerjaan bagi penggali kubur dan pemandi jenazah
22 November 2024 21:06 WIB