"Maklumat Serayu" Tonggak Revolusi Pengelolaan Kawasan DAS
Selasa, 1 September 2015 11:49 WIB
Menko PMK Puan Maharani (tengah), didampingi Gubernur Jateng Ganjar Pranowo (kedua kiri) dan Bupati Banjarnegara Sutedjo Slamet Utomo (kiri), membuka Kongres Sungai Indonesia di Balai Budaya Banjarnegara, Jateng, Rabu (26/8). Kongres Sungai Indonesia
Akan tetapi, berakhirnya KSI I/2015 bukan berarti akhir dari upaya penyelamatan daerah aliran sungai (DAS) yang semakin kritis akibat faktor alam dan ulah manusia.
KSI justru menjadi tonggak dari revolusi pengelolaan DAS karena telah melahirkan sebuah rekomendasi yang tertuang dalam "Maklumat Serayu".
Berikut isi "Maklumat Serayu" yang dilahirkan dalam KSI I/2015:
"Maklumat Serayu
Kongres Sungai Indonesia
Air itu hidupku, sungai itu nadiku, maritim itu budayaku. Kami peserta Kongres Sungai Indonesia menyadari bahwa sungai-sungai di Indonesia dalam kondisi sekarat, yang ditandai oleh:
1. Pencemaran sungai telah membahayakan kehidupan.
2. Banjir dan kekeringan semakin ekstrem.
3. Keanekaragaman hayati sungai hilang.
4. Sumber penghidupan hilang.
5. Rasa hormat terhadap sungai hilang.
6. Pendangkalan, penyempitan dan rusaknya sempadan sungai, serta rusaknya daerah aliran sungai.
Memahami urgensi di atas, demi kelangsungan hidup bersama, kami sepakat untuk menjalankan revolusi pengelolaan dan kawasan daerah aliran sungai.
Banjarnegara, 30 Agustus 2015
Keputusan peserta Kongres Sungai Indonesia".
Lahirnya "Maklumat Serayu" itu bukanlah tanpa alasan karena kondisi sungai-sungai besar di Indonesia sudah dalam tahapan kritis dan memprihatinkan, salah satunya Sungai Serayu di Jawa Tengah.
Sungai Serayu yang mata airnya berada di Pegunungan Dieng dan bermuara di pantai selatan Jawa dengan melintasi Kabupaten Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, dan Cilacap sejauh 150 kilometer itu mengalami kerusakan yang cukup parah akibat sedimentasi.
Wakil Bupati Banjarnegara Hadi Supeno mengatakan bahwa laju sedimentasi Sungai Serayu mencapai 4,2 juta meter kubik per tahun.
"Bahkan, material sedimentasi di Waduk Mrica, Banjarnegara, telah mencapai 25 juta meter kubik," kata dia yang juga Ketua Umum FSB II/2015.
Selain Sungai Serayu, laju sedimentasi Sungai Citanduy di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat juga cukup tinggi karena mencapai 760 ribu meter kubik per tahun sehingga mengakibatkan penyempitan laguna Segara Anakan, Kabupaten Cilacap.
Luas laguna Segara Anakan pada tahun 1903 mencapai 6.460 hektare, berdasarkan pemetaan yang dilakukan pada tahun 2012 hanya tersisa sekitar 500 hektare.
Hadi mengatakan bahwa KSI memperoleh momentum yang sangat strategis dengan kosongnya regulasi tentang air di Indonesia.
"Setelah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 dicabut oleh Mahkamah Konstitusi, sekarang Indonesia harus kembali ke Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan," katanya,
Menurut dia, UU Pengairan itu sudah tidak sesuai lagi untuk menjawab persoalan-persoalan lingkungan hidup, sungai, dan air.
Oleh karena itu, dia mengharapkan kegiatan tersebut melahirkan rekomendasi perwujudan gerakan kedaulatan air, sungai, dan pengairan bagi kelangsungan hidup dan kesejahteraan bersama.
"Kalau peserta kongres itu jeli, mestinya dari kongres ini saja akan melahirkan satu konsep, minimal embrio tentang regulasi tata kelola air secara nasional," jelasnya.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani saat membuka FSB II dan KSI I Tahun 2015 di Banjarnegara, Rabu (26/8), mengatakan bahwa permasalahan sungai di Indonesia sangat banyak dan bervariasi.
"Banyak sekali rmasalah sungai dan bervariasi yang dipengaruhi oleh sifat alami sungai, fungsi sungai, serta perlakuan manusia dalam usaha memanfaatkan sungai tersebut berikut sumber daya yang dimilikinya," katanya
Menurut dia, dalam beberapa dekade terakhir hampir semua sungai sudah berubah fungsi sehingga kondisi tersebut menjadi keprihatinan bersama.
"Sungai tidak lagi diperlakukan sebagai sentrifugal kehidupan yang harus dirawat dan dilestarikan. Sebaliknya, sungai dirusak dan dicemari," katanya.
Selain itu, kata dia, sungai sudah berubah fungsi dan diperlakukan sebagai tempat pembuangan sampah, pelimbahan, dan dianggap sebagai salah satu sumber bencana.
Dia mengharapkan Kongres Sungai Indonesia dapat melahirkan gerakan kedaulatan air, sungai, dan perairan sebagai upaya dalam membangun sungai sebagai pusat peradaban kehidupan masyarakat Indonesia.
Menurut dia, Kongres Sungai Indonesia merupakan yang pertama kalinya dan diselenggarakan di Banjarnegara.
"Tentu saja saya sangat bangga bahwa Banjarnegara siap menjadi tuan rumah Kongres Sungai dan tentu saja Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi besar yang memang memiliki sumber daya alam yang sangat besar, bisa menginisiasi gerakan kedaulatan air sungai seluruh Indonesia untuk kemudian bisa dijalankan secara bergotong royong," katanya.
Saat menghadiri salah satu sarasehan dalam KSI I Tahun 2015, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Mochamad Basoeki Hadimoeljono memberikan apresiasi atas penyelenggaraan kegiatan tersebut
"Ini menjadi suatu aset dan pasti akan menjadi mitra saya dalam melaksanakan amanah mengelola sungai atau air di Indonesia. Saya bukan sedang 'lip service', ini pasti akan saya libatkan dalam program-program pengelolaan sumber daya air di Indonesia walaupun selama ini sudah diberdayakan dalam rangka pola perencanaan pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai," katanya di Banjarnegara, Jumat (29/8).
Menurut dia, KSI itu akan lebih fokus lagi dalam rangka memelihara sungai-sungai di Indonesia.
Ia mengharapkan salah satu hasil KSI tidak hanya rekomendasi sarasehan sehingga seperti seminar biasa.
"Saya ingin kalau memang ada usulan konkret satu 'pilot project' yang menjadi aspirasi Kongres Sungai ini apa. Kita kerjakan bareng di tahun 2016," katanya.
Sementara Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat menyampaikan pidato kebudayaan dalam penutupan KSI I/2015 di Banjarnegara, Minggu (30/8), mengatakan bahwa kongres tersebut bukan akhir dari suatu kegiatan tetapi merupakan awal dari hajatan besar bersama memulihkan kembali kesejahteraan alam dan sungai, serta untuk kesejahteraan manusia secara lestari.
"Kita sadar bahwa kesejahteraan alam tergantung kesejahteraan manusia dan kesejahteraan manusia tergantung kesejahteraan alam," katanya.
Menurut dia, kesejahteraan tersebut dicapai melalui kerja nyata berupa gerak tanam, gerak bersih, gerak santun, gerak seni, gerak tari, dan gerak budaya serta gerak gotong royong.
Ia mengatakan bahwa orientasi pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi, secara tidak sadar menindas elemen hidup dasar nonekonomi seperti budaya, ekologi, dan politik.
Akibat hilangnya budaya arif dalam memanfaatkan sungai, kata dia, kualitas ekologi sungai semakin merosot, dan terpinggirkannya masyarakat awam dalam pengambilan keputusan penting bagi hidupnya.
"Melemahnya kearifan lokal dan perspektif ekologi dalam memanfaatkan sungai, pemanfaat hanya menggunakan pertimbangan untung-rugi dalam mengambil manfaat sungai. Mereka menginternalisasikan keuntungan sebagai milik pribadi, mengeksternalisasikan biaya lingkungan kepada masyarakat," katanya.
Menurut dia, sungai tidak hanya menghubungan budaya agraris dan budaya bahari tetapi juga menyatukan ekosistem pegunungan dengan lautan sehingga ketiganya menjadi satu kesatuan ekosistem kepulauan atau maritim yang utuh.
Ia mengatakan bahwa satuan sosio-ekologis tersebut menjadi fondasi kekuatan bangsa dalam perwujudan poros maritim global.
"Kebijakan atau politik pengelolaan dan pemanfaatan sungai serta konservasi daerah aliran sungai yang selama ini ditentukan dari atas ke bawah, perlu dilengkapi dengan partisipasi aktif masyarakat umum, khususnya para penerima dampak," katanya.
Bertitik tolak dari refleksi sejumlah musibah di Banjarnegara, dia mengusulkan DAS Serayu dijadikan sebagai model "satu sungai, satu perencanaan, dan satu pengelola" dengan kawasan perdesaan sebagai satuan sasaran pembangunan.
Saat menjadi pembicara dalam "studium general" KSI I/2015, Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Endah Murniningtyas mengatakan bahwa tema ketahanan air masuk sebagai bagian prioritas di Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015-2019 yang telah disetujui DPR-RI.
Pada aspek perencanaan, kata dia, tata kelola sumber daya air dari hulu sampai hilir tidak lagi dilakukan sendiri-sendiri.
Menurut dia, ketahanan air yang didukung keterpaduan konservasi sumber daya air merupakan kunci pembangunan berkelanjutan.
"Dahulu kehutanan sendiri mengurus hulu, pekerjaan umum di tengah, lalu di hilir juga ada yang menangani sendiri-sendiri, sekarang kami coba tata kelola yang terpadu dan saling terintegrasi dari hulu ke hilir" katanya.
KSI justru menjadi tonggak dari revolusi pengelolaan DAS karena telah melahirkan sebuah rekomendasi yang tertuang dalam "Maklumat Serayu".
Berikut isi "Maklumat Serayu" yang dilahirkan dalam KSI I/2015:
"Maklumat Serayu
Kongres Sungai Indonesia
Air itu hidupku, sungai itu nadiku, maritim itu budayaku. Kami peserta Kongres Sungai Indonesia menyadari bahwa sungai-sungai di Indonesia dalam kondisi sekarat, yang ditandai oleh:
1. Pencemaran sungai telah membahayakan kehidupan.
2. Banjir dan kekeringan semakin ekstrem.
3. Keanekaragaman hayati sungai hilang.
4. Sumber penghidupan hilang.
5. Rasa hormat terhadap sungai hilang.
6. Pendangkalan, penyempitan dan rusaknya sempadan sungai, serta rusaknya daerah aliran sungai.
Memahami urgensi di atas, demi kelangsungan hidup bersama, kami sepakat untuk menjalankan revolusi pengelolaan dan kawasan daerah aliran sungai.
Banjarnegara, 30 Agustus 2015
Keputusan peserta Kongres Sungai Indonesia".
Lahirnya "Maklumat Serayu" itu bukanlah tanpa alasan karena kondisi sungai-sungai besar di Indonesia sudah dalam tahapan kritis dan memprihatinkan, salah satunya Sungai Serayu di Jawa Tengah.
Sungai Serayu yang mata airnya berada di Pegunungan Dieng dan bermuara di pantai selatan Jawa dengan melintasi Kabupaten Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, dan Cilacap sejauh 150 kilometer itu mengalami kerusakan yang cukup parah akibat sedimentasi.
Wakil Bupati Banjarnegara Hadi Supeno mengatakan bahwa laju sedimentasi Sungai Serayu mencapai 4,2 juta meter kubik per tahun.
"Bahkan, material sedimentasi di Waduk Mrica, Banjarnegara, telah mencapai 25 juta meter kubik," kata dia yang juga Ketua Umum FSB II/2015.
Selain Sungai Serayu, laju sedimentasi Sungai Citanduy di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat juga cukup tinggi karena mencapai 760 ribu meter kubik per tahun sehingga mengakibatkan penyempitan laguna Segara Anakan, Kabupaten Cilacap.
Luas laguna Segara Anakan pada tahun 1903 mencapai 6.460 hektare, berdasarkan pemetaan yang dilakukan pada tahun 2012 hanya tersisa sekitar 500 hektare.
Hadi mengatakan bahwa KSI memperoleh momentum yang sangat strategis dengan kosongnya regulasi tentang air di Indonesia.
"Setelah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 dicabut oleh Mahkamah Konstitusi, sekarang Indonesia harus kembali ke Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan," katanya,
Menurut dia, UU Pengairan itu sudah tidak sesuai lagi untuk menjawab persoalan-persoalan lingkungan hidup, sungai, dan air.
Oleh karena itu, dia mengharapkan kegiatan tersebut melahirkan rekomendasi perwujudan gerakan kedaulatan air, sungai, dan pengairan bagi kelangsungan hidup dan kesejahteraan bersama.
"Kalau peserta kongres itu jeli, mestinya dari kongres ini saja akan melahirkan satu konsep, minimal embrio tentang regulasi tata kelola air secara nasional," jelasnya.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani saat membuka FSB II dan KSI I Tahun 2015 di Banjarnegara, Rabu (26/8), mengatakan bahwa permasalahan sungai di Indonesia sangat banyak dan bervariasi.
"Banyak sekali rmasalah sungai dan bervariasi yang dipengaruhi oleh sifat alami sungai, fungsi sungai, serta perlakuan manusia dalam usaha memanfaatkan sungai tersebut berikut sumber daya yang dimilikinya," katanya
Menurut dia, dalam beberapa dekade terakhir hampir semua sungai sudah berubah fungsi sehingga kondisi tersebut menjadi keprihatinan bersama.
"Sungai tidak lagi diperlakukan sebagai sentrifugal kehidupan yang harus dirawat dan dilestarikan. Sebaliknya, sungai dirusak dan dicemari," katanya.
Selain itu, kata dia, sungai sudah berubah fungsi dan diperlakukan sebagai tempat pembuangan sampah, pelimbahan, dan dianggap sebagai salah satu sumber bencana.
Dia mengharapkan Kongres Sungai Indonesia dapat melahirkan gerakan kedaulatan air, sungai, dan perairan sebagai upaya dalam membangun sungai sebagai pusat peradaban kehidupan masyarakat Indonesia.
Menurut dia, Kongres Sungai Indonesia merupakan yang pertama kalinya dan diselenggarakan di Banjarnegara.
"Tentu saja saya sangat bangga bahwa Banjarnegara siap menjadi tuan rumah Kongres Sungai dan tentu saja Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi besar yang memang memiliki sumber daya alam yang sangat besar, bisa menginisiasi gerakan kedaulatan air sungai seluruh Indonesia untuk kemudian bisa dijalankan secara bergotong royong," katanya.
Saat menghadiri salah satu sarasehan dalam KSI I Tahun 2015, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Mochamad Basoeki Hadimoeljono memberikan apresiasi atas penyelenggaraan kegiatan tersebut
"Ini menjadi suatu aset dan pasti akan menjadi mitra saya dalam melaksanakan amanah mengelola sungai atau air di Indonesia. Saya bukan sedang 'lip service', ini pasti akan saya libatkan dalam program-program pengelolaan sumber daya air di Indonesia walaupun selama ini sudah diberdayakan dalam rangka pola perencanaan pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai," katanya di Banjarnegara, Jumat (29/8).
Menurut dia, KSI itu akan lebih fokus lagi dalam rangka memelihara sungai-sungai di Indonesia.
Ia mengharapkan salah satu hasil KSI tidak hanya rekomendasi sarasehan sehingga seperti seminar biasa.
"Saya ingin kalau memang ada usulan konkret satu 'pilot project' yang menjadi aspirasi Kongres Sungai ini apa. Kita kerjakan bareng di tahun 2016," katanya.
Sementara Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat menyampaikan pidato kebudayaan dalam penutupan KSI I/2015 di Banjarnegara, Minggu (30/8), mengatakan bahwa kongres tersebut bukan akhir dari suatu kegiatan tetapi merupakan awal dari hajatan besar bersama memulihkan kembali kesejahteraan alam dan sungai, serta untuk kesejahteraan manusia secara lestari.
"Kita sadar bahwa kesejahteraan alam tergantung kesejahteraan manusia dan kesejahteraan manusia tergantung kesejahteraan alam," katanya.
Menurut dia, kesejahteraan tersebut dicapai melalui kerja nyata berupa gerak tanam, gerak bersih, gerak santun, gerak seni, gerak tari, dan gerak budaya serta gerak gotong royong.
Ia mengatakan bahwa orientasi pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi, secara tidak sadar menindas elemen hidup dasar nonekonomi seperti budaya, ekologi, dan politik.
Akibat hilangnya budaya arif dalam memanfaatkan sungai, kata dia, kualitas ekologi sungai semakin merosot, dan terpinggirkannya masyarakat awam dalam pengambilan keputusan penting bagi hidupnya.
"Melemahnya kearifan lokal dan perspektif ekologi dalam memanfaatkan sungai, pemanfaat hanya menggunakan pertimbangan untung-rugi dalam mengambil manfaat sungai. Mereka menginternalisasikan keuntungan sebagai milik pribadi, mengeksternalisasikan biaya lingkungan kepada masyarakat," katanya.
Menurut dia, sungai tidak hanya menghubungan budaya agraris dan budaya bahari tetapi juga menyatukan ekosistem pegunungan dengan lautan sehingga ketiganya menjadi satu kesatuan ekosistem kepulauan atau maritim yang utuh.
Ia mengatakan bahwa satuan sosio-ekologis tersebut menjadi fondasi kekuatan bangsa dalam perwujudan poros maritim global.
"Kebijakan atau politik pengelolaan dan pemanfaatan sungai serta konservasi daerah aliran sungai yang selama ini ditentukan dari atas ke bawah, perlu dilengkapi dengan partisipasi aktif masyarakat umum, khususnya para penerima dampak," katanya.
Bertitik tolak dari refleksi sejumlah musibah di Banjarnegara, dia mengusulkan DAS Serayu dijadikan sebagai model "satu sungai, satu perencanaan, dan satu pengelola" dengan kawasan perdesaan sebagai satuan sasaran pembangunan.
Saat menjadi pembicara dalam "studium general" KSI I/2015, Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Endah Murniningtyas mengatakan bahwa tema ketahanan air masuk sebagai bagian prioritas di Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015-2019 yang telah disetujui DPR-RI.
Pada aspek perencanaan, kata dia, tata kelola sumber daya air dari hulu sampai hilir tidak lagi dilakukan sendiri-sendiri.
Menurut dia, ketahanan air yang didukung keterpaduan konservasi sumber daya air merupakan kunci pembangunan berkelanjutan.
"Dahulu kehutanan sendiri mengurus hulu, pekerjaan umum di tengah, lalu di hilir juga ada yang menangani sendiri-sendiri, sekarang kami coba tata kelola yang terpadu dan saling terintegrasi dari hulu ke hilir" katanya.
Pewarta : Sumarwoto
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Terpopuler - Pumpunan
Lihat Juga
"Sepenggal Kisah" BPJS Ketenagakerjaan bagi penggali kubur dan pemandi jenazah
22 November 2024 21:06 WIB