Bahan baku boleh sama, tapi kepiawaian meracik resep itulah yang membedakan rasa setiap masakan. Kecakapan menjaga resep itu pula yang menjadi salah satu kiat sukses rumah makan Bu Better hingga bisa bertahan sampai hari ini.

         Kalau diukur dengan perjalanan waktu menjalankan rumah makan, bisnis ayam tim Bu Better memang tidak agresif. Sudah berdiri 40 tahun lebih, namun hingga saat ini "hanya" memiliki empat rumah makan. Menjaga kestabilan rasa menjadi alasan mengapa tidak mau buka cabang di luar Solo.

         Bandingkan dengan bisnis waralaba lokal yang baru belakangan lahir namun amat agresif membuka gerai baru.

         Kendati rumah makannya laris manis, rumah makan ini sampai saat ini baru memiliki tiga cabang atau empat tempat, termasuk di induknya di Palur Solo. Semua rumah makan berlokasi di Kota Solo.

         Ayam tim Bu Better boleh dibilang sebagai ikon kelezatan produk olahan tradisional ayam di kota berslogan "The Spirit of Java" ini. Kelezatannya sudah merasuki lidah, dua bahkan tiga generasi.

         Memang banyak menu ayam goreng di Solo, namun hanya sedikit yang memiliki keunikan rasa sekaligus lezat. Ayam tim racikan Bu Better salah satu dari yang sedikit itu.

         Penggemar ayam tim ini lintas generasi, mulai dari anak, remaja, hingga orang tua. Penggemarnya pun bukan hanya warga Solo dan sekitarnya.

         Banyak pelancong dari luar kota yang menjadikan ayam tim Bu Better sebagai target utama wisata kuliner ketika mereka mendarat di kota yang pernah dipimpin Joko Widodo, kini Presiden RI.

         Kelezatan itu pula yang menjadikan ayam tim ini acap dibawa sebagai oleh-oleh ke luar pulau dan mancanegara.

         Rasa ayam tim ini memang "ngangeni" (bikin rindu). Oleh karena itu bagi yang pernah merasakannya, mereka bakal kembali menyantapnya.

         Meski berbahan baku ayam kampung, ayam tim Bu Better begitu empuk ketika dikunyah sehingga cocok bagi segala usia. Bumbunya pun merasuk sampai ke tulang. Rasa gurih, manis, dan kelembutan tekstur daging ayam itulah yang bikin banyak orang ketagihan.

         "Setiap ke Solo, saya sempatkan beli. Rasanya memang beda, lebih lezat. Kalau sambalnya tidak beda dengan yang lain," kata Sulistiyawati (42 tahun).

    
Resep
    Monica Victoria Yayuk Nurhidayati, menantu Bu Better yang kini mengelola rumah makan bersama suaminya, Handoko, sedikit membuka resep kelezatan. Handoko adalah anak semata wayang Bu Better.

         Di luar sejumlah rempah yang dijadikan bumbu utama, perempuan 55 tahun itu mengungkapkan cara memasak ayam tim yang sama sekali tidak berubah ketika resep ini dipakai oleh Bu Better pada 1969.

         Untuk mengukus ayam kampung, Yayuk hanya memakai kayu karet. Setiap bulan setidaknya membutuhkan dua truk untuk mengukus ayam tim.

         "Kayu karet memiliki panas tinggi. Butuh waktu sekitar 1-1,5 jam untuk mengukus ayam hingga empuk," katanya.

         Ia pernah mencoba menggunakan elpiji, namun rasanya beda.

         Karena mempertahankan rasa adalah bisnis utama rumah makan ini, maka Yayuk tetap setia menggunakan kayu karet meskipun untuk memperolehnya tidak selalu mudah.

         Yayuk menceritakan setiap hari setidaknya membutuhkan 400 ekor ayam kampung. Bahkan setiap menjelang Lebaran harus menyiapkan 900 ekor per hari.

         "Kami hanya terima ayam kampung yang hidup di luar kandang, bukan yang dipelihara di kandang seperti ayam broiler. Rasanya jauh beda," ucapnya.

         Ayam tim racikannya kini tidak hanya disantap untuk hari ini, tapi bisa bertahan hingga satu bulan. Teknologi kemasan kedap (vacum) menjadikan ayam tim Bu Better bisa bertahan lama meski diolah tanpa bahan pengawet.

         "Cukup disimpan di dalam kulkas, bisa bertahan sampai sebulan. Ketika mau dimakan, tinggal dipanaskan atau dikukus ulang," ucap Yayuk ketika ditemui di rumah makannya di Palur Solo, Jumat.

         Ia menjamin tidak ada perubahan kelezatan setelah ayam tim disimpan dengan benar dalam kulkas.

    
Dipatenkan
     Rumah Makan Ayam Tim Dewi Sri Bu Better berdiri sejak 1969. Namanya mengacu pada pemilik sekaligus penemu resep, Better, yang kini sudah berusia 80 tahun, namun masih sehat.

         Kelezatan ayam tim Bu Better sudah dirasakan oleh tiga generasi. "Anak-anak dan remaja yang sekarang ke sini, itu karena orang tuanya juga biasa makan di sini. Mungkin juga orang tua mereka dulu sering beli ayam tim kami," tutur Yayuk.

         Handoko dan Yayuk menyadari persaingan bisnis memang kian keras sehingga ia merasa perlu melindunginya dari praktik peniruan atau penggunaan nama Bu Beter secara tidak sah.

         Mereka akhirnya mendaftarkan nama Ayam Tim Goreng Dewi Sri Bu Better dan memperoleh paten pada 2001.

         Pasangan yang dikaruniai enam anak dan tujuh cucu itu tergolong sosok yang hati-hati sehingga tak mudah tergoda menambah cabang baru meskipun sejumlah bank bakal dengan senang hati menambah modal kerja.

         Namun di luar kemudahan memperoleh tambahan modal kerja, Handoko dan Yayuk mengaku belajar banyak tentang pembukuan unit usaha dari Bank BTPN.

         "Pelatihan pembukuan bisnis dari BTPN sangat bermanfaat," puji Yayuk.

         Corporate Communication Head Bank BTPN, Eny Yuliati, ketika dikonfirmasi menyatakan Rumah Makan Bu Better memang nasabah istimewa.

         "Bank BTPN ikut bangga menjadi bagian sukses dari perjalanan Rumah Makan Bu Better," katanya.

         Hem... Ayam Tim Bu Better memang "lekker" (sedap). "Lekker" bagi bank, juga untuk penyuka menu ayam. (Editor: Masuki M. Astro)