TPID Berperan Penting Kendalikan Inflasi
Rabu, 23 Desember 2015 11:04 WIB
Pembeli dan penjual bertransaksi di los sembako Pasar Bandarjo, Ungaran, Kabupaten Semarang, Jateng. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/Rei/hp/15.
Menurut dia, selama ini kehebatan TPID Jateng sudah diakui secara nasional. Artinya Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan Wilayah V Jateng-DIY dinilai mampu bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi hingga level Kabupaten dan Kota untuk menstabilisasi harga terutama bahan pangan.
Dikatakan, selama ini komoditas bahan pangan merupakan salah satu indikator utama yang berpengaruh terhadap fluktuasi inflasi. Oleh karena itu, ketika pasokan terjamin maka inflasi juga menjadi lebih stabil.
"Dalam hal ini semua pihak harus mengakui kehebatan TPID dalam memantau harga komoditas utama pemicu inflasi tersebut," katanya.
Diakuinya, meski dari sisi cara pemantauan sudah cukup baik, ada beberapa hal lain yang juga harus diperhatikan. Salah satu yang menjadi masalah adalah masih banyak komoditas pertanian hasil panenan Jawa Tengah yang dengan cepat keluar daerah.
"Seperti misalnya bawang merah, hari ini panen bawang merah, dua hari kemudian hasil panenan kita ini sudah sampai ke pasar besar di Jakarta. Kalau kita mau mendatangkan lagi tentu harganya semakin tinggi," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya menilai Pemerintah perlu melakukan pembenahan sistem distribusi. Menurut dia, ketika sistem dapat dikelola lebih efisien baik dengan regulasi atau tanpa regulasi maka kondisi ekonomi akan jauh lebih baik.
"Artinya, jika panenan Jawa Tengah harus tinggal di Jateng dengan harga yang baik itu pasti akan menjadi jauh lebih baik bagi Jateng," katanya.
Paling tidak perlu ada kebijakan dari Pemerintah terkait berapa persen hasil panenan dari Jateng yang harus dijual di pasaran Jateng dan berapa persen yang bisa dijual di pasar luar Jateng.
"Bagaimanapun juga petani akan mengutamakan sisi bisnis, mereka akan menjual hasil panen dengan harga yang lebih tinggi. Dalam hal ini bagaimana Pemerintah memberikan harga dasar pada setiap komoditas, dengan adanya jaminan tersebut maka kondisi pasar akan menjadi jauh lebih baik," katanya.
Inflasi Terkendali
Ika mengatakan, hingga penghujung akhir tahun ini inflasi Jawa Tengah selalu berada di level wajar yaitu tidak pernah lebih tinggi dari prediksi awal dari Bank Indonesia.
Sebelumnya, Bank Indonesia menyatakan inflasi pada tahun ini berada sekitar level 4. Jika hingga akhir bulan ini bisa di bawah 4 akan jauh lebih baik, tetapi kalaupun harus melebihi itu, Ika mengatakan kecil kemungkinan lebih dari 5 persen.
"Kenapa inflasi di level 4 ini baik karena prediksi pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen berarti secara riil kita masih mengalami kenaikan daya beli," katanya.
Terkait dengan daya beli, Ika mengatakan pengendalian daya beli yang artinya tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu rendah penting dilakukan.
Menurut dia, konsep yang terpenting pada suatu perekonomian adalah ketika daya beli mengalami kenaikan tetapi inflasi tidak lebih tinggi dari daya beli.
Ika mengatakan, karena jika inflasi lebih tinggi berarti daya beli secara riil akan kembali tergerus atau menurun.
"Jadi posisi yang terbaik adalah ketika daya beli secara nominal naik dan berpengaruh terhadap kenaikan inflasi, di sisi lain adalah level inflasi ini tidak boleh lebih tinggi dari kenaikan daya beli itu sendiri," katanya.
Dengan kondisi tersebut, maka kenaikan daya beli akan memberikan manfaat yang baik bagi pertumbuhan ekonomi, karena jika daya beli naik tetapi inflasi juga tinggi artinya tidak ada kenaikan daya beli secara riil.
"Dalam hal ini, peran TPID penting untuk menjaga daya beli dan menjaga inflasi agar tetap berada di level wajar namun memberikan manfaat yang riil bagi pertumbuhan ekonomi daerah," katanya.
TPID Jaga Kondisi Pasar
Sementara itu, Kepala Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan Wilayah V Jawa Tengah-DIY Iskandar Simorangkir mengatakan selama ini TPID berkomitmen menjaga kondisi pasar.
Menurut dia, jika sewaktu-waktu terjadi gejolak harga maka TPID langsung melakukan operasi pasar sehingga masyarakat tidak terkena dampak kenaikan harga yang berlebihan.
"Kami melakukan pemantauan harga komoditas pangan di pasaran melalui sistem informasi harga dan produksi komoditi (sihati). Pada dasarnya sistem ini berperan menekan inflasi di Jawa Tengah," kata Wakil Ketua TPID Jateng tersebut.
Iskandar mengatakan, melalui sihati tersebut seluruh pihak yang menjadi unsur TPID dapat memantau harga melalui ponsel berbasis android masing-masing.
"Melalui pantauan ini jika kami melihat ada lonjakan harga yang berlebihan, anggota TPID bisa melakukan pertemuan virtual melalui layanan 'chatting'," katanya.
Sejauh ini, diakuinya sistem tersebut memberikan manfaat langsung pada kondisi ekonomi di Jawa Tengah. Terbukti, inflasi Jateng hingga saat ini masih relatif terkendali.
"Sekarang inflasi kita 'year to date' di level 1,73 persen. Artinya tidak ada gejolak inflasi seperti yang dialami oleh beberapa provinsi lain di Pulau Jawa," katanya.
Pihaknya pun berupaya memastikan kondisi yang sama akan terjadi di tahun depan. Harapannya, inflasi pada tahun ini bisa menjadi gambaran positif pada inflasi tahun depan yang diprediksikan berada di level 4+/-1 persen.
Dikatakan, selama ini komoditas bahan pangan merupakan salah satu indikator utama yang berpengaruh terhadap fluktuasi inflasi. Oleh karena itu, ketika pasokan terjamin maka inflasi juga menjadi lebih stabil.
"Dalam hal ini semua pihak harus mengakui kehebatan TPID dalam memantau harga komoditas utama pemicu inflasi tersebut," katanya.
Diakuinya, meski dari sisi cara pemantauan sudah cukup baik, ada beberapa hal lain yang juga harus diperhatikan. Salah satu yang menjadi masalah adalah masih banyak komoditas pertanian hasil panenan Jawa Tengah yang dengan cepat keluar daerah.
"Seperti misalnya bawang merah, hari ini panen bawang merah, dua hari kemudian hasil panenan kita ini sudah sampai ke pasar besar di Jakarta. Kalau kita mau mendatangkan lagi tentu harganya semakin tinggi," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya menilai Pemerintah perlu melakukan pembenahan sistem distribusi. Menurut dia, ketika sistem dapat dikelola lebih efisien baik dengan regulasi atau tanpa regulasi maka kondisi ekonomi akan jauh lebih baik.
"Artinya, jika panenan Jawa Tengah harus tinggal di Jateng dengan harga yang baik itu pasti akan menjadi jauh lebih baik bagi Jateng," katanya.
Paling tidak perlu ada kebijakan dari Pemerintah terkait berapa persen hasil panenan dari Jateng yang harus dijual di pasaran Jateng dan berapa persen yang bisa dijual di pasar luar Jateng.
"Bagaimanapun juga petani akan mengutamakan sisi bisnis, mereka akan menjual hasil panen dengan harga yang lebih tinggi. Dalam hal ini bagaimana Pemerintah memberikan harga dasar pada setiap komoditas, dengan adanya jaminan tersebut maka kondisi pasar akan menjadi jauh lebih baik," katanya.
Inflasi Terkendali
Ika mengatakan, hingga penghujung akhir tahun ini inflasi Jawa Tengah selalu berada di level wajar yaitu tidak pernah lebih tinggi dari prediksi awal dari Bank Indonesia.
Sebelumnya, Bank Indonesia menyatakan inflasi pada tahun ini berada sekitar level 4. Jika hingga akhir bulan ini bisa di bawah 4 akan jauh lebih baik, tetapi kalaupun harus melebihi itu, Ika mengatakan kecil kemungkinan lebih dari 5 persen.
"Kenapa inflasi di level 4 ini baik karena prediksi pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen berarti secara riil kita masih mengalami kenaikan daya beli," katanya.
Terkait dengan daya beli, Ika mengatakan pengendalian daya beli yang artinya tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu rendah penting dilakukan.
Menurut dia, konsep yang terpenting pada suatu perekonomian adalah ketika daya beli mengalami kenaikan tetapi inflasi tidak lebih tinggi dari daya beli.
Ika mengatakan, karena jika inflasi lebih tinggi berarti daya beli secara riil akan kembali tergerus atau menurun.
"Jadi posisi yang terbaik adalah ketika daya beli secara nominal naik dan berpengaruh terhadap kenaikan inflasi, di sisi lain adalah level inflasi ini tidak boleh lebih tinggi dari kenaikan daya beli itu sendiri," katanya.
Dengan kondisi tersebut, maka kenaikan daya beli akan memberikan manfaat yang baik bagi pertumbuhan ekonomi, karena jika daya beli naik tetapi inflasi juga tinggi artinya tidak ada kenaikan daya beli secara riil.
"Dalam hal ini, peran TPID penting untuk menjaga daya beli dan menjaga inflasi agar tetap berada di level wajar namun memberikan manfaat yang riil bagi pertumbuhan ekonomi daerah," katanya.
TPID Jaga Kondisi Pasar
Sementara itu, Kepala Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan Wilayah V Jawa Tengah-DIY Iskandar Simorangkir mengatakan selama ini TPID berkomitmen menjaga kondisi pasar.
Menurut dia, jika sewaktu-waktu terjadi gejolak harga maka TPID langsung melakukan operasi pasar sehingga masyarakat tidak terkena dampak kenaikan harga yang berlebihan.
"Kami melakukan pemantauan harga komoditas pangan di pasaran melalui sistem informasi harga dan produksi komoditi (sihati). Pada dasarnya sistem ini berperan menekan inflasi di Jawa Tengah," kata Wakil Ketua TPID Jateng tersebut.
Iskandar mengatakan, melalui sihati tersebut seluruh pihak yang menjadi unsur TPID dapat memantau harga melalui ponsel berbasis android masing-masing.
"Melalui pantauan ini jika kami melihat ada lonjakan harga yang berlebihan, anggota TPID bisa melakukan pertemuan virtual melalui layanan 'chatting'," katanya.
Sejauh ini, diakuinya sistem tersebut memberikan manfaat langsung pada kondisi ekonomi di Jawa Tengah. Terbukti, inflasi Jateng hingga saat ini masih relatif terkendali.
"Sekarang inflasi kita 'year to date' di level 1,73 persen. Artinya tidak ada gejolak inflasi seperti yang dialami oleh beberapa provinsi lain di Pulau Jawa," katanya.
Pihaknya pun berupaya memastikan kondisi yang sama akan terjadi di tahun depan. Harapannya, inflasi pada tahun ini bisa menjadi gambaran positif pada inflasi tahun depan yang diprediksikan berada di level 4+/-1 persen.
Pewarta : Aris Wasita
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Terpopuler - Pumpunan
Lihat Juga
"Sepenggal Kisah" BPJS Ketenagakerjaan bagi penggali kubur dan pemandi jenazah
22 November 2024 21:06 WIB