Ikadi: tidak ada Hubungannya Antara Jihad dengan Aksi Terorisme
Rabu, 30 Maret 2016 10:07 WIB
Ketua Umum IKADI, KH Ahmad Satori Ismail (ANTARA FOTO/Fanny Octavianus)
"Jadi, tidak ada hubungan antara jihad dan syahid dengan aksi- aksi terorisme yang terjadi, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Mereka tidak paham makna sebenarnya jihad dan syahid dan jelas tidak mengerti Islam," kata Satori di Jakarta, Selasa.
Satori mengatakan, sejak dahulu warisan Islam adalah kelembutan. Islam menyuruh umatnya untuk berdakwah secara hikmat, memberikan nasihat secara baik, bahkan berdialog juga harus dengan baik.
"Islam itu lembut, indah, rahmatan lil alamin. Itulah inti ajaran Islam," kata Satori.
Menurut dia, berjihad bisa dengan berbagai macam cara, bisa menggunakan harta, tenaga, kekuatan, jiwa, dan lain-lain. Di era penjajahan, jihad memang dilakukan dengan segala daya, baik ekonomi, budaya, hingga mengangkat senjata.
"Ketika kita sudah tidak dijajah secara fisik, maka perjuangan kita bukan angkat senjata. Tapi dengan memerdekakan negeri ini dari berbagai pengaruh asing, kemiskinan, sehingga bangsa Indonesia menjadi negara yang adil dan makmur sesuai UUD 45," tutur Satori.
Bukan bangsa sendiri
Hal senada diungkapkan Guru Besar Ilmu Sosiologi Agama UIN Syarief Hidayatullah Prof Dr Bambang Pranowo, MA.
Menurut Bambang Pranowo, jihad dan syahid di zaman modern ini bukan dengan cara teror, apalagi memerangi bangsa sendiri.
"Kalau di Indonesia jelas tidak bisa diterapkan istilah jihad dan syahid karena negara kita tidak dalam perang. Jadi, apa yang diusung para pelaku aksi terorisme seperti bom Thamrin dan juga kelompok Santoso di Poso, jelas salah dalam menafsirkan jihad dan syahid," jelas Bambang.
Ia menilai mereka yang keliru menafsirkan arti jihad dan syahid itu karena pemahaman agama Islam yang masih dangkal serta terbutakan oleh berbagai macam propaganda radikalisme yang dinilai lebih menarik, jelas, tegas, dan memberi jawaban pada persoalan mereka.
"Mereka tahunya sederhana bahwa syahid itu mati ala perang. Padahal tidak seperti itu. Dalam sebuah hadits disebutkan orang yang keluar rumah untuk menuntut ilmu terus meninggal dunia, juga termasuk syahid fii sabilillah dan memiliki derajat yang tinggi di mata Allah. Jadi, syahid itu bukan hanya dengan berperang," katanya.
Bambang menjelaskan di dalam negeri yang damai seperti di Indonesia, maka orang kafir pun harus dilindungi oleh negara, kecuali orang itu ingin mengusir dan mengganggu agama Islam.
"Tidak ada alasan menghalalkan kata jihad dan syahid bagi pelaku terorisme, apalagi ingin merusak perdamaian di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," katanya.
Karena itu, lanjut Bambang, umat, terutama generasi muda, harus diberikan pemahaman dan pengertian tentang jihad dan syahid, baik melalui para ulama, dunia pendidikan, maupun penerbitan buku-buku.
Satori mengatakan, sejak dahulu warisan Islam adalah kelembutan. Islam menyuruh umatnya untuk berdakwah secara hikmat, memberikan nasihat secara baik, bahkan berdialog juga harus dengan baik.
"Islam itu lembut, indah, rahmatan lil alamin. Itulah inti ajaran Islam," kata Satori.
Menurut dia, berjihad bisa dengan berbagai macam cara, bisa menggunakan harta, tenaga, kekuatan, jiwa, dan lain-lain. Di era penjajahan, jihad memang dilakukan dengan segala daya, baik ekonomi, budaya, hingga mengangkat senjata.
"Ketika kita sudah tidak dijajah secara fisik, maka perjuangan kita bukan angkat senjata. Tapi dengan memerdekakan negeri ini dari berbagai pengaruh asing, kemiskinan, sehingga bangsa Indonesia menjadi negara yang adil dan makmur sesuai UUD 45," tutur Satori.
Bukan bangsa sendiri
Hal senada diungkapkan Guru Besar Ilmu Sosiologi Agama UIN Syarief Hidayatullah Prof Dr Bambang Pranowo, MA.
Menurut Bambang Pranowo, jihad dan syahid di zaman modern ini bukan dengan cara teror, apalagi memerangi bangsa sendiri.
"Kalau di Indonesia jelas tidak bisa diterapkan istilah jihad dan syahid karena negara kita tidak dalam perang. Jadi, apa yang diusung para pelaku aksi terorisme seperti bom Thamrin dan juga kelompok Santoso di Poso, jelas salah dalam menafsirkan jihad dan syahid," jelas Bambang.
Ia menilai mereka yang keliru menafsirkan arti jihad dan syahid itu karena pemahaman agama Islam yang masih dangkal serta terbutakan oleh berbagai macam propaganda radikalisme yang dinilai lebih menarik, jelas, tegas, dan memberi jawaban pada persoalan mereka.
"Mereka tahunya sederhana bahwa syahid itu mati ala perang. Padahal tidak seperti itu. Dalam sebuah hadits disebutkan orang yang keluar rumah untuk menuntut ilmu terus meninggal dunia, juga termasuk syahid fii sabilillah dan memiliki derajat yang tinggi di mata Allah. Jadi, syahid itu bukan hanya dengan berperang," katanya.
Bambang menjelaskan di dalam negeri yang damai seperti di Indonesia, maka orang kafir pun harus dilindungi oleh negara, kecuali orang itu ingin mengusir dan mengganggu agama Islam.
"Tidak ada alasan menghalalkan kata jihad dan syahid bagi pelaku terorisme, apalagi ingin merusak perdamaian di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," katanya.
Karena itu, lanjut Bambang, umat, terutama generasi muda, harus diberikan pemahaman dan pengertian tentang jihad dan syahid, baik melalui para ulama, dunia pendidikan, maupun penerbitan buku-buku.
Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Terpopuler - Politik dan Hankam
Lihat Juga
Zulkifli Hasan Berharap Jakarta Kembali Tenang dan Damai Setelah Pilkada
02 February 2017 6:50 WIB, 2017
Agus: Saya hanya Sampaikan "Salam Hormat" ke Pak Maruf dan Pengurus PBNU
01 February 2017 19:04 WIB, 2017
" Presiden Jokowi Ingin Bertemu Saya, Tapi Dilarang Dua-Tiga di Sekeliling Beliau," Kata SBY
01 February 2017 18:35 WIB, 2017
Tim Anies-Sandi: Kegiatan PT MWS pada Masyarakat Tentang Reklamasi Pulau G Memaksakan Ambisi
01 February 2017 17:17 WIB, 2017
Setnov: NU Salalu Hadir sebagai Organisasi yang Suarakan Perdamaian dan Kesejukan
01 February 2017 16:41 WIB, 2017
Ahok Menyayangkan ada Pihak yang Mengadu Domba bahwa Dia Menghina Integritas PBNU
01 February 2017 16:12 WIB, 2017
Din: Tudingan Ahok Terhadap Maruf Bernada Sarkastik dan Sangat Menghina
01 February 2017 15:58 WIB, 2017
SBY perlu Klarifikasi Pernyataan Kuasa Hukum Ahok yang Mengkaitkan Fatwa MUI
01 February 2017 14:56 WIB, 2017