DPR minta Pemerintah Lengkapi Aturan Penyadapan Terorisme
Kamis, 13 Juli 2017 16:47 WIB
ANTARA (FOTO/Basri Marzuki)
Jakarta, ANTARA JATENG - Ketua Panitia Khusus revisi Undang-Undang nomor
15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, M. Syafii,
meminta pemerintah melengkapi aturan penyadapan terduga teroris agar
tidak menyalahi aturan yang berlaku.
"Itu penyadapan kita sepakati namun kontennya kami serahkan kepada pemerintah. Di dalam RUU Terorisme itu tentang penyadapan tidak disebutkan izinya dari siapa, waktunya lama, dan pertanggungjawabannya ke mana, serta persyaratannya apa," kata Syafii di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa penyadapan selain harus diatur peraturan bawah level UU. Selain itu ada hal-hal yang harus dipenuhi misalnya spesifikasi alat perekam, tujuan merekam, indentitas yang merekam, dan kapan pelaksanaannya.
"Lalu rekaman tidak boleh ditunjukan kepada siapa pun, tidak boleh dibocorkan dengan alasan apa pun, kemudian alat perekamnya itu tidak boleh dipinjamkan, disewakan, dan diperjualbelikan," ujarnya. "Rekaman penyadapan jangan dibuka sebelum proses pengadilan. Karena kalau di pengadilan tidak boleh dibuka."
"Itu penyadapan kita sepakati namun kontennya kami serahkan kepada pemerintah. Di dalam RUU Terorisme itu tentang penyadapan tidak disebutkan izinya dari siapa, waktunya lama, dan pertanggungjawabannya ke mana, serta persyaratannya apa," kata Syafii di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa penyadapan selain harus diatur peraturan bawah level UU. Selain itu ada hal-hal yang harus dipenuhi misalnya spesifikasi alat perekam, tujuan merekam, indentitas yang merekam, dan kapan pelaksanaannya.
"Lalu rekaman tidak boleh ditunjukan kepada siapa pun, tidak boleh dibocorkan dengan alasan apa pun, kemudian alat perekamnya itu tidak boleh dipinjamkan, disewakan, dan diperjualbelikan," ujarnya. "Rekaman penyadapan jangan dibuka sebelum proses pengadilan. Karena kalau di pengadilan tidak boleh dibuka."
Pewarta : Imam Budilaksono
Editor :
Copyright © ANTARA 2024