Kudus, ANTARA JATENG - Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) meminta pemerintah lebih memprioritaskan gula tani untuk dijual ke pasaran, dibandingkan dengan gula impor.

"Pasalnya, hingga kini gula tani belum terserap ke pasaran karena pedagang masih belum berani membeli khawatir dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen," kata Sekjen DPN APTRI M. Nur Khabsyin saat dihubungi dari Kudus, Selasa.

Dikatakan, stok gula di pasaran saat ini penuh, sehingga gula kristal putih impor yang beredar di pasar agar dihentikan sampai akhir 2017 untuk memberi ruang gula tani bisa masuk pasar.

Atas permasalahan tersebut, kata dia, DPN APTRI bersama perwakilan petani tebu menggelar pertemuan dengan pedagang dan produsen gula rafinasi di Kementerian Perdagangan hari ini (15/8).

Hanya saja, lanjut dia, pedagang bersedia membeli gula tani dengan persyaratan harus sudah ada keputusan soal PPN.

Terkait harga, kata dia, hingga kini belum ada penawaran.

Keinginan petani, kata dia, harga gula tani dibeli Rp11.000 per kilogramnya karena hasil rata-rata lelang tahun lalu serta mempertimbangkan biaya pokok produksinya yang mencapai Rp10.600/kg.

Permintaan agar gula impor dihentikan sementara, kata dia, sudah dijawab oleh produsen gula rafinasi untuk menghentikan sementara distribusi gula impor ke pasar konsumsi.

Sementara permintaan agar mereka membeli gula tani, kata dia, hingga kini belum ada kesanggupan.

Terkait temuan gula oplosan dengan "raw sugar" impor yang diduga berasal dari pabrik gula milik BUMN, kata dia, hasil pertemuan sebelumnya sudah dijawab oleh Kementerian Perdagangan bahwa temuan tersebut akan disampaikan kepada Menteri BUMN.

Demikian halnya, terkait tuntutan kompensasi rendemen rendah dan kompensasi dari impor tahun 2016 yang belum dibayarkan, kata Khabsyin, juga akan disampaikan kepada Menteri BUMN.