MAKI: Setya Novanto bisa Dijemput Paksa
Senin, 11 September 2017 17:25 WIB
Dokumentasi Unjuk Rasa Korupsi KTP Elektronik. Pengunjuk rasa membawa poster Ketua DPR Setya Novanto saat aksi di depan gedung KPK, Jakarta, Kamis (7/9/2017). Aksi dari Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (Prodem) itu meminta KPK tegas untuk segera menunt
Jakarta, ANTARA JATENG - Koordinator LSM Masyarakat Antikorupsi Indonesia
(MAKI) Boyamin Saiman, menyatakan Setya Novanto bisa dijemput paksa
oleh penyidik KPK setelah dua kali mangkir dari pemanggilan untuk
pemeriksaan.
"Setya Novanto mangkir panggilan KPK hari ini, maka setelah panggilan kedua harus dengan upaya paksa membawa atau menangkap," katanya kepada Antara di Jakarta, Senin.
Hal itu, kata dia, demi keadilan karena dirinya juga pernah mengalami upaya paksa perintah atau membawa meski masih menjadi saksi, setelah panggilan pertama tidak hadir di Polres Jakarta Selatan.
"Upaya paksa harus dilakukan, itu demi keadilan," tegasnya.
Setya Novanto, tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek KTP-elektronik (KTP-e) pada 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri tidak memenuhi panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin, karena sakit.
"Saya barusan dari rumah sakit. Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, kemarin setelah Pak Novanto berolahraga lalu kemudian gula darah naik setelah diperiksa ternyata implikasi ginjal dan tadi malam diperiksa ternyata juga ada pengaruh dengan jantung," kata Sekjen Partai Golkar Idrus Marham di Gedung KPK di Jakarta, Senin.
KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-e) pada 2011-2012 di Kemendagri, Senin (17/7).
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan saudara SN (Setya Novanto) anggota DPR RI periode 2009-2014 sebagai tersangka karena diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada Kemendagri," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, Senin (17/7).
Setnov disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Setya Novanto juga telah mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang perdana praperadilan Novanto dijadwalkan pada Selasa (12/9).
"Setya Novanto mangkir panggilan KPK hari ini, maka setelah panggilan kedua harus dengan upaya paksa membawa atau menangkap," katanya kepada Antara di Jakarta, Senin.
Hal itu, kata dia, demi keadilan karena dirinya juga pernah mengalami upaya paksa perintah atau membawa meski masih menjadi saksi, setelah panggilan pertama tidak hadir di Polres Jakarta Selatan.
"Upaya paksa harus dilakukan, itu demi keadilan," tegasnya.
Setya Novanto, tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek KTP-elektronik (KTP-e) pada 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri tidak memenuhi panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin, karena sakit.
"Saya barusan dari rumah sakit. Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, kemarin setelah Pak Novanto berolahraga lalu kemudian gula darah naik setelah diperiksa ternyata implikasi ginjal dan tadi malam diperiksa ternyata juga ada pengaruh dengan jantung," kata Sekjen Partai Golkar Idrus Marham di Gedung KPK di Jakarta, Senin.
KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-e) pada 2011-2012 di Kemendagri, Senin (17/7).
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan saudara SN (Setya Novanto) anggota DPR RI periode 2009-2014 sebagai tersangka karena diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada Kemendagri," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, Senin (17/7).
Setnov disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Setya Novanto juga telah mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang perdana praperadilan Novanto dijadwalkan pada Selasa (12/9).
Pewarta : Riza Fahriza
Editor :
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Setya Novanto pelesiran di Padalarang, ini yang dilakukan Kanwil Hukum dan HAM Jabar
15 June 2019 8:00 WIB, 2019
Fahri Menilai KPK Bertindak Sembrono dengan Membocorkan SPPD Novanto
07 November 2017 14:48 WIB, 2017
Setya Novanto Selalu Bantah Pertanyaan Hakim Saat jadi Saksi Andi Narogong
03 November 2017 13:07 WIB, 2017