Purwokerto, ANTARA JATENG - Puluhan wartawan yang bertugas di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah berunjuk rasa untuk menuntut pengusutan kekerasan yang dialami jurnalis saat meliput pembubaran paksa aksi penolakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Baturraden.

Dalam unjuk rasa yang digelar di halaman Pendapa Si Panji, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Selasa siang, sempat terjadi kericuhan antara wartawan dan personel Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Banyumas.

Kericuhan tersebut bermula saat wartawan hendak memasuki halaman Pendapa Si Panji, personel Satpol PP berusaha menutup pintu gerbang sehingga terjadi aksi dorong.

Bahkan ketika wartawan menanyakan personel Satpol PP yang melakukan tindak kekerasan terhadap jurnalis, mereka menyatakan jika Satpol PP tidak terlibat.

 

Sesampainya di halaman Pendapa Si Panji, wartawan secara bergantian berorasi menuntut agar kasus kekerasan terhadap kontributor/wartawan Metro TV Darbe Tyas yang melibatkan personel Satpol PP dan Kepolisian Resor Banyumas diusut tuntas.

Tuntutan tersebut langsung disampaikan wartawan kepada Bupati Banyumas Achmad Husein yang datang menemui mereka.

Saat wartawan melakukan aksi meletakkan kartu identitas pers di hadapan Bupati Banyumas yang disertai dengan tabur bunga, kericuhan kembali terjadi karena salah seorang personel Satpol PP melarang para jurnalis menabur bunga.

Sontak salah seorang kontributor televisi swasta nasional, Saladin terpancing emosinya sehingga mencecar personel Satpol PP itu.

Wartawan lainnya pun ikut terpancing emosinya dan berusaha mengejar personel Satpol PP yang telah diamankan ke pos penjagaan.

Kericuhan tersebut akhirnya dapat diredam setelah sejumlah pejabat berupaya melerai.

Sementara saat menyampaikan pernyataan sikap, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Kabupaten Banyumas Sigit Oediarto mengatakan PWI Banyumas mengutuk aksi kekerasan terhadap wartawan yang sedang meliput.

"PWI Banyumas meminta kepada pelaku tindak kekerasan terhadap wartawan untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku," katanya.

Terkait tuntutan tersebut, Bupati Banyumas Achmad Husein menyampaikan permohonan maaf atas kejadian pada Senin (9/10) malam.

Menurut dia, pihaknya akan memproses kasus tersebut terutama terhadap personel Satpol PP yang terlibat.

"Yang pasti dari saya tidak ada perintah sama sekali, dari Kasatpol PP juga tidak ada perintah sama sekali, berarti ini perkembangan di lapangan. Maka saya akan proses," tegasnya.

Saat wartawan mengatakan jika saat kejadian ada pejabat namun tidak berusaha melerai, Bupati langsung bertanya ke Kasatpol PP Imam Pamungkas.

Imam mengakui jika dia memang berada di lokasi kejadian.

Akan tetapi ketika Bupati bertanya apakah dia berusaha memisahkan, Imam terdiam.

Sementara saat diberi kesempatan untuk berbicara, Imam Pamungkas mengaku saat di lokasi kejadian, hanya satu orang wartawan yang dikenalnya.

"Saya hanya mengenal mbak ini saja (fotografer Harian Suara Merdeka Dian Aprilianingrum, red.), yang lainnya saya tidak kenal bahwa wartawan," katanya.

Menurut dia, petugas yang berusaha menghalangi wartawan saat meliput dan meminta mereka menghapus foto maupun video dari kamera bukanlah personel Satpol PP.

Kendati demikian, dia mengatakan pihaknya melakukan penyelidikan internal terhadap personel Satpol PP yang terlihat aksi kekerasan terhadap wartawan.

Selain itu, dia juga meminta maaf atas kejadian tersebut.

Akan tetapi pernyataan Kasatpol PP disangkal oleh Dian karena fotografer itu melihat seragam personel yang memukuli kontributor Metro TV di halaman pendapa.

"Kalau di sini Satpol PP, kalau di sana (samping gerbang, red.) bukan. Dua kali," katanya.

Setelah Bupati Banyumas memastikan akan memroses kasus kekerasan yang dialami wartawan, para jurnalis pun membubarkan diri.

Dalam kesempatan terpisah, Kepala Polres Banyumas Ajun Komisaris Besar Polisi Bambang Yudhantara Salamun mendatangi Gedung PWI Banyumas untuk menyampaikan permintaan maaf secara langsung kepada wartawan yang telah berkumpul di tempat itu.

"Saya meminta maaf kepada seluruh pers atas insiden yang tidak diharapkan ini. Kami akan mengusut tuntas siapa oknum yang telah melakukan tindak kekerasan terhadap jurnalis Metro TV," katanya.

Ia mengatakan pihaknya saat ini tengah melakukan investigasi terhadap kasus kekerasan tersebut dan akan memberi sanksi tegas terhadap anggota Polri yang terlibat dalam insiden itu.

Bahkan, kata dia, pihaknya tidak akan segan memberikan sanksi pidana terhadap oknum tersebut jika korban memberikan laporan kepada polisi.

Oleh karena itu, lanjut dia, pihaknya siap memfasilitasi secara penuh kepada korban jika akan memberikan laporan kepada polisi.


PWI Mengecam
Sementara dalam pernyataan sikapnya, Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah Amir Machmud NS mengutuk tindakan penghalang-halangan terhadap tugas wartawan dan kekerasan oleh aparat kepolisian dan Satpol PP yang menimpa wartawan di Banyumas.

"Tindakan kekerasan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 3 ayat 1 bahwa pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Lalu, Pasal 4 ayat 3 bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Kemudian Pasal 6 butir a bahwa pers nasional melaksanakan peranannya, memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui," katanya.

Terkait dengan hal itu, kata dia, PWI Jateng mendesak Polres Banyumas agar menindak pelaku tindak kekerasan tersebut, baik perseorangan maupun kelompok sesuai dengan hukum yang berlaku, termasuk memrosesnya dengan mekanisme Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Kami meminta kepada Kapolres Banyumas dan Bupati Banyumas untuk meminta maaf secara terbuka kepada insan pers di Banyumas khususnya, dan Indonesia pada umumnya. Kami juga meminta kepada Kapolres Banyumas dan Bupati Banyumas untuk mengembalikan sejumlah barang milik wartawan yang hilang di dalam peristiwa tersebut, serta mengganti kerusakan yang ditimbulkan," katanya.

Ia mengimbau masyarakat, terutama pejabat pemerintah dan aparat keamanan untuk membudayakan sikap mendahulukan dialog ketimbang kekerasan dalam hal apa pun.