"Kita tidak bisa kemudian hanya melihat kondisi di Indonesia saja. Ketika wisata antariksa di dunia menjadi salah satu mimpi yang menjadi kenyataan pengaruh global itu pasti ada ke Indonesia, jadi perlu dilihat pada apa aspek di mana Indonesia bisa berperan di sana," kata Djamaluddin, di Jakarta, Rabu.
Bisa dilihat apakah wisata antariksa itu hanya sekedar melihat saja atau sambil melakukan eksperimen. Saat ini, ia mengatakan sudah mulai banyak yang menyediakan jasa melakukan eksperimen di luar angkasa.
Misalnya, ada sekolah-sekolah di Indonesia yang ditawari pihak lain seperti America Serikat (AS) untuk melakukan eksperimen mengirimkan sesuatu keluar angkasa. Hasilnya tentu akan dimanfaatkan mereka.
Padahal, menurut Djamaluddin, bisa saja Indonesia melakukan dan memanfaatkannya sendiri, meski masih menggunakan sarana America Serikat, Eropa atau Jepang. "Tapi kita bisa mengadakannya sendiri, untuk kepentingan sendiri dari segi bisnis," katanya.
Ekonomi keantariksaan ini juga dibahas Wakil Dekan Riset dan Inovasi FEB Universitas Diponegoro, Firmansyah, dalam paparannya di seminar. Bahwa uang mengalir deras hingga jutaan dolar Amerika Serikat untuk bisnis ini benar-benar terjadi, bahkan ketika program wisata keantariksaan yang ditawarkan masih dalam bentuk rencana.
Untuk saat ini, menurut dia, bisnis keantariksaan yang sudah menjadi sumber ekonomi langsung adalah hasil dari penginderaan jauh melalui satelit yang pemanfaatannya begitu luas di masyarakat.
Penguatan bisnis dari pengembangan teknologi keantariksaan ini juga perlu ditonjolkan. "Persaingan bisnis untuk ekonomi baru ini sudah gegap gempita di luar sana, kita harus ikut serta dan itu harus dimulai dari sekarang," katanya.
Peta jalan ekonomi keantariksaan ini juga sudah perlu disiapkan agar capaian di masa depan bisa dievaluasi.