Temanggung, (Antaranews Jateng) - Sekitar dua tahun terakhir, setelah Pemerintah Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, mengikuti perhelatan SCAA (Speciality Coffee Association of America) Expo di Atlanta, Amerika Serikat, pada April 2016, nama kopi Temanggung semakin terkenal.

Pada kontes kopi yang dikuti negara-negara penghasil kopi di dunia tersebut, kopi Temanggung menyabet juara kedua.

Melihat hasil tersebut tentu dapat meningkatkan pamor produk kopi Temanggung, yang layak untuk ikut berbicara di kancah internasional dan kopi Temanggung semakin banyak dicari.

Meskipun kopi Temanggung sudah semakin terkenal, pemerintah kabupaten setempat tidak ingin ada industri besar kopi masuk di wilayah tersebut, karena untuk melindungi produk kopi rumah tangga yang sudah menjamur di kawasan antara Gunung Sumbing dan Sindoro tersebut.

Pemerintah Kabupaten Temanggung mendukung pengembangan industri kopi rakyat yang tumbuh di tengah masyarakat di sejumlah desa.

"Saya tidak ingin industri besar masuk ke sini, biarkan pengolahan kopi dikelola industri rumah tangga yang berada di setiap desa agar masyarakat semakin sejahtera," kata Bupati Temanggung, Bambang Sukarno.

Kabupaten Temanggung merupakan salah satu sentra penghasil kopi di Provinsi Jawa Tengah, baik kopi jenis robusta maupun arabika.

"Beberapa waktu lalu ada orang pernah ngomong sama saya untuk membuat pabrik kopi di Temanggung, tetapi saya tidak mengizinkannya," katanya.

Biarkan masyarakat di Gesing, Jlegong, dan desa lainnya mempunyai produk kopi sendiri-sendiri dan inilah ciri khas kopi Temanggung.

Menurut dia yang justru harus dikembangkan adalah bagaimana mengolah kopi sesui keinginan orang mancanegara, agar kopi Temanggung semakin laku di luar negeri.

Permintaan kopi Temanggung dari luar daerah dan dari luar negeri cukup tinggi, terutama untuk jenis kopi arabika karena kekhasan aroma dan rasanya.

Namun, produksi kopi arabika masih sedikit sehingga perlu perluasan lahan kopi dan Pemkab Temanggung akan menjalin kerja sama dengan Perhutani untuk memanfaatkan kawasan hutan produksi di lereng Gunung Sumbing, Sindoro, dan Prahu untuk pengembangan kopi arabika.

"Kawasan hutan milik Perhutani di lereng Gunung Sumbing, Sindoro, dan Prahu bisa dikelola untuk penanaman kopi melalui lembaga masyarakat desa hutan (LMDH)," katanya.

Hingga sekarang luas lahan kopi arabika di Temanggung masih relatif kecil sekitar 1.800 hektare, sedangkan luas lahan kopi robusta mencapai 11.000 hektare. Produktivitas rata-rata kopi arabika dan robusta lima ton per hektare.

Menanggapi usulan Bupati Temanggung untuk pengembangan budi daya kopi arabika di kawasan hutan, Perum Perhutani menyambut dengan baik.

Perum Perhutani Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Temanggung, menyiapkan lahan sekitar 400 hektare di kawasan hutan untuk pengembangan tanaman kopi.

"Kami menyambut baik usulan Bupati Temanggung yang akan mengembangkan tanaman kopi di kawasan lahan hutan," kata Asisten Perhutani (Asper) Temanggung, Yudi Noviar.

Ia mengatakan kawasan pengembangan tanaman kopi tersebut berada di empat resor pemangku hutan (RPH), yakni Kecepit, Kwadungan, Kemloko, dan Jumprit.

Tanaman kopi yang dikembangkan jenis arabika, karena kawasan hutan tersebut berada di ketinggian lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut.

Tanaman kopi tersebut nantinya dikelola oleh lembaga masyarakat desa hutan (LMDH).

Menurut dia tanaman kopi tidak akan merusak tanaman hutan yang ada, karena ditanam di sela-sela tanaman yang sudah ada dan tanaman kopi juga butuh tanaman naungan.

"Dengan adanya tanaman kopi ini justru memperkaya jenis tanaman yang sudah ada," katanya.

Selama ini BKBH Temanggung telah bekerja sama dengan LMDH untuk mengelola sekitar 295 hektare lahan hutan dengan tanaman kopi.

Kawasan hutan yang telah ditanami kopi tersebut, yakni di RPH Kecepit seluas 13 hektare, RPH Kwadungan 69 hektare, dan RPH Jumprit seluas 213 hektare.

"Kerja sama yang kami lakukan selama ini menggunakan sistem bagi hasil dengan perbandingan 70 persen untuk LMDH dan 30 persen untuk Perhutani," katanya.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Temanggung, Masrik Amin Zuhdi mengatakan untuk mengangkat produk atau komoditas perlu kesungguhan dan komitmen dari pemerintah.

Pemerintah Kabupaten Temanggung telah merintis kopi sejak 2013 hingga menjadi seperti sekarang ini. Awalnya harus dibangun lewat komitmen, dari awal mempunyai lahan kopi robusta 10.000an hektare, sepertiganya merupakan milik kebun swasta dan PTP dan sekitar 1.200 hektare tanaman kopi arabika di daerah Kledung, Bansari, dan tretep.

"Sedikit sekali yang kopi arabika dibudidayakan, padahal kalau melihat potensi lahannya ada sekitar 28 ribu hektare untuk kopi arabika," katanya.

Minat menanam kopi arabika sedikit sekali karena dulu ada pandangan bahwa tanaman lain akan mengayomi tanaman tembakau yang selama ini menjadi idola petani.

Pada 1980an pernah dikembangkan satu juta kopi arabika lini S dan arabika kate tetapi gagal, karena oleh petani sengaja dibuat tidak hidup, sehingga dari satu juta tanaman kopi tersebut tinggal tersisa sekitar 3.000an arabika lini S dan arabika kate.

Namun, kemudian dilakukan "review" program kopi ini pada tahun 2013 dengan melakukan kerja sama dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakau (Puslitkoka) dan Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri).

Pada awal kerja sama, dilakukan penyusunan master plan dan membuat workshop awal, karena ada potensinya tetapi belum bisa dikembangkan.

Semula tanaman kopi hasilnya masih berupa kopi "jotos" (ijo atos/hijau keras), karena biji belum merah sudah dipetik. Kopi hanya dijual di pohon atau glondong kering, belum ada orang mengolah kopi.

Setelah kerja sama dengan Puslitkoka dengan memagangkan beberapa petani untuk mendapatkan pelatihan, mereka mengikuti bermacam program, mulai dari kursus singkat budi daya sampai pascapanen dan uji citarasa kopi hingga balistra (cara penyajian) satu orang 3-4 hari dengan biaya Rp5 juta.

"Hal ini yang saya maksud tadi harus ada komitmen, kalau dinas mau mengembangkan kopi harus ada komitmen. Komitmen dengan DPRD untuk masalah penganggaran, kalau tidak ada penganggaran putus di tengah jalan, karena anggarannya cukup besar," katanya.

Memberangkatkan 10 orang untuk pelatihan budi daya selama 4 hari butuh biaya Rp60 juta, kemudian kursus citarasa untuk 5 orang butuh Rp30 juta, hal ini terkait dengan peningkatan kapasitas SDM.

Kemudian di sisi lain, kopi itu juga harus dilihat kondisinya, rata-rata tanaman kopi di Temanggung itu sudah tua, untuk itu harus diremajakan.

"Mereka yang sudah dilatih bisa membuat olahan kopi bermunculanlah kini kafe-kafe di Temanggung, semua kontes diikuti, semua festival diikuti, sampai bupati ikut promosi ke Atlanta dan Rusia demi untuk memperkenalkan kopi Temanggung dengan harapan bisa menyejahterakan masyarakat," katanya.