Jepara (Antaranews Jateng) - Warga Kecamatan Bangsri, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, berencana melakukan pengujian debu PLTU Tanjungjati B di laboratorium independen untuk memastikan polusi debu tersebut berbahaya atau tidak karena warga mengkhawatirkan adanya dampak terhadap kesehatan.

"Berdasarkan hasil pertemuan dengan warga Desa Bondo, Kecamatan Bangsri, akhirnya disepakati untuk melakukan pengujian di laboratorium independen sebagai pembanding," kata Ketua Forum Warga Tanjungjati Bersatu Hadi Priyanto di Jepara, Jumat.

Ia mengatakan keinginan warga untuk melakukan pengujian di laboratorium independen menyusul pernyataan Kepala Humas PT PLN Tanjungjati B  Grahita yang menyatakan bahwa abu PLTU yang selama ini menerpa pemukiman penduduk dukuh Margokerto, Desa Bondo bukan masuk kategori limbah bahan berbahaya dan beracun.

Bahkan, lanjut dia, debu batu bara tersebut juga dianggap sama dengan debu tanah dan pasir

Pertemuan dengan warga RT 04 RW 08 Desa Bondo yang terpapar paling parah, katanya, digelar Kamis (13/9).

Menurut Hadi, laboratorium pembanding ini sangat penting sebab untuk mengetahui secara pasti apakah debu yang dihirup oleh warga setiap hari masuk kategori abu jenis apa.

 Apalagi, lanjut dia, ketika musim angin timur seperti sekarang ini tidak hanya beterbangan hingga ke kawasan pertanian, bahkan masuk ke rumah-rumah penduduk. 

 "Warga juga banyak yang terserang penyakit saluran pernafasan sehingga perlu ada perhatian serius," ujarnya. 

Ia berharap dengan adanya pengujian laboratoriium secara independen itu juga untuk memastikan apakah polusi debu tersebut tergolong dalam kategori limbah berbahaya dan beracun seperti dalam Peraturan Pemerintah nomor 101/2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun atau tidak.

Forum Warga Tanjungjati Bersatu juga sedang meminta salinan dokumen laporan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan ke Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jepara. 

"Kami juga sudah berkonsultasi dengan beberapa elemen yang peduli lingkungan, seperti Walhi Jateng," ujarnya. 
 
Ia menjelaskan warga ingin hidup berdampingan dengan PLTU, tetapi PLTU juga wajib menjaga dan melindungi lingkungan masyarakat sekitar. 

 Dalam pertemuan dengan warga, katanya, juga disepakti untuk menambah kepengurusan yang semula berjumlah 14 orang menjadi 20 orang. 

Penambahan pengurus tersebut, lanjut dia, untuk mengakomodir unsur perempuan dan pemuda. 
 
"Setelah kepengurusan lengkap, kami akan segera menyampaikan secara resmi kepada para pemangku kepentingan tentang pembentukan forum," ujarnya. 

Forum tersebut, kata dia, sebetulnya tidak perlu ada, jika pemerintah peka terhadap persoalan yang dihadapi warganyanya.     

Penasehat Forum Warga Tanjungjati Bersatu Nuriharjo bersama Mantan Kadus Margokerto Sudriyo dan Mantan Kades Bondo Bambang Supriyono meminta agar warga tetap kompak dan jangan mudah dipecah belah.      
 
"Forum yang dibentuk akan bertindak transparan dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat. Kami ingin ada langkah-langkah konstruktif dan jangka panjang. Bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sesaat," ujar Nuriharjo.

 Ia juga meminta segera dilakukan inventarisasi keluhan masyarakat, termasuk  penyakit yang banyak diderita masyarakat.  

"Semoga penyakit silikosis dan antrakosis yang banyak ditimbulkan oleh  pembakaran fosil tidak berkembang di wilayah kami. Karena itu perlu pemeriksaan rutin secara mendalam," ujarnya.

 Ia menilai pengobatan gratis tidak diperlukan karena di Puskesmas dan gereja juga sudah ada program tersebut. 

"Pemeriksaan dengan fototorak perlu dilakukan terhadap warga yang diduga terpapar dampak abu terbang dan emeisi gas buang. Sebab masa inkubasi penyakit ini antara 2-4 tahun," ujarnya.