91.750 akseptor peserta KB di Kudus
Senin, 10 Desember 2018 17:42 WIB
KUDUS - Petugas kesehatan tengah memasang keluarga berencana (KB) implant. (FOTO: Akhmad Nazaruddin Lathif)
Kudus (Antaranews Jateng) - Jumlah peserta program keluarga berencana (KB) aktif per Oktober 2018 di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, mencapai 91.750 akseptor atau 66,91 persen dari total pasangan usia subur (PUS) sebanyak 137.118 pasangan.
"Dari jumlah peserta KB sebanyak 91.750 orang, terbanyak dari Kecamatan Jekulo sebanyak 13.207 akseptor, sedangkan Kecamatan Dawe berjumlah 13.142 akseptor," kata Ketua PLKB Cabang Kudus Yasri di Kudus, Senin.
Sementara jumlah peserta KB paling sedikit, yakni di Kecamatan Kota tercatat 7.368 akseptor.
Metode kontrasepsi yang diminati masyarakat, yakni jenis IUD, implant, medis operasi wanita (MOW), medis operasi pria (MOP), suntik, pil, dan kondom.
Jenis kontrasepsi yang paling banyak diminati, yakni KB suntik dengan jumlah peminat mencapai 69.997 orang, disusul pil sebanyak 9.915 orang, dan paling sedikit KB jenis MOP atau vasektomi.
Sementara jumlah peserta KB baru hingga bulan Oktober 2018 tercatat sebanyak 15.896 orang atau 79,66 persen dari target perkiraan permintaan masyarakat (PPM) yang dipatok oleh BKKBN.
"Jumlah PPM yang ditetapkan oleh BKKBN sebanyak 19.955 orang," ujarnya.
Sementara itu berdasar update pendataan keluarga yang dilaksanakan pada tahun 2018 hingga bulan Oktober 2018 didapatkan salah satunya data tentang prosentase jumlah PUS bukan peserta KB berdasarkan alasan tidak ber-KB di Kabupaten Kudus.
Dari update pendataan keluarga tersebut diketahui beberapa alasan paling dominan PUS tidak ber-KB, yakni karena sedang hamil, alasan kesehatan, tidak menyetujui KB, tidak tahu tentang KB, takut efek samping, pelayanan KB yang jauh, dan tidak mampu karena KB mahal.
"Dari berbagai faktor tersebut alasan takut efek samping adalah yang paling tinggi dengan prosentase sebanyak 8,83 persen," ujarnya.
Ia menduga alasan takut efek samping ber-KB pada masyarakat ini dipengaruhi banjir infomasi yang menyesatkan tentang KB yang banyak beredar di media sosial dan internet dewasa ini.
Melalui medsos, kata dia, banyak infomasi salah yang beredar tentang alat kontrasepsi ber-KB seperti informasi salah tentang implant yang konon bisa berpindah hingga organ dalam seperti jantung dan paru-paru atau pemasangan IUD yang informasi menyesatkan mengatakan dapat berkarat di organ reproduksi, dan sebagainya.
Oleh sebab itu diperlukan upaya untuk terus memberikan edukasi dan penyuluhan kepada masyarakat khususnya para Pasangan Usia Subur (PUS) tentang alat kontrasepsi dan KB secara benar.
Apabila masyarakat memang membutuhan informasi tentang alat kontrasepsi dan KB hendaknya dapat mencari infomasi kepada petugas yang kompeten seperti petugas kesehatan atau Penyuluh KB.
Sebab dengan lkut ber-KB menggunakan alat kontrasepsi modern diharapkan dapat turut mewujudan masyarakat yang sehat dan sejahtera.
"Dari jumlah peserta KB sebanyak 91.750 orang, terbanyak dari Kecamatan Jekulo sebanyak 13.207 akseptor, sedangkan Kecamatan Dawe berjumlah 13.142 akseptor," kata Ketua PLKB Cabang Kudus Yasri di Kudus, Senin.
Sementara jumlah peserta KB paling sedikit, yakni di Kecamatan Kota tercatat 7.368 akseptor.
Metode kontrasepsi yang diminati masyarakat, yakni jenis IUD, implant, medis operasi wanita (MOW), medis operasi pria (MOP), suntik, pil, dan kondom.
Jenis kontrasepsi yang paling banyak diminati, yakni KB suntik dengan jumlah peminat mencapai 69.997 orang, disusul pil sebanyak 9.915 orang, dan paling sedikit KB jenis MOP atau vasektomi.
Sementara jumlah peserta KB baru hingga bulan Oktober 2018 tercatat sebanyak 15.896 orang atau 79,66 persen dari target perkiraan permintaan masyarakat (PPM) yang dipatok oleh BKKBN.
"Jumlah PPM yang ditetapkan oleh BKKBN sebanyak 19.955 orang," ujarnya.
Sementara itu berdasar update pendataan keluarga yang dilaksanakan pada tahun 2018 hingga bulan Oktober 2018 didapatkan salah satunya data tentang prosentase jumlah PUS bukan peserta KB berdasarkan alasan tidak ber-KB di Kabupaten Kudus.
Dari update pendataan keluarga tersebut diketahui beberapa alasan paling dominan PUS tidak ber-KB, yakni karena sedang hamil, alasan kesehatan, tidak menyetujui KB, tidak tahu tentang KB, takut efek samping, pelayanan KB yang jauh, dan tidak mampu karena KB mahal.
"Dari berbagai faktor tersebut alasan takut efek samping adalah yang paling tinggi dengan prosentase sebanyak 8,83 persen," ujarnya.
Ia menduga alasan takut efek samping ber-KB pada masyarakat ini dipengaruhi banjir infomasi yang menyesatkan tentang KB yang banyak beredar di media sosial dan internet dewasa ini.
Melalui medsos, kata dia, banyak infomasi salah yang beredar tentang alat kontrasepsi ber-KB seperti informasi salah tentang implant yang konon bisa berpindah hingga organ dalam seperti jantung dan paru-paru atau pemasangan IUD yang informasi menyesatkan mengatakan dapat berkarat di organ reproduksi, dan sebagainya.
Oleh sebab itu diperlukan upaya untuk terus memberikan edukasi dan penyuluhan kepada masyarakat khususnya para Pasangan Usia Subur (PUS) tentang alat kontrasepsi dan KB secara benar.
Apabila masyarakat memang membutuhan informasi tentang alat kontrasepsi dan KB hendaknya dapat mencari infomasi kepada petugas yang kompeten seperti petugas kesehatan atau Penyuluh KB.
Sebab dengan lkut ber-KB menggunakan alat kontrasepsi modern diharapkan dapat turut mewujudan masyarakat yang sehat dan sejahtera.
Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Zuhdiar Laeis
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Kudus lokasi BKKBN canangkan layanan KB di tempat kerja serentak di 24 provinsi
16 May 2024 0:57 WIB