BNPB: Warga Pati diminta tak menebang pohon di Pegunungan Kendeng
Rabu, 15 Januari 2020 19:26 WIB
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo berdialog dengan warga didampingi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo dan Bupati Pati Haryanto di Desa Sumbersari, Kecamatan Kayen, Pati, Rabu (15/1/2020). (FOTO ANTARA/HO-Dok.)
Pati (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengimbau warga Kabupaten Pati, Jawa Tengah, agar tidak menebangi pepohonan di Pegunungan Kendeng sebagai upaya mengurangi dampak bencana alam, seperti banjir bandang yang kerap terjadi di daerah setempat.
"Mulai sekarang jangan mudah menebang dan menggunduli lahan di Pegunungan Kendeng. Selain diharapkan menanam tanaman keras, warga bisa menanam tumbuhan lain di sela-sela pohon tersebut," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo saat menghadiri kegiatan penghijauan di Pegunungan Kendeng di Desa Sumbersari, Kecamatan Kayen, Pati, Rabu.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo juga ikut hadir setelah sebelumnya menghadiri penanaman pohon di Pegunungan Kendeng, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus.
Baca juga: 3 juta pohon bakal ditanam di Pegunungan Kendeng
Baca juga: Pegunungan Kendeng Terus Dihijaukan
Ia berharap tanaman yang ada di bawahnya juga memiliki nilai jual dan banyak dibutuhkan oleh dunia industri.
Terkait kondisi Pegunungan Kendeng, kata dia, terdapat 12.000 hektare lahan kritis dan membutuhkan sekitar 4,8 juta pohon untuk menghijaukan kembali.
Jika penghijauan berhasil, dia optimistis banjir bandang yang kerap terjadi di Sukolilo dan Kayen dapat berkurang.
"Saat ini di hulu gundul, air hujan nggak ada resapan. Sementara itu ada sedimentasi sungai, sehingga sungainya dangkal," ujarnya.
Masyarakat setempat disarankan menanam tanaman di bawah teduhan berupa tanaman rempah-rempah, dan tanaman lain yang mempunyai nilai jual dan dibutuhkan oleh dunia industri.
"Jika memiliki nilai jual, kemungkinan kecil mereka akan menebangnya," ujarnya.
Apalagi, lanjut dia, di Jawa Tengah banyak industri jamu yang dimungkinkan membutuhkan pasokan rempah-rempah.
Berdasarkan data dari International Trade Center yang dihimpun BNPB, kata Doni, saat ini kebutuhan global atsiri, aroma terapi, kosmetik, dan farmasi yang bersumber dari rempah-rempah, nilainya bahkan mencapai USD 427 miliar.
"Negara Indonesia dulunya juga terkenal terkena sebagai penghasil penghasil rempah-rempah, bahkan salah satu perusahaan Belanda yang dikenal dengan VOC bisa meraup untung hingga USD 7,9 triliun dari hasil penjualan rempah-rempah," ujarnya.
Ia bahkan menyinggung soal komoditi porang yang kini sedang populer dipakai sebagai bahan pembuatan mie shirataki dan beras shirataki.
"Indonesia memiliki potensi sebagai penghasil porang terbesar di dunia. Di sela-sela tanaman keras warga bisa tanam tanaman porang," ujarnya berharap.
Sementara itu, Bupati Pati Haryanto mengungkapkan Pemkab Kudus juga sudah melakukan penghijauan, termasuk dari Karang Taruna Pati juga menanam 80.000 pohon di berbagai lokasi.
"Mulai sekarang jangan mudah menebang dan menggunduli lahan di Pegunungan Kendeng. Selain diharapkan menanam tanaman keras, warga bisa menanam tumbuhan lain di sela-sela pohon tersebut," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo saat menghadiri kegiatan penghijauan di Pegunungan Kendeng di Desa Sumbersari, Kecamatan Kayen, Pati, Rabu.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo juga ikut hadir setelah sebelumnya menghadiri penanaman pohon di Pegunungan Kendeng, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus.
Baca juga: 3 juta pohon bakal ditanam di Pegunungan Kendeng
Baca juga: Pegunungan Kendeng Terus Dihijaukan
Ia berharap tanaman yang ada di bawahnya juga memiliki nilai jual dan banyak dibutuhkan oleh dunia industri.
Terkait kondisi Pegunungan Kendeng, kata dia, terdapat 12.000 hektare lahan kritis dan membutuhkan sekitar 4,8 juta pohon untuk menghijaukan kembali.
Jika penghijauan berhasil, dia optimistis banjir bandang yang kerap terjadi di Sukolilo dan Kayen dapat berkurang.
"Saat ini di hulu gundul, air hujan nggak ada resapan. Sementara itu ada sedimentasi sungai, sehingga sungainya dangkal," ujarnya.
Masyarakat setempat disarankan menanam tanaman di bawah teduhan berupa tanaman rempah-rempah, dan tanaman lain yang mempunyai nilai jual dan dibutuhkan oleh dunia industri.
"Jika memiliki nilai jual, kemungkinan kecil mereka akan menebangnya," ujarnya.
Apalagi, lanjut dia, di Jawa Tengah banyak industri jamu yang dimungkinkan membutuhkan pasokan rempah-rempah.
Berdasarkan data dari International Trade Center yang dihimpun BNPB, kata Doni, saat ini kebutuhan global atsiri, aroma terapi, kosmetik, dan farmasi yang bersumber dari rempah-rempah, nilainya bahkan mencapai USD 427 miliar.
"Negara Indonesia dulunya juga terkenal terkena sebagai penghasil penghasil rempah-rempah, bahkan salah satu perusahaan Belanda yang dikenal dengan VOC bisa meraup untung hingga USD 7,9 triliun dari hasil penjualan rempah-rempah," ujarnya.
Ia bahkan menyinggung soal komoditi porang yang kini sedang populer dipakai sebagai bahan pembuatan mie shirataki dan beras shirataki.
"Indonesia memiliki potensi sebagai penghasil porang terbesar di dunia. Di sela-sela tanaman keras warga bisa tanam tanaman porang," ujarnya berharap.
Sementara itu, Bupati Pati Haryanto mengungkapkan Pemkab Kudus juga sudah melakukan penghijauan, termasuk dari Karang Taruna Pati juga menanam 80.000 pohon di berbagai lokasi.
Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Mugiyanto
Copyright © ANTARA 2024