WHO perbarui pedoman COVID-19 pascakabar baik
Rabu, 17 Juni 2020 17:45 WIB
"Deksamethasone" disebut ampuh sembuhkan COVID-19
Seoul (ANTARA) - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan sedang memperbarui pedomannya dalam merawat penderita COVID-19 untuk mencerminkan hasil uji klinis yang menunjukkan steroid yang murah dan umum dapat membantu menyelamatkan pasien yang sakit kritis.
Hasil uji coba yang diumumkan pada Selasa itu menunjukkan deksametason, yang digunakan sejak tahun 1960-an untuk mengurangi peradangan pada penyakit seperti radang sendi, memangkas tingkat kematian sekitar sepertiga di antara pasien COVID-19 yang sakit parah yang dirawat di rumah sakit.
Pedoman klinis WHO untuk merawat pasien yang terinfeksi virus corona baru ditujukan untuk dokter dan profesional medis lainnya dan berupaya menggunakan data terbaru untuk memberi tahu dokter tentang cara terbaik untuk mengatasi semua fase penyakit, dari pemeriksaan hingga dinyatakan pulih.
Meskipun hasil penelitian deksametason masih dini, para peneliti di balik proyek mengatakan mereka menyarankan agar obat harus segera menjadi perawatan standar pada pasien.
Untuk pasien yang menggunakan ventilator, pengobatan terbukti mengurangi kematian sekitar sepertiga, dan untuk pasien yang hanya membutuhkan oksigen, mortalitas turun sekitar seperlima, menurut temuan awal yang dibagikan kepada WHO.
Manfaat obat itu hanya ditemukan pada pasien yang menderita sakit COVID-19 parah dan tidak terjadi pada pasien dengan penyakit ringan.
Berita positif itu muncul ketika infeksi virus corona meningkat di beberapa tempat termasuk Amerika Serikat dan ketika Beijing membatalkan sejumlah penerbangan untuk membantu mengatasi wabah baru di ibukota China itu.
"Ini adalah pengobatan pertama yang ditunjukkan untuk mengurangi angka kematian pada pasien dengan COVID-19 yang membutuhkan dukungan oksigen atau ventilator," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam sebuah pernyataan pada Selasa malam.
Badan itu mengatakan mereka menantikan analisis data lengkap dari penelitian dalam beberapa hari mendatang.
"WHO akan mengoordinasikan meta-analisis untuk meningkatkan pemahaman kita secara keseluruhan tentang intervensi ini. Pedoman klinis WHO akan diperbarui untuk mencerminkan bagaimana dan kapan obat harus digunakan dalam kasus COVID-19," tambah badan tersebut.
Tetapi pejabat tinggi kesehatan Korea Selatan memperingatkan tentang penggunaan obat itu untuk pasien COVID-19.
"(Itu) sudah lama digunakan di rumah sakit Korea Selatan untuk mengobati pasien dengan peradangan yang berbeda," kata Jeong Eun-kyeong, kepala Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KCDC).
"Tetapi beberapa ahli telah memperingatkan obat ini tidak hanya mengurangi respon inflamasi pada pasien, tetapi juga sistem kekebalan tubuh dan dapat memicu efek samping. KCDC sedang mendiskusikan penggunaannya untuk pasien COVID-19," katanya.
Baca juga: Update COVID-19 di Indonesia: 16.423 orang sembuh dan 41.431 kasus positif
Hasil uji coba yang diumumkan pada Selasa itu menunjukkan deksametason, yang digunakan sejak tahun 1960-an untuk mengurangi peradangan pada penyakit seperti radang sendi, memangkas tingkat kematian sekitar sepertiga di antara pasien COVID-19 yang sakit parah yang dirawat di rumah sakit.
Pedoman klinis WHO untuk merawat pasien yang terinfeksi virus corona baru ditujukan untuk dokter dan profesional medis lainnya dan berupaya menggunakan data terbaru untuk memberi tahu dokter tentang cara terbaik untuk mengatasi semua fase penyakit, dari pemeriksaan hingga dinyatakan pulih.
Meskipun hasil penelitian deksametason masih dini, para peneliti di balik proyek mengatakan mereka menyarankan agar obat harus segera menjadi perawatan standar pada pasien.
Untuk pasien yang menggunakan ventilator, pengobatan terbukti mengurangi kematian sekitar sepertiga, dan untuk pasien yang hanya membutuhkan oksigen, mortalitas turun sekitar seperlima, menurut temuan awal yang dibagikan kepada WHO.
Manfaat obat itu hanya ditemukan pada pasien yang menderita sakit COVID-19 parah dan tidak terjadi pada pasien dengan penyakit ringan.
Berita positif itu muncul ketika infeksi virus corona meningkat di beberapa tempat termasuk Amerika Serikat dan ketika Beijing membatalkan sejumlah penerbangan untuk membantu mengatasi wabah baru di ibukota China itu.
"Ini adalah pengobatan pertama yang ditunjukkan untuk mengurangi angka kematian pada pasien dengan COVID-19 yang membutuhkan dukungan oksigen atau ventilator," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam sebuah pernyataan pada Selasa malam.
Badan itu mengatakan mereka menantikan analisis data lengkap dari penelitian dalam beberapa hari mendatang.
"WHO akan mengoordinasikan meta-analisis untuk meningkatkan pemahaman kita secara keseluruhan tentang intervensi ini. Pedoman klinis WHO akan diperbarui untuk mencerminkan bagaimana dan kapan obat harus digunakan dalam kasus COVID-19," tambah badan tersebut.
Tetapi pejabat tinggi kesehatan Korea Selatan memperingatkan tentang penggunaan obat itu untuk pasien COVID-19.
"(Itu) sudah lama digunakan di rumah sakit Korea Selatan untuk mengobati pasien dengan peradangan yang berbeda," kata Jeong Eun-kyeong, kepala Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KCDC).
"Tetapi beberapa ahli telah memperingatkan obat ini tidak hanya mengurangi respon inflamasi pada pasien, tetapi juga sistem kekebalan tubuh dan dapat memicu efek samping. KCDC sedang mendiskusikan penggunaannya untuk pasien COVID-19," katanya.
Baca juga: Update COVID-19 di Indonesia: 16.423 orang sembuh dan 41.431 kasus positif
Pewarta : Gusti Nur Cahya Aryani
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Kasus COVID-19 ditemukan di Batang, pemkab imbau warga terapkan protokol kesehatan
24 December 2023 14:44 WIB