Tradisi memasak bubur "asyura" di Kudus masih dilestarikan
Jumat, 28 Agustus 2020 15:06 WIB
Seorang warga di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menata bubur "asyura" sebelum dibagikan kepada masyarakat yang menjadi tradisi 10 Muharram 1442 Hijriah. (ANTARA/Akhmad Nazaruddin Lathif)
Kudus (ANTARA) - Masyarakat Muslim di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, terutama di kompleks Menara Kudus memiliki tradisi membuat bubur "asyura" untuk dibagikan kepada masyarakat sekitar guna menyambut Hari Asyura atau 10 Muharram 1442 Hijriah.
Pembuatan bubur "asyura" yang diinisiasi oleh Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus itu, dilakukan di rumah salah seorang warga Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kudus, dengan melibatkan puluhan warga setempat, Jumat (28/8).
Menurut juru masak bubur asyura Muflichah di Kudus, tradisi pembuatan bubur "asyura" memang sudah turun temurun, termasuk di kompleks Menara Kudus sudah ada sejak lama.
Bahan-bahan yang digunakan dalam membuat bubur "asyura" tersebut, dimungkinkan berbeda-beda untuk masing-masing daerah, sedangkan di kompleks Menara Kudus menggunakan sembilan bahan berbeda.
Adapun bahan baku yang digunakan untuk membuat bubur asyura, kata dia, ada sembilan macam, yakni beras, jagung, kacang hijau, kacang kedelai, kacang tolo, ketela pohon, kacang tanah, pisang dan ubi jalar.
Sementara bumbu-bumbuan yang dipakai, yakni bumbu gulai, daun pandan, serai, kayu manis, dan garam.
Pembuatannya diperkirakan membutuhkan waktu selama tiga jam lebih sebelum disajikan untuk dibagikan kepada masyarakat.
Pada tahun ini, kata dia, bubur yang disiapkan sebanyak 1.050 porsi bubur.
Sebagian bubur yang dibuat, dibagikan kepada masyarakat sekitar, sedangkan sebagian lagi disiapkan untuk peserta barzanji.
Setelah bubur dibuat, katanya, dibagikan kepada masyarakat sekitar, termasuk dibagikan kepada peserta pengajian barzanji pada Rabu (19/9) malam.
Tradisi bubur "asyura" sendiri tidak terlepas dari kisah Nabi Nuh AS bersama umatnya ketika selamat dari banjir, kemudian sebagai bentuk rasa syukur mereka membuat bubur dengan bahan dari sisa perbekalan yang ada, kemudian bubur tersebut dikenal dengan bubur "asyura".
Muflichah menambahkan bahwa pembagian bubur asyura merupakan rangakaian dari kegiatan "Buka Luwur Makam Sunan Kudus".
Siti Maryati, salah seorang warga yang menerima bubur asyura mengaku berterima kasih karena pada 10 Muharram tahun ini bisa kembali merasakan bubur asyura.
"Setiap tahun memang sering kali menerima bubur asyura. Sedangkan untuk membuat sendiri memang tidak mudah karena membutuhkan berbagai bahan dan butuh waktu lama," ujarnya.
Untuk rasa bubur tersebut, kata dia, lezat sekali karena menggunakan berbagai macam bahan, mulai dari taburan udang, tahu, tempe, telur, kecambah, teri, jeruk pamelo, cabai, dan daging kerbau.
Pembuatan bubur "asyura" yang diinisiasi oleh Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus itu, dilakukan di rumah salah seorang warga Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kudus, dengan melibatkan puluhan warga setempat, Jumat (28/8).
Menurut juru masak bubur asyura Muflichah di Kudus, tradisi pembuatan bubur "asyura" memang sudah turun temurun, termasuk di kompleks Menara Kudus sudah ada sejak lama.
Bahan-bahan yang digunakan dalam membuat bubur "asyura" tersebut, dimungkinkan berbeda-beda untuk masing-masing daerah, sedangkan di kompleks Menara Kudus menggunakan sembilan bahan berbeda.
Adapun bahan baku yang digunakan untuk membuat bubur asyura, kata dia, ada sembilan macam, yakni beras, jagung, kacang hijau, kacang kedelai, kacang tolo, ketela pohon, kacang tanah, pisang dan ubi jalar.
Sementara bumbu-bumbuan yang dipakai, yakni bumbu gulai, daun pandan, serai, kayu manis, dan garam.
Pembuatannya diperkirakan membutuhkan waktu selama tiga jam lebih sebelum disajikan untuk dibagikan kepada masyarakat.
Pada tahun ini, kata dia, bubur yang disiapkan sebanyak 1.050 porsi bubur.
Sebagian bubur yang dibuat, dibagikan kepada masyarakat sekitar, sedangkan sebagian lagi disiapkan untuk peserta barzanji.
Setelah bubur dibuat, katanya, dibagikan kepada masyarakat sekitar, termasuk dibagikan kepada peserta pengajian barzanji pada Rabu (19/9) malam.
Tradisi bubur "asyura" sendiri tidak terlepas dari kisah Nabi Nuh AS bersama umatnya ketika selamat dari banjir, kemudian sebagai bentuk rasa syukur mereka membuat bubur dengan bahan dari sisa perbekalan yang ada, kemudian bubur tersebut dikenal dengan bubur "asyura".
Muflichah menambahkan bahwa pembagian bubur asyura merupakan rangakaian dari kegiatan "Buka Luwur Makam Sunan Kudus".
Siti Maryati, salah seorang warga yang menerima bubur asyura mengaku berterima kasih karena pada 10 Muharram tahun ini bisa kembali merasakan bubur asyura.
"Setiap tahun memang sering kali menerima bubur asyura. Sedangkan untuk membuat sendiri memang tidak mudah karena membutuhkan berbagai bahan dan butuh waktu lama," ujarnya.
Untuk rasa bubur tersebut, kata dia, lezat sekali karena menggunakan berbagai macam bahan, mulai dari taburan udang, tahu, tempe, telur, kecambah, teri, jeruk pamelo, cabai, dan daging kerbau.
Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Mugiyanto
Copyright © ANTARA 2024