Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menyatakan nilai-nilai kebinekaan yang diajarkan dan diperjuangkan K.H. Hasyim Asy'ari harus diteruskan dan diamalkan generasi penerus bangsa.

"K.H. Hasyim Asy'ari menempatkan perjuangan kemerdekaan menjadi perjuangan bersama seluruh elemen bangsa dalam rangka mewujudkan Indonesia menjadi rumah kita bersama. Langkah beliau harus menjadi teladan bagi kita sebagai anak bangsa," kata Lestari Moerdijat dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Hal itu dikatakannya saat memberi sambutan dalam peluncuran pengoperasian Museum Islam Indonesia K.H. Hasyim Asy'ari di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur, Rabu.

Rerie, sapaan Lestari Moerdijat,  mengatakan    nilai-nilai kebhinekaan yang diajarkan K.H. Hasyim Asy'ari sangat dibutuhkan saat ini yaitu ketika bangsa Indonesia sedang menghadapi krisis multidimensi.

"Salah satunya berupa ancaman disintegrasi yang disebabkan masuknya paham-paham yang mengikis persatuan dan kebinekaan bangsa," ujarnya.

Dia menilai keberadaan Museum Islam Indonesia K.H. Hasyim Asy'ari bukan sekadar bangunan melainkan juga menghadirkan muruah, cita-cita, dan sejarah perjuangan yang bisa dijadikan panduan bagi anak bangsa dalam mengisi kemerdekaan.

Menurut dia, sejarah Pesantren Tebu Ireng yang diasuh K.H. Hasyim Asy'ari memberi arti perjuangan, khususnya di kalangan umat Islam, bahwa Islam itu adalah agama yang damai dan menjunjung nilai-nilai kebinekaan.

"Saya yakin dari Pondok Pesantren Tebu Ireng ini akan terus muncul semangat untuk memperkuat nilai-nilai kebinekaan dan persatuan bangsa kita," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng K.H. Abdul Halim Mahfudz mengungkapkan Museum Islam Indonesia dibuka untuk mengangkat perjuangan K.H. Hasyim Asy'ari dan umat Islam pada umumnya, dalam rangkaian Hari Santri Nasional, yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober.

Menurut dia, banyak yang belum memahami sejarah munculnya Resolusi Jihad yang digagas K.H. Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945.

"Resolusi Jihad itu dimulai dari seruan K.H. Hasyim Asy'ari kepada para santri dan ulama pondok pesantren dari berbagi penjuru Indonesia, isinya membulatkan tekad dalam melakukan jihad membela tanah air," ujarnya.

K.H. Abdul Halim menilai semangat resolusi jihad itu yang kemudian ikut mendorong para pemuda pada 10 November 1945 memberi perlawanan terhadap pendudukan kembali Belanda yang tergabung dalam NICA, di Surabaya.

Dia menilai, kehadiran Museum Islam Indonesia bertujuan sebagai salah satu sarana untuk meluruskan sejarah, karena masih banyak pemahaman masyarakat yang berbeda-beda terhadap munculnya resolusi jihad tersebut. ***