Purwokerto (ANTARA) - Ekonom dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Akhmad Darmawan menilai kebijakan terbaru yang dikeluarkan pemerintah terkait dengan minyak goreng hanya bersifat sementara. 

"Kebijakan yang baru mungkin itu sifatnya hanya sementara ya karena terkait dengan kelangkaan minyak goreng (di pasaran). Cuma sebenarnya yang paling mendasar bukan itu, bukan subsidi terhadap minyak goreng curahnya tetapi  bagaimana mengatasi mampetnya saluran distribusi, di mana sebenarnya ini bisa terjadi," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat.

Darmawan mengatakan hal itu terkait dengan kebijakan pemerintah untuk memberikan subsidi hanya terhadap minyak goreng curah dengan harga eceran tertinggi sebesar Rp14.000 per liter, sedangkan minyak goreng kemasan disesuaikan dengan harga pasar.

Menurut dia, sangat ironis negara Indonesia yang merupakan produsen sawit namun tiba-tiba minyak goreng menjadi tidak ada.

"Saya meyakini ada pihak-pihak, mafia minyak goreng, yang bermain. Saya yakin pemerintah paham, tahu siapa yang 'bermain' itu, cuma kenapa ini tidak diselesaikan," kata Wakil Rektor UMP Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Al Islam Kemuhammadiyahan itu.

Menurut dia, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi semestinya bisa menyelesaikan dengan cepat terkait dengan masalah minyak goreng tersebut.

Ia mengaku khawatir permasalahan itu akan mendasari pemerintah untuk melakukan impor minyak goreng dalam jumlah besar.

"Ujung-ujungnya dari impor ada sesuatunya. Ini kan menghadapi pemilu dan sebagainya, kalau kita kaitkan dengan berbagai permasalahan politik, kekuasaan, ini sangat ironis, tidak semestinya," kata dia yang juga Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Kabupaten Banyumas.

Oleh karena saat sekarang menjelang bulan Ramadhan, dia mengharapkan pemerintah dapat segera mengatasi masalah minyak goreng agar jangan sampai muncul keresahan-keresahan sosial.

Menurut dia, kenaikan harga minyak goreng dan sejumlah kebutuhan pokok masyarakat lainnya akan berdampak besar terhadap perekonomian secara nasional.

"Apalagi rakyat kecil, ini benar-benar kesulitan, dari dampak COVID-19 kemarin saja belum semua terselesaikan. Jadi, selesaikan saluran distribusinya (distribusi minyak goreng, red.)," katanya.

Darmawan mengakui saat pemerintah memberikan subsidi terhadap minyak goreng kemasan, kelangkaan pun terjadi karena diduga ada pihak-pihak yang berusaha menahan stok komoditas tersebut untuk dikeluarkan ketika harganya kembali normal.

Akan tetapi begitu pemerintah mengambil kebijakan harga minyak goreng kemasan disesuaikan dengan pasar dan subsidi hanya diberikan terhadap minyak goreng curah, minyak goreng kemasan di pasaran saat sekarang justru banyak tersedia setelah sempat terjadi kelangkaan.

"Ini strategi yang bagus juga, cuma masak pemerintah harus bermain seperti itu. Ini kan mengganggu anggaran pemerintah yang tadinya tidak perlu subsidi, akhirnya subsidi, tentunya cash flow pemerintah akan terganggu juga," katanya.

Kendati demikian, dia memperkirakan harga minyak goreng kemasan akan segera turun dan kembali normal setelah komoditas tersebut dilepas dengan harga pasar karena hal itu sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran.

Ia mengatakan ketika minyak goreng kemasan ditawarkan dengan harga tinggi, masyarakat akan beralih ke minyak goreng curah yang harganya jauh lebih murah karena adanya subsidi.

"Kondisi tersebut akan berdampak pada melimpahnya stok minyak goreng kemasan, sesuai dengan hukum mekanisme pasar harganya akan cenderung turun dan kembali normal. Ini kan sebenarnya masalah supply and demand (penawaran dan permintaan, red.), penimbun mau berapa lama kekuatan menimbunnya, dan pemerintah juga berapa kekuatannya untuk memberi subsidi minyak goreng curah," kata Darmawan. ***1***