Semarang (ANTARA) -
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut laporan keuangan pemerintah daerah dan kemandirian Provinsi Jawa Tengah berada di atas rata-rata nasional.

"Kemandirian fiskal di Jateng sudah bagus dan di atas rata-rata nasional, ini masih bisa ditingkatkan karena potensinya masih sangat besar. Laporan keuangan pemerintah daerah juga bagus," kata anggota BPK RI Nyoman Adhi Suryadnyana di Semarang, Senin.

Hal tersebut disampaikan Nyoman usai menerima laporan keuangan pemerintah daerah Provinsi Jateng dan arahan pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel dalam mendorong kemandirian fiskal daerah di Kantor BPK RI Perwakilan Jawa Tengah.

Ia menjelaskan ada tiga alasan kemandirian fiskal daerah Provinsi Jawa Tengah bagus yaitu yang pertama, penduduk Jateng saat ini didominasi oleh milenial, generasi Z, dan pascagenerasi Z yang menuntut layanan digital seoptimal mungkin.

Kedua, adanya pertumbuhan ekonomi dalam aktivitas investasi dan perdagangan ekspor-impor, dan ketiga, ekosistem keuangan digital di Jateng yang sudah berkembang dengan banyaknya pemakaian QRIS dalam sistem pembayaran.

"Hanya perlu, salah satunya, menerapkan elektronifikasi transaksi pemerintah daerah (ETPD). Otomatis sumber-sumber ekonomi yang banyak ini sebagai sumber potensi yang kemudian kalau terelektronifikasi akan tercatat lebih baik sekaligus juga untuk akuntabilitas dan juga transparansi pemerintah daerah di Jateng," ujarnya.

Baca juga: Menkeu berharap UU HKPD harmoniskan kebijakan fiskal pusat dan daerah

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan selama ini Pemprov Jateng selalu mendapatkan peringkat WTP dan itu juga sudah diikuti oleh seluruh daerah di Jawa Tengah, sedangkan untuk peningkatan kemandirian fiskal daerah ia senada dengan apa yang diungkapkan oleh BPK RI.

"Sebenarnya yang disampaikan beliau betul. Kita ada sistem SPBE (sistem permintaan berbasis elektronik) itu mulai dilaksanakan. Terus kemudian kita sendiri kalau provinsi sudah ada GRMS, basisnya juga sudah elektronik. Tinggal bagaimana dalam pelaksanaan ada optimalisasi," katanya.

Optimalisasi itu, lanjut Ganjar, misalnya terkait potensi pendapatan yang saat ini sumber terbesarnya adalah pajak dan pengoptimalan pendapatan itu sekarang harus mulai digenjot dengan pemanfaatan aset daerah.

"Aset ini ada dua dan selalu ada catatan dari BPK. Satu, legalitas, seringkali karena tidak banyak sertifikat yang dimiliki sehingga banyak penguasaan di tempat lain. Ini kita bereskan. Kedua, pemanfaatannya. Inilah yang menurut saya sekarang kreativitasnya tidak lagi sekedar disewakan. Ini mesti investasi, kalau investasikan harapannya menggelinding," ujarnya.

Menurut Ganjar, satu hal lagi yang dinilai penting dalam pengoptimalan pendapatan adalah pencegahan dan pemberantasan korupsi agar potensi pendapatan itu akan berjalan dengan baik.

"Tapi di luar dari APBD maka kita men-'trigger' dengan investasi untuk membangun ekonomi. Contohnya kalau kita bicara kawasan ekonomi baru umpama, di Kendal, Batang, kita siapkan di Brebes. Itu menurut saya bagian untuk meningkatkan potensi ekonomi yang ada," kata Ganjar. (LHP)

Baca juga: Desentralisasi fiskal, PAD, dan kemandirian keuangan daerah