Semarang (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI mencatat Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2024 di Provinsi Jawa Tengah (Jateng) masuk kategori rawan sedang atau pada posisi 20 dengan skor 34,83.

Anggota Bawaslu Jateng Anik Sholihatun di Semarang, Minggu, mengatakan pihaknya akan mengembangkan program pencegahan dan pengawasan untuk mencegah pelanggaran semakin tinggi dalam pelaksanaan Pemilu Serentak 2024.

"Meski menempati posisi rawan sedang, kami akan terus melakukan berbagai program pencegahan dan pengawasan. Pencegahan terus dimasifkan agar tidak terjadi pelanggaran pemilu," kata Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat Bawaslu Jateng itu.

Dalam IKP yang dirilis Bawaslu RI di Jakarta, Jumat (16/12), tercatat sebanyak 21 provinsi masuk kategori rawan sedang. Sebuah provinsi dianggap sedang jika skor berada antara satu simpangan baku di bawah dan di atas rata-rata nasional.

Anik menjelaskan dalam melakukan pencegahan pelanggaran Pemilu dan pencegahan sengketa Pemilu, Bawaslu Jateng mempunyai tugas mengidentifikasi serta memetakan potensi kerawanan dan pelanggaran pemilu sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Menurut dia, definisi kerawanan pemilu adalah segala hal yang berpotensi mengganggu atau menghambat proses pemilu yang demokratis.

Penyusunan IKP tersebut bertujuan untuk memetakan potensi kerawanan, melakukan proyeksi dan deteksi dini terhadap potensi pelanggaran pemilu, serta menjadi basis untuk program pencegahan dan pengawasan tahapan pemilu.

Meskipun secara umum Jateng masuk dalam kondisi rawan sedang, provinsi tersebut juga menempati posisi rawan tinggi dalam konteks dimensi penyelenggaraan pemilu jika dibedah per dimensi.

"Dari 10 provinsi rawan tinggi dimensi penyelenggaraan pemilu, Jateng menempati posisi keempat dengan skor 91,67," ujar Anik Sholihatun.

Sementara itu, dalam peluncuran IKP 2024, lima provinsi ditetapkan sebagai daerah rawan tinggi, yaitu DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Jawa Barat, dan Kalimantan Timur.

IKP 2024 dikonstruksi dari 61 indikator yang masing-masing mengukur jumlah kejadian dan tingkat kejadian; sedangkan nilai setiap indikator dihitung dengan menjumlahkan kejadian dengan tingkat kejadian.