Direktur RS Moewardi Surakarta : Perlu pemerataan dokter spesialis di Indonesia
Senin, 6 Februari 2023 10:40 WIB
Direktur RSUD Dr Moewardi Surakarta Cahyono Hadi saat bertemu wartawan di Solo, beberapa waktu lalu. ANTARA/Aris Wasita
Solo (ANTARA) - Direktur RSUD Dr Moewardi Surakarta Cahyono Hadi menyatakan perlu ada pemerataan dokter spesialis di Indonesia untuk pelayanan kesehatan yang baik bagi masyarakat.
"Untuk di Moewardi ada sub-spesialis tertentu yang perlu ditambah. Kalau dokter umum kebanyakan cukup," katanya di Solo, Jawa Tengah, Senin.
Ia mengatakan penambahan dokter sub-spesialis tersebut perlu dilakukan agar antrean pasien tidak terlalu panjang.
"Sub-spesialis contohnya bedah saraf, itu produksinya sedikit, saran saya diperbanyak. Pemerataan juga, kalau banyak kan merata," katanya.
Ia mengatakan sebetulnya persoalan tersebut bukan di RSUD Dr Moewardi, melainkan persoalan dokter Indonesia pada umumnya. Menurut dia, ada beberapa bagian sub-spesialis dan spesialis dokter yang tidak banyak produksinya sehingga harus diperbanyak.
Untuk jumlah sub-spesialis bedah saraf di RSUD Dr Moewardi saat ini jumlahnya ada empat orang dan idealnya perlu ada penambahan tiga orang lagi.
"Indonesia bagian timur itu mungkin membutuhkan, kalau kemudian kayak bedah saraf ini banyak, di kabupaten-kabupaten ada satu atau dua nggak usah datang ke Moewardi. Ngapain datang Moewardi. Itu logika dasarnya," kata Cahyono Hadi.
Sementara itu terkait dengan penyusunan RUU Omnibus Law Kesehatan, ia mengakui belum tahu isinya. Meski demikian jika tujuannya untuk pemerataan dokter dan memperbanyak dokter maka ia menyetujuinya.
"Harapannya ke depan derajat kesehatan masyarakat Indonesia bisa meningkat, seperti persoalan stunting. Jadi transformasi kesehatan di Indonesia bisa berjalan. Kan banyak sekali persoalan kesehatan di Indonesia itu, mulai stunting, kematian ibu, kematian bayi, penyakit-penyakit degeneratif orang tua, onkologi, jantung, stroke, hipertensi. Salah satu solusinya memperbanyak spesialis, diratakan," katanya.
Disinggung mengenai kemungkinan hambatan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terkait keberadaan dokter spesialis, menurut dia permasalahan bukan di IDI.
"Nggak menghambat, karena kan IDI hanya menerima saja. Harusnya pabrik (pendidikan) diperbanyak tapi kualitas tetap dijaga, bagaimana caranya itu kami diskusikan. Jadi idealnya sesuai dengan ketentuan WHO. Satu dokter melayani berapa pasien," katanya.
"Untuk di Moewardi ada sub-spesialis tertentu yang perlu ditambah. Kalau dokter umum kebanyakan cukup," katanya di Solo, Jawa Tengah, Senin.
Ia mengatakan penambahan dokter sub-spesialis tersebut perlu dilakukan agar antrean pasien tidak terlalu panjang.
"Sub-spesialis contohnya bedah saraf, itu produksinya sedikit, saran saya diperbanyak. Pemerataan juga, kalau banyak kan merata," katanya.
Ia mengatakan sebetulnya persoalan tersebut bukan di RSUD Dr Moewardi, melainkan persoalan dokter Indonesia pada umumnya. Menurut dia, ada beberapa bagian sub-spesialis dan spesialis dokter yang tidak banyak produksinya sehingga harus diperbanyak.
Untuk jumlah sub-spesialis bedah saraf di RSUD Dr Moewardi saat ini jumlahnya ada empat orang dan idealnya perlu ada penambahan tiga orang lagi.
"Indonesia bagian timur itu mungkin membutuhkan, kalau kemudian kayak bedah saraf ini banyak, di kabupaten-kabupaten ada satu atau dua nggak usah datang ke Moewardi. Ngapain datang Moewardi. Itu logika dasarnya," kata Cahyono Hadi.
Sementara itu terkait dengan penyusunan RUU Omnibus Law Kesehatan, ia mengakui belum tahu isinya. Meski demikian jika tujuannya untuk pemerataan dokter dan memperbanyak dokter maka ia menyetujuinya.
"Harapannya ke depan derajat kesehatan masyarakat Indonesia bisa meningkat, seperti persoalan stunting. Jadi transformasi kesehatan di Indonesia bisa berjalan. Kan banyak sekali persoalan kesehatan di Indonesia itu, mulai stunting, kematian ibu, kematian bayi, penyakit-penyakit degeneratif orang tua, onkologi, jantung, stroke, hipertensi. Salah satu solusinya memperbanyak spesialis, diratakan," katanya.
Disinggung mengenai kemungkinan hambatan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terkait keberadaan dokter spesialis, menurut dia permasalahan bukan di IDI.
"Nggak menghambat, karena kan IDI hanya menerima saja. Harusnya pabrik (pendidikan) diperbanyak tapi kualitas tetap dijaga, bagaimana caranya itu kami diskusikan. Jadi idealnya sesuai dengan ketentuan WHO. Satu dokter melayani berapa pasien," katanya.
Pewarta : Aris Wasita
Editor : Teguh Imam Wibowo
Copyright © ANTARA 2024