HKTI : Data penerima pupuk bersubsidi akurat, penyaluran tepat
Rabu, 22 Februari 2023 6:00 WIB
Ilustrasi-Gudang PT Pupuk Indonesia (Persero) di Kabupaten Klaten, Selasa (21/2/2023). ANTARA/Aris Wasita
Solo (ANTARA) - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menyebut perlu akurasi data penerima pupuk bersubsidi untuk memastikan penyaluran sesuai dengan kuota pemerintah.
Wakil Ketua Umum DPP Pemuda Tani HKTI Didik Setiawan melalui keterangan tertulisnya yang diterima di Solo, Selasa, mengatakan dengan data penerima yang jelas maka tidak ada isu kelangkaan pupuk.
"Istilah kelangkaan itu muncul karena datanya tak jelas, terutama dari kelompok tani. Misalnya jatah pupuk subsidi untuk 2023 diajukan pada 2022," katanya.
Setelah pupuk tersedia banyak, dikatakannya, tidak jarang banyak yang tidak ditebus. Hal itu berdampak pada toko penyalur pupuk subsidi yang tidak dapat memutar uang mereka.
"Akhirnya toko terpaksa menjual ke yang bukan haknya," katanya.
Menurut dia, selama ini produsen pupuk telah memenuhi kebutuhan pupuk bersubsidi, bahkan jumlahnya melebihi dari ketentuan minimum yang ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Oleh karena itu, mengenai kelangkaan pupuk sebetulnya tidak tepat. Menurut dia, bukan stok pupuk yang langka melainkan masalah data petani serta masalah di distribusi tingkat toko atau agen.
"Di Jateng untuk desa besar, terutama di wilayah pantura, paling sebenarnya butuh urea 150 kg/ hektar. Rata-rata satu desa bisa memiliki 80-100 hektar sawah, jadi pupuk subsidi sebenarnya cukup," katanya.
Oleh karena itu, ia meminta kelompok tani agar memasukkan data petani yang benar-benar akurat.
"Jangan sampai yang tidak berhak mendapat pupuk subsidi dimasukkan ke data calon penerima," katanya.
Selain itu, ia juga meminta pemerintah untuk meningkatkan anggaran pupuk subsidi demi meningkatkan hasil tani yang berkualitas dan mendukung usaha budidaya tanaman atau food estate sebagaimana yang sering disampaikan Presiden Joko Widodo.
"Anggaran ditambah lagi kalau memang serius mendukung ketahanan pangan kita. Food estate gagal kalau pupuk tidak optimal karena kualitas hasil tani dipengaruhi dari pemupukan kita juga," katanya.
Wakil Ketua Umum DPP Pemuda Tani HKTI Didik Setiawan melalui keterangan tertulisnya yang diterima di Solo, Selasa, mengatakan dengan data penerima yang jelas maka tidak ada isu kelangkaan pupuk.
"Istilah kelangkaan itu muncul karena datanya tak jelas, terutama dari kelompok tani. Misalnya jatah pupuk subsidi untuk 2023 diajukan pada 2022," katanya.
Setelah pupuk tersedia banyak, dikatakannya, tidak jarang banyak yang tidak ditebus. Hal itu berdampak pada toko penyalur pupuk subsidi yang tidak dapat memutar uang mereka.
"Akhirnya toko terpaksa menjual ke yang bukan haknya," katanya.
Menurut dia, selama ini produsen pupuk telah memenuhi kebutuhan pupuk bersubsidi, bahkan jumlahnya melebihi dari ketentuan minimum yang ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Oleh karena itu, mengenai kelangkaan pupuk sebetulnya tidak tepat. Menurut dia, bukan stok pupuk yang langka melainkan masalah data petani serta masalah di distribusi tingkat toko atau agen.
"Di Jateng untuk desa besar, terutama di wilayah pantura, paling sebenarnya butuh urea 150 kg/ hektar. Rata-rata satu desa bisa memiliki 80-100 hektar sawah, jadi pupuk subsidi sebenarnya cukup," katanya.
Oleh karena itu, ia meminta kelompok tani agar memasukkan data petani yang benar-benar akurat.
"Jangan sampai yang tidak berhak mendapat pupuk subsidi dimasukkan ke data calon penerima," katanya.
Selain itu, ia juga meminta pemerintah untuk meningkatkan anggaran pupuk subsidi demi meningkatkan hasil tani yang berkualitas dan mendukung usaha budidaya tanaman atau food estate sebagaimana yang sering disampaikan Presiden Joko Widodo.
"Anggaran ditambah lagi kalau memang serius mendukung ketahanan pangan kita. Food estate gagal kalau pupuk tidak optimal karena kualitas hasil tani dipengaruhi dari pemupukan kita juga," katanya.
Pewarta : Aris Wasita
Editor : Teguh Imam Wibowo
Copyright © ANTARA 2024