Purwokerto (ANTARA) - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah Dadang Hardiwan mengatakan berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2023 (ST2023) terdapat 4.363.708 unit Usaha Pertanian Perorangan (UTP) di Jateng.

"Jumlah tersebut menunjukkan adanya penurunan 13,25 persen dari tahun 2013 yang sebanyak 5.030.223 unit," katanya saat Konferensi Pers Diseminasi Hasil Sensus Pertanian (ST2023) Tahap I Provinsi Jawa Tengah di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Senin.

Sementara untuk Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) di Jateng, kata dia, terdapat sebanyak 4.218.349 rumah tangga atau turun 1,68 persen dari tahun 2013 yang sebanyak 4.290.619 rumah tangga.

Menurut dia, rasio UTP di Jateng terhadap RTUP sebesar 1,03 atau turun 0,14 poin dari tahun 2013 yang sebesar 1,17.

"Sementara jumlah Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum (UPB) di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 285 unit atau naik 26,67 persen dari tahun 2013 yang sebanyak 225 unit," katanya.

Ia mengatakan jumlah Usaha Pertanian Lainnya (UTL) di Jateng pada tahun 2023 terdapat sebanyak 2.324 unit atau naik 297,26 persen dari tahun 2013 yang sebanyak 545 unit.

Menurut dia, jumlah petani milenial yang berumur 19-39 tahun baik yang menggunakan maupun tidak menggunakan teknologi digital sebanyak 625 807 orang atau sekitar 14,86 persen dari petani di Jateng yang mencapai 4.211.996 orang.

Sementara petani yang berumur lebih dari 39 tahun dan menggunakan teknologi digital sebanyak 1.955.206 orang atau 46,42 persen, sedangkan petani yang berumur kurang dari 19 tahun dan menggunakan teknologi digital sebanyak 408 orang atau 0,01 persen.

Selain itu, kata dia, jumlah UTP Urban Farming di Jateng sebanyak 1.953 unit dan RTUP Urban Farming sebanyak 1.947 rumah tangga.

"Sepuluh komoditas terbanyak yang diusahakan oleh UTP, yaitu padi sawah inbrida, ayam kampung biasa, kambing potong, jagung hibrida, sapi potong, sengon/jeunjing/albasia, kelapa, jati, ubi kayu, dan mahoni," katanya.

Saat ditemui usai konferensi pers, Dadang mengakui jumlah petani milenial di Jateng tergolong sedikit karena berdasarkan data, jumlah petani yang berusia di atas 45 tahun sekitar 76 persen.

Menurut dia, hal itu berarti petani di Jateng banyak yang sudah berumur, sehingga perlu adanya suatu dorongan dan motivasi kepada generasi muda untuk menjadi petani.

"Banyak lo, petani-petani milenial yang berhasil. Nah itu yang sebetulnya bisa untuk keberlanjutan karena kalau yang tua-tua terus ini, yang akan mengurus siapa," katanya.

Bahkan jika dilihat kelompok umur 55 tahun ke atas, kata dia, jumlahnya justru bertambah dibanding yang berusia muda.

Selain petani milenial, lanjut dia, pada ST2023 terdapat isu yang berbeda dengan ST2013, yakni berupa urban farming.

"Urban Farming ini 'kan juga bagian dari keterbatasan lahan, tetapi tidak menjadi halangan atau hambatan untuk berusaha di sektor pertanian," katanya menjelaskan.

Menurut dia, hal itu juga banyak dilakukan di daerah-daerah perkotaan yang terdapat keterbatasan lahan dengan memanfaatkan lantai atas untuk bercocok tanam menggunakan polybag maupun hidroponik.

"Itu juga salah satu yang menjadi catatan di Sensus Pertanian 2023, termasuk juga penggunaan pupuk. Ini nanti akan bisa dilihat data yang lebih detail untuk menjawab isu-isu strategis yang sekarang ini," katanya.

Terkait dengan penurunan usaha pertanian, Dadang mengatakan hal itu perlu kajian yang lebih dalam untuk mengetahui penyebabnya karena sensus hanya melakukan pemotretan guna memberi gambaran atau data statistik mengenai kondisi usaha tersebut, baik terhadap unit usahanya maupun rumah tangga usaha pertanian.

Menurut dia, hasil ST2023 tersebut akan dimanfaatkan untuk kebijakan di sektor pertanian.