Nilai barang bukti rokok ilegal yang diamankan tersebut ditaksir mencapai Rp16,6 miliar. Sementara potensi penerimaan negara yang berhasil diselamatkan sebesar Rp11,5 miliar.
Ia mengungkapkan modus pelanggaran yang digagalkan meliputi seluruh jalur ekonomi, baik produksi, distribusi,
maupun konsumsi.
Untuk menekan peredaran rokok ilegal tersebut, KPPBC Kudus mengajak masyarakat untuk ikut memerangi peredaran rokok ilegal. Dengan membeli rokok legal atau berpita cukai maka sebagian pendapatan yang diterima negara akan dikembalikan ke daerah untuk mendukung pembangunan di daerah.
"Jika ingin membuka usaha industri rokok, maka pelaku usaha rokok yang belum berizin bisa mengurus perizinannya karena pendaftaran nomor pokok pengusaha barang kena cukai (NPPBKC) sama sekali tidak dipungut biaya. Mari kita cintai negeri ini dengan mematuhi peraturan negara," ujarnya.
Sementara cukai yang dipungut juga dikelola negara untuk kepentingan masyarakat luas.
Dalam upaya pemulihan potensi penerimaan negara akibat adanya pelanggaran di bidang cukai, dilakukan upaya restoratif justice atau ultimum remidium .
Hal itu menyusul diterbitkannya keputusan terkait restoratif justice atau ultimum remidium, sesuai Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK 237/PMK.04/2022 tentang Penelitian Dugaan Pelanggaran di Bidang Cukai.
Sanksi bagi pelaku pengedar rokok ilegal, berupa pidana penjara 1 hingga 8 tahun dan denda hingga 20 kali nilai cukai yang seharusnya dibayarkan.