Bea Cukai Kudus terapkan "ultimum remedium" atas 10 kasus rokok ilegal
Selasa, 15 Oktober 2024 18:11 WIB
Seorang warga Kudus melihat produk vape legal yang disertai pita cukai rokok. Sedangkan pada displai juga terdapat contoh rokok tanpa pita cukai rokok. (ANTARA/Akhmad Nazaruddin Lathif)
Kudus (ANTARA) - Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Tipe Madya Kudus, Jawa Tengah, menerapkan ultimum remedium terhadap 10 kasus rokok ilegal dari puluhan kasus yang diungkap selama Januari-September 2023, sehingga pelanggar cukai hanya dikenakan denda cukai rokok.
"Dari jumlah kasus sebanyak itu, total dendanya sebesar Rp2,25 miliar," kata Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi KPPBC Tipe Madya Cukai Kudus Sandy Hendratmo Sopan di Kudus, Selasa.
Ia mengungkapkan denda sebanyak itu berasal dari pembayaran denda sebesar tiga kali nilai cukai yang harus dibayar, sedangkan barang bukti rokoknya menjadi barang milik negara.
Dari 10 kasus rokok ilegal yang diterapkan ultimum remedium tersebut, sudah ada surat keputusannya dengan mengacu pada UU Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan jo PMK 237/PMK.04/2022.
Adapun nilai terendah dari pembayaran denda, kata dia, sebesar Rp3 juta, sedangkan tertinggi Rp1,3 miliar.
Kasus rokok ilegal yang diberlakukan ultimum remedium tersebut, di antaranya dari pengungkapan kasus di Kabupaten Kudus dan Jepara.
Ia menjelaskan bahwa ultimum remedium merupakan salah satu asas yang terdapat dalam hukum pidana Indonesia yang menyebutkan bahwa hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam penegakan hukum. Remedium merupakan salah satu asas yang terdapat dalam hukum pidana Indonesia yang menyebutkan bahwa hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam penegakan hukum.
Sehingga dalam pemberian sanksi terhadap suatu perkara dapat melalui jalur sanksi administrasi atau sanksi perdata. Jika kedua jalur tersebut belum mampu menyelesaikan permasalahan dari pelanggaran hukum yang terjadi maka pemberian sanksi pidana dapat dipertimbangkan sebagai senjata terakhir.
Asas hukum remedium bisa diimplementasikan bagi pelaku kejahatan yang melanggar pasal-pasal tertentu yang diatur dalam Undang-Undang Cukai. Selain memberikan efek jera bagi pelaku, hak-hak negara yang harusnya disetorkan juga menjadi terpenuhi.
Peraturan pelaksanaan ultimum remedium pada tahap penelitian dugaan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 40B ayat (6) UU Cukai, baru diterapkan dan diundangkan pada tanggal 30 Desember 2022 melalui peraturan Menteri Keuangan nomor 237/PMK.04/2022 tentang Penelitian Dugaan Pelanggaran di Bidang Cukai.
Sementara ultimum remedium diberlakukan terhadap pelanggaran pasal tertentu dalam UU Cukai yaitu pasal 50, 52, 54, 56 dan 58.
Baca juga: Pemkab Kudus targetkan luas areal tanam padi 25.135 ha
"Dari jumlah kasus sebanyak itu, total dendanya sebesar Rp2,25 miliar," kata Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi KPPBC Tipe Madya Cukai Kudus Sandy Hendratmo Sopan di Kudus, Selasa.
Ia mengungkapkan denda sebanyak itu berasal dari pembayaran denda sebesar tiga kali nilai cukai yang harus dibayar, sedangkan barang bukti rokoknya menjadi barang milik negara.
Dari 10 kasus rokok ilegal yang diterapkan ultimum remedium tersebut, sudah ada surat keputusannya dengan mengacu pada UU Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan jo PMK 237/PMK.04/2022.
Adapun nilai terendah dari pembayaran denda, kata dia, sebesar Rp3 juta, sedangkan tertinggi Rp1,3 miliar.
Kasus rokok ilegal yang diberlakukan ultimum remedium tersebut, di antaranya dari pengungkapan kasus di Kabupaten Kudus dan Jepara.
Ia menjelaskan bahwa ultimum remedium merupakan salah satu asas yang terdapat dalam hukum pidana Indonesia yang menyebutkan bahwa hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam penegakan hukum. Remedium merupakan salah satu asas yang terdapat dalam hukum pidana Indonesia yang menyebutkan bahwa hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam penegakan hukum.
Sehingga dalam pemberian sanksi terhadap suatu perkara dapat melalui jalur sanksi administrasi atau sanksi perdata. Jika kedua jalur tersebut belum mampu menyelesaikan permasalahan dari pelanggaran hukum yang terjadi maka pemberian sanksi pidana dapat dipertimbangkan sebagai senjata terakhir.
Asas hukum remedium bisa diimplementasikan bagi pelaku kejahatan yang melanggar pasal-pasal tertentu yang diatur dalam Undang-Undang Cukai. Selain memberikan efek jera bagi pelaku, hak-hak negara yang harusnya disetorkan juga menjadi terpenuhi.
Peraturan pelaksanaan ultimum remedium pada tahap penelitian dugaan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 40B ayat (6) UU Cukai, baru diterapkan dan diundangkan pada tanggal 30 Desember 2022 melalui peraturan Menteri Keuangan nomor 237/PMK.04/2022 tentang Penelitian Dugaan Pelanggaran di Bidang Cukai.
Sementara ultimum remedium diberlakukan terhadap pelanggaran pasal tertentu dalam UU Cukai yaitu pasal 50, 52, 54, 56 dan 58.
Baca juga: Pemkab Kudus targetkan luas areal tanam padi 25.135 ha
Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Heru Suyitno
Copyright © ANTARA 2024