"Selain memberikan tindakan tegas terhadap para pelaku, penguatan lembaga keagamaan dan kemasyarakatan merupakan salah satu cara mengantisipasi masuknya paham dan ideologi NII pada masyarakat," kata Suryani pada seminar "Kewaspadaan Masyarakat terhadap Paham Radikalisme NII" di Pekalongan, Selasa.

Ia mengatakan, NII sebagai gerakan yang terorganisir sudah tidak relevan dengan semangat kekinian.

Selain gagasan yang dianut terlalu jauh melenceng dari koridor konstitusional dan mendirikan suatu negara yang berlandaskan satu ajaran agama dengan cara kurang bisa ditoleransi, katanya, gerakan NII merupakan pengingkaran atas keberagaman di Indonesia.

Ia menilai, paham dan ideologi NII juga menafikan kehadiran ajaran agama yang lain yang telah dijamin eksistensinya dalam perundang-undangan.

"Keberadaan NII mengingkari pluralisme. Negara Indonesia adalah NKRI yang mewadahi semua aliran agama. Selain itu Negara Indonesia dibangun atas semangat pluralisme," katanya.

Wakil Ketua Pimpinan Cabang Nahdatul Ulama Kota Pekalongan Kasiman Mahmud Desky mengatakan, syariat Islam sangat tidak relevan diterapkan secara formal di Indoensia.

"Mengapa syariat Islam harus diformalkan? Bukankah nilai-nilai Islam telah menjadi bagian yang melekat pada penganutnya tanpa harus memformalkan syariat Islam sebagai dasar negara. Dengan memformalkan syariat Islam sebagai dasar negara justru akan menimbulkan disintegrasi bangsa," katanya.

Ia mengemukakan perlunya organisasi kemasyarakatan moderat memberikan pendidikan khusus kepada kader dan masyarakat tentang indikasi dan bahaya berdirinya ormas radikal.

Upaya itu, katanya, sebagai salah satu langkah mencegah gerakan radikal NII.

"Selain itu, perlu adanya tindakan hukum yang cepat, tepat, dan tegas terhadap pelaku yang merongrong wibawa negara dan yang menimbulkan keresahan masyarakat," katanya.