"Pencegahan pembalakan liar harus mencakup 'buyers' (pembeli) dan supplier (pemasok) kayu," katanya usai seminar 'Peran Biologi dan Pendidikan Biologi Dalam Pengembangan Karakter Konservasi' di Semarang, Selasa.

Usai menjadi pembicara dalam seminar yang digelar di Universitas Negeri Semarang (Unnes) itu, ia mengatakan dibuat sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) untuk menjamin legalitas kayu Indonesia yang akan diekspor.

Ia mengatakan penerapan SVLK setidaknya mampu meredam aksi pembalakan liar, sebab para pengusaha kayu diwajibkan menyertakan sertifikat atas produk-produk berbasis kayu yang akan diekspor ke luar negeri.

Namun, kata dia, penerapan SVLK tidak cukup mampu mencegah aksi pembalakan liar jika tidak dibarengi dengan penegakan hukum (law enforcement) terhadap para pembalak liar tidak dilakukan secara beriringan.

"Para pengusaha kayu akan merasa di satu sisi mereka diwajibkan kayunya bersertifikat, di sisi lain kayu-kayu ilegal dari Indonesia tetap bisa ke luar. SVLK dan 'law enforcement' harus berjalan pararel," katanya.

Menurut dia, aksi pembalakan liar di Indonesia selama ini memang sudah sedemikian parah, terutama pada rentang 1998-2000 saat terjadi krisis politik dan banyak orang tak bertanggung jawab memanfaatkan kesempatan.