Begitu nama Daniel dipanggil dan tidak dalam waktu lama kemudian selesai, Daniel bergegas menuju istrinya yang menyambutnya dengan sejumlah pertanyaan.

"Bagaimana? Apakah masih bisa kembali mendapatkan Jamsostek, setelah pindah kerja?".

Daniel segera dijejali pertanyaan oleh sang istri. Terbersit kekhawatiran karena suaminya yang kerja di bidang outsourcing baru pindah tempat kerja dan berharap masih mendapatkan Jamsostek.

Dari pertanyaan tersebut tersirat harapan dari keduanya tetap mendapatkan perlindungan kesehatan dari Jamsostek meskipun sudah beralih di tempat kerja baru.

"Selama ini setiap sakit, selalu menggunakan kartu Jamsostek. Ya meskipun tidak semua dapat diklaim, tetapi sangat membantu," kata Daniel yang diamini istrinya.

Gambaran Daniel dan istrinya itu menunjukkan adanya harapan besar kepada Jamsostek dan kekhawatiran hilangnya manfaat Jamsostek yang selama ini sudah dirasakan akibat pindah kerja.

Bisa dibayangkan kekhawatiran yang mungkin muncul akibat transformasi penanganan jaminan sosial yang sebelumnya ditangani PT Jamsostek pada tahun 2014-2015 menjadi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Kekhawatiran ini bisa dimaklumi mengingat arti penting dan manfaat Jamsostek yang selama ini dirasakan oleh para pekerja.

Sosialisasi dan Peningkatan Pelayanan
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah mengaku siap menyambut BPJS sektor kesehatan dan sektor ketenagakerjaan. Bagi Apindo Jateng yang terpenting adalah adanya peningkatan pelayanan kepada peserta.

"Kami siap. Apalagi itu sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kami berharap dengan menjadi BPJS ke depan menjadi lebih baik lagi jangan justru merosot kualitasnya," kata Ketua DPP Apindo Jateng Frans Kongi.

Terkait dengan kepesertaan, Frans Kongi mengakui masih ada perusahaan yang belum menjadi peserta Jamsostek (nantinya menjadi BPJS Ketenagakerjaan) dan dimungkinkan karena ada sejumlah persoalan.

Berbeda dengan Apindo, serikat pekerja yang ada di Kota Semarang memiliki pendapat lain karena mereka khawatir BPJS justru akan membebani pekerja.

"Sebelumnya, saat hanya Jamsostek, jaminan kesehatan ditanggung oleh perusahaan. Sementara BPJS, buruh harus iuran dua persen dari upah yang diterima. Itu pokok persoalannya," kata Sekretaris Serikat Pekerja Nasional Jateng Nanang Setiyono.

Jika buruh harus membayar iuran, sementara upah buruh masih rendah, dikhawatirkan akan menjadi beban baru bagi buruh.

Mereka menyakini bahwa segala program jaminan sosial adalah kewajiban negara dan seharusnya tidak ada iuran sebesar Rp22.201 per orang per bulan yang merupakan salah satu opsi besaran iuran jaminan kesehatan.

Iuran yang ditanggung pemerintah hanya diperuntukkan rakyat miskin dengan catatan upah di bawah Rp300 ribu per bulan.

"Kami sebenarnya sepakat dengan Sistem Jaminan Sosial, tetapi bukan asuransi yang harus membayar iuran. Ketika tidak mampu membayar, tidak mendapatkan pelayanan. Ini namanya bukan jaminan sosial," katanya.

Hal sama juga disampaikan Ketua SPN Kota Semarang Heru Budi Utoyo yang justru dengan tegas menolak UU BPJS dengan alasan sama karena adanya sistem membayar iuran.

"Jika sebelumnya dengan Jamsostek tidak membayar karena jaminan kesehatan ditanggung perusahaan justru dengan UU No 24 Tahun 2012 tentang BPJS justru harus membayar," katanya.

Ia menegaskan bahwa saat ini buruh masih memperjuangkan penghidupan yang layak, tetapi masih dibebankan biaya asuransi kesehatan yang selama ini ditanggung pemerintah.

Sementara itu, pengamat ekonomi Unisbank Semarang Alimuddin Rizal menilai bahwa pemberlakukan BPJS akan memberikan dampak positif kepada masyarakat jika mengalami musibah, maka sudah ada yang menjaminnya.

"Jadi pola pikir yang harus diambil adalah BPJS akan memberikan dampak positif dan yang terpenting adalah dikelola dengan baik sehingga BPJS akan memberikan manfaat lebih besar," katanya.

Seperti halnya pajak, lanjut Alimuddin, BPJS ke depan juga sangat tergantung dari pengelolaannya. Jika pengelolalaannya bagus, maka realisasi di lapangan akan sangat baik.

Apalagi untuk rakyat miskin dipastikan seluruh iurannya ditanggung oleh pemerintah, sementara yang mampu atau berpenghasilan membayar iuran.

BPJS memiliki misi memberikan perlindungan sosial pada seluruh masyarakat tidak hanya yang mereka yang bekerja di sebuah perusahaan, pabrik, kantor, tetapi juga mereka yang bekerja di sektor informal seperti pembantu rumah tangga.

Jaminan sosial tersebut diharapkan dapat memberikan rasa nyaman dan jaminan kepada seluruh masyarakat termasuk orang asing yang bekerja minimal sudah enam bulan di Indonesia dalam bekerja.

Setiap masyarakat mendapatkan jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan kematian, dan jaminan pensiun dengan sistem membayar iuran.

Transformasi PT Jamsostek ke BPJS, jaminan sosial nantinya tidak hanya dilakukan oleh perseroan terbatas, tetapi yang melaksanakannya justru oleh badan dengan status hukum lebih besar dan kuat.

Dari sisi penjaminan juga hanya mengalihkan seluruh hak peserta ke badan baru dan peserta tidak merasakan apa pun serta tidak perlu melakukan proses apa pun.

Pada saat transformasi PT Jamsostek menjadi BPJS, para peserta tidak perlu lagi mendaftar sebagai peserta BPJS karena secara otomatis kepesertaannya juga ikut beralih.

Perubahan Jamsostek menjadi BPJS tidak akan berpengaruh pada peserta. Perusahaan atau tenaga kerja yang sudah menjadi peserta Jamsostek, secara otomatis menjadi peserta BPJS.

Jika selama ini menjadi peserta pada Jaminan Kesehatan, setelah berlakunya BPJS, secara otomatis juga akan menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Begitu juga jika selama ini menjadi peserta Jaminan Hari Tua (JHT), secara otomatis juga menjadi peserta BPJS. Begitu juga dengan tempat layanan peserta, tempat layanan BPJS diusahakan sama dengan tempat layanan yang selama ini digunakan oleh PT Jamsostek.

Bahkan akan ada peningkatan pelayanan dengan menambah jaringan yang sudah mulai dilakukan oleh PT Jamsostek sebagai salah satu persiapan menuju transformasi PT Jamsostek menjadi BPJS.

Peningkatan pelayanan serta karena tingginya beban yang akan dilayani oleh BPJS Ketenagakerjaan, PT Jamsostek Kanwil V Jateng-DIY akan terus menambah jaringan pelayanan.

Jaringan pelayanan tersebut tidak hanya berupa kantor cabang, tetapi juga dapat berupa kantor unit pelayanan, outlet, atau dapat juga berkolaborasi dengan pemerintah dan perbankan dengan co-branding.

Di Jateng-DIY, pada tahun ini menargetkan ada penambahan lima jaringan pelayanan dan 28 penambahan jaringan pelayanan pada tahun 2015.

Saat ini terdapat 121 cabang kantor pelayanan se-Indonesia dan berdasarkan amanat UU hingga tahun 2015 sudah harus terbentuk minimal 440 kantor layanan baik kantor cabang dan lainnya.

Tidak hanya fasilitasi sarana dan prasarana, tetapi PT Jamsostek Kanwil V juga akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Bahkan untuk memperlancar dan meningkatkan pelayanan, nantinya untuk mempermudah administrasi akan menggunakan kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP).

Dengan E-KTP mereka yang berhubungan dengan jaminan sosial cukup menunjukkan nomor induk kependudukan yang ada pada E-KTP.

Kepala PT Jamsostek Kanwil V Jateng dan DIY Hardi Yuliawan mengatakan bahwa UU BPJS akan lebih memberikan jaminan kepada masyarakat tidak hanya terkait kecelakaan, kematian, tetapi juga pensiun.

Jika dilihat berdasarkan tingkat kepesertaan, dengan UU BPJS dipastikan juga akan lebih banyak mendorong tingkat kepesertaan bagi dari peserta formal maupun informal karena BPJS akan memiliki kewenangan lebih dibandingkan yang dulu hanya mengacu pada UU No 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek.

Regulasi lama menyebutkan Jamsostek harus menyerahkan kepada dinas terkait jika ada perusahaan yang belum menjadi peserta Jamsostek, sementara UU BPJS saat ini memberikan kewenangan untuk bertindak.

Pembentukan BPJS sudah diatur dalam UU No 24 Tahun 2011 di antaranya mengatur lebih tegas keharusan sebuah perusahaan untuk masuk sebagai peserta.

Saat ini jumlah kepesertaan PT Jamsostek Kanwil V Jateng dan DIY adalah 25.360 perusahaan dan 2.297.430 tenaga kerja. Untuk kepesertaan formal ada 2.035 perusahaan atau mencapai 80,43 persen dari target dan 227.753 tenaga kerja atau 97,66 persen dari target. Pencapaian kepesertaan informal mencapai 32.311 tenaga kerja atau 83,51 persen dari target.

Sementara untuk kepesertaan program khusus jasa konstruksi ada 11.252 proyek atau 89,08 persen dari target, dengan 788.240 tenaga kerja.

Hardi Yuliawan menilai bahwa jaminan sosial ini akan sangat bermanfaat untuk rakyat Indonesia karena dapat mengurangi tingkat risiko jika terjadi hal yang tidak diinginkan seperti kecelakaan kerja, apalagi cacat sehingga dapat mengurangi produktivitas, dan kemungkinan terburuknya meninggal dunia.

Jika masyarakat sudah terjamin, maka tidak akan membebani keluarga, perusahaan, dan jika sudah merasa nyaman, maka produktivitas bekerja dapat lebih maksimal.

Dana iuran sekitar Rp22 ribu per orang per bulan tersebut telah memperhitungkan biaya obat, biaya rumah sakit dan dokter, biaya rawat inap, akomodasi serta biaya-biaya penyesuaian lainnya.

Tidak hanya rumah sakit milik pemerintah, rumah sakit swasta juga akan dibebaskan untuk ikut melayani peserta BPJS jika menghendaki.

Bahkan tidak akan ada perbedaan antara layanan pemerintah dan swasta, bagi pihak swasta yang bersedia karena memiliki rawat inap kelas 3, karena syaratnya harus kelas 3.

Transformasi Mulus
Adalah hal yang manusiawi bila setiap transformasi dalam hal apa pun, memunculkan kekhawatiran termasuk juga dalam transformasi PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.

Transformasi PT Jamsostek menjadi BPJS merupakan hal yang tidak dapat dielakkan dan harus berlangsung mulus sehingga harus dilakukan sejumlah upaya untuk mengeliminasi potensi kekhawatiran.

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan adanya transformasi PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan karena justru dengan transformasi ini akan menambahan manfaat untuk peserta," kata Kepala PT Jamsostek Kanwil V Jateng dan DIY Hardi Yuliawan.

Gambaran mengenai efek positif dari transformasi harus terus dimunculkan dan diwartakan. Sosialisasi harus dilakukan secara masif kepada semua pemangku kepentingan terutama kepada serikat pekerja dan pengusaha, sehingga tidak memunculkan salah paham, kekhawatiran, dan kecurigaan yang kontraproduktif.

PT Jamsostek berharap transformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan ditarget dapat terealisasi 1 Juli 2015.