Hampir setiap kali Pengadilan Negeri Mungkid Kabupaten Magelang menggelar sidang pembunuhan Kades Krinjing Barnabas Kadar (41) dengan tersangka Sumadi Edi Prayitno (45), ratusan warga Krinjing, Kecamatan Dukun, berduyun-duyun menyaksikan proses peradilan.

Mereka bukan sekadar datang untuk menyaksikan persidangan, melainkan juga menggelar orasi dan menghujat terdakwa di halaman PN Mungkid.

Setiap kali warga berorasi, mereka menuntut terdakwa supaya dihukum mati karena perbuatan terdakwa terhitung sangat sadis, apalagi yang dibunuh adalah seorang kepala desa sebagai putra daerah terbaik di desa tersebut.

Sejumlah aparat kepolisian pun selalu bersiaga di PN Mungkid saat berlangsung sidang tersebut untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Puncak pengerahan massa dalam persidangan pembunuhan Kades Krijing tersebut terjadi saat sidang terakhir berupa pembacaan putusan terhadap terdakwa Sumadi.

Ratusan warga Krinjing, baik laki-laki maupun perempuan, mendatangi PN Mungkid dengan mengendarai sejumlah mobil, termasuk mobil bak terbuka.

Usai majelis hakim PN Mungkid yang diketuai Delta Tamtama memvonis terdakwa Sumadi selama 18 tahun penjara, Selasa (10/9), massa di luar gedung PN Mungkid berusaha memasuki gedung.

Mereka sempat bersitegang dengan aparat kepolisian yang berjaga membentuk pagar betis di pintu masuk pengadilan.

Kemarahan massa akhirnya bisa mereda setelah mendapat penjelasan dari salah satu petugas kepolisian bahwa jika warga keberatan dengan hasil keputusan majelis hakim PN Mungkid, warga masih bisa melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Tengah di Semarang.

Aksi Tanda Tangan
Warga Krinjing mendukung Kejaksaan Negeri (Kejari) Mungkid Kabupaten Magelang mengajukan banding atas vonis Sumadi Edi Prayitno 18 tahun penjara.

Dukungan tersebut diberikan melalui aksi pembubuhan tanda tangan di atas kain putih berukuran sekitar satu kali 15 meter. Sebagian kain tersebut tertulis kalimat tuntutan bahwa warga Desa Krinjing tetap menuntut terdakwa supaya dihukum mati.

Aksi warga berlangsung di depan Kantor Balai Desa Krinjing, antara lain dihadiri istri mendiang Barnabas Kadar, Sri Nuryanti (38), pejabat sementara Kades Krinjing Sumini dan ratusan warga dari 10 Dusun di Desa Krinjing, yakni Dusun Ngaglik, Dadapan, Semen, Krajan, Tempel, Trono, Pugeran, Kepil, Trayem, dan Gendelan.

Sri Nuryanti mengatakan bahwa Sumadi harus mendapat hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Menurut dia, hukuman 18 tahun penjara, belum sesuai dengan dampak yang dia terima setelah suaminya meninggal dunia dengan cara sadis tersebut.

"Kami belum bisa menerima vonis tersebut," katanya sambil menahan tangis.

Selama ini, Barnabas Kadar menjadi tulang punggung keluarga sehingga setelah pembunuhan tersebut Sri harus bekerja keras untuk menanggung semua kebutuhan keluarga, termasuk biaya sekolah kedua buah hatinya, yakni Novita (16) dan Yessy (6).

Sumini Adi mengungkapkan, selain mengumpulkan tanda tangan di atas kain, warga juga menggalang dukungan lewat tanda tangan di atas kertas. Sekitar 1.500 warga membubuhkan tanda tangan yang kemudian akan dikirim ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah di Semarang.

"Kami tidak legawa atas putusan hakim PN Mungkid. Kami tetap menuntut hukuman mati. Sumadi layak diganjar hukuman mati. Dia membunuh dengan terencana. Buktinya sudah mempersiapkan kampak dan menunggu korban lewat," katanya.

Ia mengatakan, melalui dukungan tanda tangan ini, warga Krinjing mohon kepada Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Tengah untuk menjatuhkan hukuman mati terhadap terpidana Sumadi.

Pada putusan majelis hakim dengan ketua Delta Tamtama itu menyebutkan bahwa Sumadi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana yang melanggar Pasal 340 KUHP.

Ia menuturkan, dalam putusan tersebut, terjadi perbedaan pendapat antara hakim ketua dan hakim anggota Dian Nur Pratiwi yang menurutnya terdakwa pantas mendapat hukuman seumur hidup sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum karena terdakwa terbukti melakukan pembunuhan terencana dibuktikan dengan ancaman yang dilontarkan sebelum kejadian.

Sumini mengatakan bahwa terpidana sebenarnya merupakan residivis dengan perbuatan pidana pembunuhan terencana yang dilakukan untuk kedua kali.

"Dalam kehidupan sehari-hari, terdakwa selalu membuat keresahan masyarakat dengan melontarkan ancaman-ancaman fisik kepada sesama warga Krinjing. Maka, kami meminta dia mendapat hukuman mati," katanya.