Museum Haji Widayat Menuai Hikmah
Senin, 9 Maret 2015 07:40 WIB
Fajar Purnomo Sidi begitu juga, wajahnya "semringah", mengajak tamunya masuk ke museum peninggalan maestro pelukis Haji Widayat, untuk melihat sejumlah koleksi berbagai ukuran yang telah terpampang lagi.
"Kami mendapatkan hikmah dari persoalan pengelolaan masa lalu," kata Direktur Museum Haji Widayat di Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah pagi itu.
Di ruang pameran museum yang diresmikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wardiman Djojonegoro pada 30 April 1994, ia pun bertutur panjang lebar kepada tamunya tentang usahanya yang serius untuk menurunkan keterlibatan pemerintah pusat dalam merevitalisasi peninggalan Sang Maestro.
Maestro Widayat meninggal dunia pada 20 Juni 2002 dalam usia 83 tahun. Ia dimakamkan di Pemakaman Seniman Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Museum Haji Widayat meliputi tiga bangunan utama, yakni museum tempat memamerkan berbagai koleksi Widayat, Galeri Hajah Soewarni, dan Artshop Hajah Soemini. Suwarni dan Soemini adalah dua istri Widayat. Perkawinan Widayat dengan dua istrinya itu, melahirkan 11 anak.
Jumlah koleksi museum yang terletak sekitar dua kilometer timur Candi Borobudur itu, sekitar 1.001 karya, sekitar 500 karya di antaranya koleksi non-Widayat. Di kompleks tersebut, juga terpajang berbagai karya seni rupa, seperti patung, relief, dan instalasi.
Awal 2013, museum yang seluas tujuh ribu meter persegi tersebut, seakan dirundung duka karena persoalan keluarga yang membuat sekitar 140 karya Sang Maestro "diambil" dari tempat penyimpanan dan ruang pameran, menjadi barang rebutan di antara mereka.
Persoalan menyangkut koleksi museum juga pernah terjadi pada 2005, di mana satu lukisan secara tidak sah sempat dibawa keluar museum, akan tetapi berhasil dikembalikan, sedangkan pada 2010, sekitar 50 karya Widayat dan koleganya juga pernah hilang dan hingga saat ini sebagian telah kembali.
Setelah peristiwa pengambilan koleksi museum pada awal 2013, seakan membuat nama Museum Haji Widayat tenggelam. Nyaris tidak ada aktivitas terutama terkait dengan lukisan maupun kesenian lainnya.
"Masih ada sekitar 30 karya yang belum kembali, masih dalam persoalan hukum. Tetapi kami tidak ingin berhenti dari persoalan ini. Kami ingin melangkah ke depan untuk kelangsungan museum ini," kata Fajar, salah satu anak Widayat, yang akrab dipanggil Pungky itu.
Setelah pada 2014, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman menurunkan dana revitalisasi sekitar Rp1,5 miliar, Pungky pun mulai merancang lanjutan program tersebut, untuk jangka beberapa tahun ke depan dengan sasaran utama menjadikan Museum Haji Widayat sebagai pusat restorasi lukisan di Indonesia.
"Secara bertahap, kami ingin menjadikan museum ini sebagai pusat restorasi lukisan. Kalau terwujud, museum ini menjadi yang pertama di Indonesia. Tentu harus melibatkan ahli," katanya.
Hidup kembali
Pada Minggu (8/3) siang, Museum Haji Widayat tampak hidup kembali. Wajah Pungky pun "semringah", karena tempat penting yang peninggalan bapaknya itu, menjadi pilihan Untung Yuli Prastiawan (33), seorang pelukis muda kawasan Candi Borobudur yang juga anggota Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI), untuk pesta pernikahannya dengan Swasti Handayani Putri (32).
Putri yang mulai berpacaran dengan Untung Yuli yang dipanggil akrab Wawan Geni itu pada 2009, pernah terpilih sebagai Duta Wisata Kabupaten Magelang pada 2006. Wawan dikenal sebagai pelukis dengan teknik "sundut" atau menggunakan bara untuk melukis, sehingga bernama Wawan Geni.
Prosesi pesta pernikahan pelukis yang digarap kawan-kawannya di KSBI pimpinan Umar Chusaeni itu, seakan menjadikan Museum Haji Widayat hidup kembali. Pungky pun dengan gembira ikut sibuk mengatur kelancaran prosesi tersebut.
"Tempat ini istimewa, museum lukisan karya Sang Maestro yang bermakna untuk kehidupan pernikahan kami," kata Wawan.
Kedua mempelai, setelah menyatakan ijab kabul di pendopo museum, kemudian duduk di tandu masing-masing yang dibuat dengan instalasi dedaunan kering. Mereka menjalani kirab mengelilingi halaman museum hingga berakhir di tempat resepsi, di pendopo di dalam Museum Haji Widayat.
Hadir pada pesta pernikahan tersebut, terutama para seniman, kawan-kawan Wawan Geni, antara lain datang dari Borobudur, Magelang, dan Yogyakarta.
Aneka tetabuhan dari musik rebana oleh anggota Lembaga Seni dan Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) Nahdlatul Ulama Kabupaten Magelang pimpinan Abbet Nugroho mengiringi prosesi.
Di depan pintu masuk Museum Haji Widayat, Wawan Geni menyerahkan seperangkat alat melukis kepada Putri, yang antara lain berupa palet, kuas, dan cat untuk kemudian mereka bersama-sama melukis di atas kanvas.
Mereka yang hadir di bawah sinar matahari yang tak begitu panas, tampak bersuka ria mengikuti prosesi tersebut, seakan turut menggaungkan kegembiraan kedua mempelai.
"Pak Widayat adalah guru kami. Kami ingin tempat ini hidup kembali. Tentu ini sangat berarti bagi para pelukis generasi saat ini dan yang akan datang. Melalui peristiwa pernikahan kawan kami, kami ingin ikut mewujudkan usah menghidupkan museum ini," kata Umar yang juga pelukis dan pengelola galeri "Limanjawi Art House" sekitar 700 meter timur Candi Borobudur itu.
Peresmian hasil revitalisasi 2014 atas Museum Haji Widayat dengan dukungan penuh dari Kemendikbud, rencananya pada Minggu (15/3) ditandai dengan pameran bersama 40 pelukis muda bertema "Pembacaan Kembali Karya Haji Widayat" hingga 31 Juni 2015.
Pungky juga mengaku telah mendapat respons positif dari Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kemdikbud Harry Widianto saat menginspeksi pelaksanaan revitalisasi Museum Haji Widayat pada September-Desember 2014.
Program revitalisasi tahap pertama itu, antara lain meliputi perencanaan, pelaksanaan, perbaikan sarana dan prasarana, perbaikan pigura berbagai lukisan yang menjadi koleksi museum, dan pengawasan.
"Beliau (Harry Widianto, red.) menghendaki supaya ada program lanjutan atas revitalisasi Museum Haji Widayat. Kami segera menyusun sejumlah program untuk itu," katanya.
Sekitar 1.000 karya dan peninggalan Widayat, katanya, perlu direstorasi secara bertahap hingga tiga tahun ke depan dengan melibatkan ahli restorasi lukisan.
Pada kesempatan itu, ia menyebut dua ahli restorasi lukisan, masing-masing dari Jepang dan Tiongkok, yang perlu didatangkan untuk program tersebut. Mereka sekaligus melatih orang Indonesia untuk menjadi ahli restorasi lukisan di Museum Haji Widayat.
"Supaya setelah 2018, museum ini dengan para ahli dari Indonesia sendiri bisa mewujudkan rencana menjadi pusat restorasi lukisan di Indonesia," katanya.
Hikmah sedang dituai oleh Museum Haji Widayat. Itulah, kiranya ihwal yang akan menjadi pelajaran kuat untuk kelangsungan daya upaya menghidupi peninggalan Sang Maestro.
Pewarta : M Hari Atmoko
Editor:
Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2025