Logo Header Antaranews Jateng

Penghayat Kepercayaan "Pahoman Sejati" Doa untuk Bangsa

Kamis, 18 Juni 2015 21:16 WIB
Image Print
Para penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, "Pahoman Sejati" ritual doa dalam perayaan tahun baru kalender Jawa kuno (6417 Jawa Respati) di Pendopo Padepokan Seni Budi Aji di kawasan Gunung Merapi Dusun Wonogiri Kidul, Desa Kapuhan, Kecama
Doa yang dipimpin oleh sesepuh "Pahoman Sejati" Ki Rekso Jiwo di Pendopo Padepokan Seni Budi Aji di Dusun Wonogiri Kidul, Desa Kapuhan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Kamis malam itu, berlangsung secara takzim dengan diikuti sekitar 70 penganut aliran kepercayaan tersebut.

Mereka, baik perempuan maupun laki-laki, yang mengikuti rangkaian persembahyangan tersebut, umumnya mengenakan pakaian adat Jawa dengan dominasi warna serba hitam.

"Kita bersama pada kesempatan ini selain melestarikan tradisi budaya Jawa juga berdoa untuk keselamatan seluruh bangsa," kata Ki Rekso dalam bahasa Jawa.

Ia juga mengajak masyarakat untuk saling menghormati, mengembangkan sikap rendah hati, dan memperkuat semangat persaudaraan serta kekeluargaan.

"Manusia harus rendah hati, manusia tidak sempurna, harus saling tolong-menolong," katanya.

Tahun baru dalam perhitungan kalender Jawa kuno mereka, yakni pada 1 Bodrowarno 6417 Jawa Respati atau bertepatan dengan 18 Juni 2015, sedangkan pergantian tahun berlangsung sekitar pukul 18.00 WIB.

Berbagai sesaji dalam rangkaian perayaan yang berupa doa ritual dan kirab budaya tersebut, antara lain berupa gunungan jenang bodrowarno, gunungan palawija, tumpeng, ingkung, ancak buangan, buah-buahan, dupa, kemeyang, dan kembang mawar warna merah serta putih.

Rangkaian ritual juga ditandai dengan pembacaan geguritan karya Ki Rekso Jiwo, masing-masing berjudul "Nglacak" dan "Sasi Bodrowarno", oleh seorang penghayat bernama Sukisno.

Ketua I "Pahoman Sejati" Kikis Wantoro mengatakan perayaan juga menjadi momentum para penghayat kepercayaan tersebut, untuk merefleksikan kehidupan masa lalu agar bisa membangun kehidupan yang lebih baik pada masa mendatang.

"Segala kekurangan pada masa lalu, menjadi bahan refleksi untuk perjalanan hidup ke depan. Harapannya kita semua beroleh keselamatan, kemudahan mendapatkan rejeki, dan ketenteraman keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara," kata Kikis yang juga pengelola Padepokan Seni Budi Aji itu.

Mereka kemudian melakukan kirab dengan berjalan kaki di dusun tersebut sambil mengusung berbagai sesaji, gunungan palawija, dan jenang bodrowarno. Sepanjang tepi kanan dan kiri jalan dusun itu, dipasangi cukup banyak obor sebagai lambang penerangan hati manusia.

"Semoga perjalanan hidup ke depan ini mendapat 'pepadhang' (terang, red.) dari Tuhan Yang Maha Esa," katanya ketika menjelaskan tentang makna ritual obor tersebut.

Rangkaian perayaan selama dua hari (17-18 Juni 2015) tersebut, antara lain berupa pentas kesenian rakyat, pembacaan mocopat, pergelaran ketoprak, prosesi pengambilan air di Sendang Tirta Nirmala di kawasan Gunung Merapi, bakti alam berupa larung sukerto, merti jiwo, sarasehan budaya, dan pentas wayang kulit oleh dalang Ki Harsono dari Muntilan.


Pewarta :
Editor: M Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2024