Mayoritas Petani Tebu di Kudus Enggan Remajakan Bibit
Kamis, 6 Agustus 2015 20:48 WIB
Hal itu, lanjut dia, disebabkan karena petani merasa keberatan dengan biaya yang dikeluarkan ketika harus melakukan peremajaan bibit dengan varietas unggul.
Biaya untuk lahan dengan luasan 1 hektare, kata dia, mencapai Rp20-an juta lebih, sedangkan biaya perawatan tanpa harus bongkar ratoon diperkirakan hanya membutuhkan dana belasan juta per hektarenya.
Selain itu, kata dia, petani juga beranggapan dengan memanen lebih dari tiga kali masih menghasilkan sehingga enggan melakukan bongkar ratoon.
"Kami mencatat, ada yang melakukan pengeprasan tanaman tebu atau panen hingga lima kali lebih sehingga hasil panennya cenderung turun," ujarnya.
Sebetulnya, lanjut dia, tahun ini terdapat anggaran dari pusat untuk membantu petani yang bersedia melakukan bongkar ratoon.
Akan tetapi, kata dia, karena belum didukung dengan ketersediaan bibit, maka program tersebut untuk tahun ini belum bisa dijalankan.
"Jika memang petani mampu untuk melakukan peremajaan bibit, sebaiknya setelah dipanen tiga atau empat kali dilakukan peremajaan karena produktivitasnya juga jauh lebih bagus," ujarnya.
Dari 6.007 hektare luas areal lahan tanaman tebu di Kudus, kata dia, sebagian memang untuk bahan baku pembuatan gula merah dan sebagian lagi untuk gula putih.
Untuk bahan baku gula putih, kata dia, luasannya bisa mencapai 3.195 hektare, sedangkan sisanya untuk gula merah.
Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor:
Antarajateng
COPYRIGHT © ANTARA 2024