Logo Header Antaranews Jateng

Penegakan Hukum dalam Koridor Kondusivitas Pilkada

Senin, 7 Desember 2015 07:08 WIB
Image Print
Ajakan antisuap . (Foto: ANTARA Jateng/Kliwon)
Meski Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang memfasilitasi pembuatan dan pemasangan alat peraga kampanye (ATK), baik berupa baliho, umbul-umbul, maupun spanduk, peserta pilkada hendaklah memberi contoh yang baik di mata rakyat dengan melepas ATK pada masa tenang.

Mereka bisa mengerahkan tim sukses dan sukarelawannya untuk membersihan sejumlah ATK, bukan malah sebaliknya bergerilya dengan menyebarkan bahan kampanye plus iming-iming bertujuan memengaruhi pemilih pada hari-H pemungutan suara, 9 Desember 2015.

Pasalnya, ancamannya tidak main-main. Komisi Pemilihan Umum Provinsi bisa mendiskualifikasikan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur sebagai peserta pilkada setelah ada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht/inkrah).

Begitu pula, KPU Kabupaten/Kota bisa memberi sanksi pembatalan sebagai pasangan calon bupati dan wakil bupati/pasangan calon wali kota dan wakil wali kota apabila putusan pengadilan itu sudah inkrah.

Tidak saja sanksi administrasi berupa pembatalan sebagai peserta pilkada, pasangan calon itu juga dikenai sanksi pidana berdasarkan peraturan perundang-undangan. Hal ini diatur di dalam Pasal 74 Ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 Tahun 2015 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

Tim kampanye pun tidak luput dari sanksi pidana jika terbukti melanggar Pasal 73 UU No.1/2015 sebagaimana diubah dalam UU No.8/2015. Namun, dalam Pasal 74 PKPU No.7/2015 maupun Pasal 73 UU Pilkada, tidak ada ancaman berapa lama hukuman penjaranya, atau hanya tertulis frasa: "...dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".

Dalam hukum formal, soal suap sudah diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tepatnya termaktub dalam Pasal 149. Pelaku terancam hukuman penjara paling lama 9 bulan. Begitu pula, pidana yang sama diterapkan kepada penerima suap.


Kampanye Antisuap

Upaya pencegahan praktik politik uang, tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara pemilihan, tetapi juga ada di antara anggota masyarakat yang gencar berkampanye antisuap melalui spanduk.

Bahkan, mereka memasangnya pada hari pertama masa tenang, Minggu (6/12). Spanduk bertuliskan: "Pesan Ki Semar: Jangan Berharap Semarang Bebas Korupsi Kalau Suara Anda Masih Bisa Dibeli. Jangan Takut Intimidasi Gunakan Hati Nurani" terlihat di Jalan Elang Raya Kota Semarang, Jawa Tengah. Di bawah pesan antisuap itu tertulis: "LSM Bima Sakti".

Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Tengah Abhan Misbah, S.H. berpendapat bahwa peran masyarakat sangat besar sekali dalam mengampanyekan anti-"money politic" atau tolak suap politik dalam pilkada.

"Upaya mengatasi persoalan 'money politic' dalam pilkada tidak hanya melalui pendekatan hukum, tetapi juga pendekatan kultural," katanya.

Abhan menekankan bahwa persoalan politik uang jangan sampai mencederai proses demokrasi. "Jika praktik politik uang mencederai pilkada serentak di 21 kabupaten/kota, sulit mewujudkan kepala daerah yang amanah yang membawa keadilan dan kesejahteraan bagi daerah yang bersangkutan," katanya.

Oleh karena itu, lanjut Abhan, Bawaslu membutuhkan partisipasi semua pihak dalam mengampanyekan antipolitik uang dalam pilkda meski di masing-masing tempat pemungutan suara (TPS) terdapat seorang pengawas TPS atau di 21 kabupaten/kota sebanyak 33.843 pengawas TPS.

"Mata pengawas sangat terbatas. Sejatinya pengawas itu adalah masyarakat. Di setiap sudut, mereka ada. Pengawaan partisipatif ini sangat berharga bagi kami," katanya.

Ia menegaskan bahwa kewenangan menindaklanjuti laporan atau temuan, baik berupa pelanggaran administrasi pemilihan, pelanggaran pidana pemilu, pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan umum, maupun sengketa pemilihan adalah Panwas Kota/Kabupaten dan Bawaslu Provinsi.

Kendati demikian, Abhan memandang partisipasi publik sangat berperan, terutama menyosialisasikan aturan main dalam pilkada yang melarang peserta pilkada dan/atau tim suksesnya, misalnya, melakukan praktik politik uang.


Penyuap Tetap Dihukum

Meskipun "money politic" pada masa tenang dan hari pemungutan suara dalam UU No. 8/2015 bukan merupakan tindak pidana, kepolisian tampaknya telah menemukan solusi, yakni menerapkan Pasal 149 KUHP. Jadi, penyuap tidak bisa lolos dari jerat hukum.

Hal terkait dengan praktik politik uang tidak luput dari perhatian Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah. Bahkan, jauh hari telah mencermati regulasi dan problematiknya.

Begitu pula, terkait dengan kasus mencoblos lebih dari satu kali atau menggunakan surat pemberitahuan pemungutan suara kepada pemilih milik orang lain, pelaku terancam pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, sebagaimana termaktub dalam Pasal 151 KUHP.

"Perbuatan itu dalam UU No. 8/2015 bukan merupakan tindak pidana," kata Kepala Bagian Pembinaan Operasional Ditreskrimum Polda Jawa Tengah AKBP Endras Setiawan ketika tampil dalam dalam diskusi bertajuk "Optimalisasi Sentra Gakkumdu dalam Pilkada Serentak 2015" di Gedung Pers, Semarang, Rabu (2/12).

Fungsi kepolisian yang temaktub dalam UU No. 2/2002 di samping penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, juga pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Oleh karena itu, kata AKBP Endras Setiawan, setiap tahapan inti pilkada serentak dapat terlaksana dengan baik, aman, tertib, lancar, dan kondusif.

Dengan demikian, terdapat tiga mindset (pola pikir) di antara tiga pemangku kepentingan dalam pilkada, yakni polisi tetap menjaga kondusivitas, panwas berpola pikir penegakan hukum dalam pilkada adalah suatu keniscayaan, sementara pasangan calon yang penting memenangi pilkada.

Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Tengah Abhan Misbah memandang perlu meramu tiga mindset (pola pikir) tersebut. "Hukum tetap jalan tetapi tetap kondusif. Hal ini kuncinya adalah keadilan," katanya.

Pewarta :
Editor: Kliwon
COPYRIGHT © ANTARA 2025