Pengusaha Minta Jaminan Jangka Panjang Tenaga Kerja Tidak Merugikan
Selasa, 22 Maret 2016 15:51 WIB
Pihaknya khawatir jika suatu saat terjadi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) akan berdampak pada pengambilan uang jaminan oleh tenaga kerja secara sepihak.
"Dalam hal ini dari pemerintah harus ada regulasi jelas, jangan sampai uang pensiun begitu didesak langsung dapat diambil juga," kata Dedi yang juga Ketua Apindo Kota Semarang tersebut.
Menurut dia, wajar jika pengusaha khawatir akan kondisi tersebut mengingat para pengusaha tidak dapat menjamin keberlangsungan dari perusahaannya tersebut.
"Dalam hal ini pengusaha tidak bisa menjamin apakah si pekerja ini akan terus bekerja di perusahaan tersebut hingga saat pensiun nanti. Kalau tidak ada peraturan jelas terkait hal ini tentu pencairan jaminan yang terkesan mendadak ini bisa menjadi kendala bagi perusahaan," katanya.
Dia mengatakan terkait dengan rincian uang jaminan jangka panjang untuk tenaga kerja yang harus dibayarkan oleh perusahaan saat ini mencapai 10 persen.
Jika kebijakan mengenai tabungan perumahan rakyat (tapera) jadi diterapkan, katanya, maka total jaminan untuk tenaga kerja yang harus dibayarkan oleh perusahaan mencapai 10,5 persen.
Dedi mengatakan angka tersebut sudah cukup berat bagi perusahaan.
Pihaknya tidak ingin tingginya uang jaminan yang harus dibayarkan oleh perusahaan tersebut akan berdampak buruk bagi daya saing perusahaan.
"Kami dari pengusaha justru berharap bisa diberikan insentif, paling tidak biaya-biaya tersebut dapat dikurangi. Untuk diketahui saja, saat ini harga jual sejumlah produk dari dalam negeri sudah kalah dari produk dari negara lain," katanya.
Oleh karena itu, katanya, jika kondisi tersebut dibiarkan akan berdampak buruk bagi keberlangsungan perusahaan itu sendiri.
"Kalau ada insentif tentu akan dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. Dalam hal ini daya saing juga dapat lebih terjaga," katanya.
Pewarta : Aris Wasita
Editor:
Mahmudah
COPYRIGHT © ANTARA 2024