Logo Header Antaranews Jateng

Roma boleh optimistis, tapi sejarah berpendapat lain

Rabu, 25 April 2018 08:55 WIB
Image Print
Bek AS Roma, Juan Jesus (kanan), membantu penjaga gawang Alisson untuk berdiri setelah gawang mereka kebobolan gol kedua penyerang Liverpool Mohamed Salah dalam laga pertama semi final Liga Champions di Stadion Anfield, Liverpool, Inggris, Rabu (25/4/2018) dini hari WIB. (twitter.com/ChampionsLeague)
Jakarta (Antaranews Jateng) - AS Roma menyatakan tetap optimistis menyongsong laga kedua semi final Liga Champions meski di laga pertama mereka mereka takluk 2-5 di tangan Liverpool saat menyambangi Stadion Anfield, Liverpool, Inggris, Rabu dini hari WIB.

Optimisme yang disuarakan pelatih Eusebio Di Francisco ataupun kapten Daniele De Rossi tentu saja bukan tak berdasar, pasalnya mereka sukses lolos dari situasi serupa ketika menyingkirkan Barcelona dari Liga Champions.

Berbekal kemenangan 3-0 di Stadion Olimpico, Roma, Italia, Roma membayar defisit kekalahan 1-4 di Nou Camp di laga pertama perempat final dan lolos ke semi final berkat gol tandang Edin Dzeko.

Namun optimisme Di Francesco, De Rossi maupun para pendukung Il Lupo menghadapi tantangan besar, sebab sejarah tak mencatat ada tim yang bisa bangkit dari ketertinggalan tiga gol di laga pertama semi final Liga Champions untuk kemudian lolos ke final berbekal kemenangan di laga kedua.

Laiknya kerap dielu-elukan para pendukung Liverpool, sejarah kali ini berpihak juga kepada mereka, sebab laman resmi Liga Champions mencatat setidaknya sejak format kandang-tandang diterapkan untuk partai semi final mulai musim 1994/1995 enam tim berhasil melenggang ke final setelah memegang keunggulan agregat sekurang-kurangnya tiga gol dalam kemenangan di laga pertama.

Situasi pertama terjadi pada musim 1997/1998 ketika Juventus menang 4-1 di laga pertama atas AS Monaco. Upaya keras Monaco untuk lolos ke final gagal lantaran hanya memenangi laga kedua dengan skor 3-2 dan Juventus lolos ke final dengan agregat 6-4, meski kemudian mereka menyerah 0-1 di tangan Real Madrid.

Kemudian pada musim 1999/2000, Valencia unggul 4-1 di laga pertama atas Barcelona dan lolos ke final setelah hanya kalah 1-2 di laga kedua.

Situasi berikutnya terjadi hampir satu dasawarsa berselang, tepatnya pada musim 2012/2013 Borussia Dortmund --yang kala itu masih ditangani pelatih Liverpool sekarang Juergen Klopp-- menang 4-1 atas Real Madrid di laga pertama dan lolos ke final meski kalah 0-2 di laga kedua.

Di musim yang sama, Bayern Muenchen juga unggul 4-0 atas Barcelona di laga pertama hanya demi menuntaskan tugasnya dengan baik dengan meraih kemenangan 3-0 di laga kedua dan lolos ke final hingga menjadi juara.

Selanjutnya pada musim 2014/2015 Barcelona membalas hal tersebut kepada Muenchen, menang 3-0 di laga pertama dan lolos ke final meski kalah 2-3 di laga kedua, sampai akhirnya membawa pulang trofi Liga Champions.

Terakhir, pada musim lalu juara bertahan Madrid menang 3-0 di laga pertama atas rival sekotanya Atletico Madrid dan tetap lolos ke final walaupun kalah 1-2 di laga kedua.

Maka, jika Roma berhasil membayar defisit kekalahan 2-5 di laga pertama dengan kemenangan yang bisa meloloskan mereka ke final (3-0 atau 4-1), hal itu akan membuat pasukan Giallorossi menorehkan sejarah baru dengan tinta berwarna merah kuning.

 



Pewarta :
Editor: Antarajateng
COPYRIGHT © ANTARA 2024