Film "Buffalo Boys" cerita aksi koboi gaya Indonesia
Kamis, 19 Juli 2018 09:13 WIB
Jakarta (Antaranews Jateng) - "Koboi itu naik kuda, bukan kerbau...", demikian salah satu penggalan dialog dalam film besutan Mike Wiluan, Buffalo Boys.
Berangkat dari sana, mungkin bisa ditebak seperti apa gaya para jagoan dalam film, mengenakan topi khas koboi di Amerika pada abad ke-19 lengkap dengan rompi kulit dan senjata di sisi kanan-kiri celana.
Hanya bedanya, mereka tak mengendarai kuda untuk menggembala ternak. Mereka juga tak bermusuhan dengan suku Indian seperti dalam beberapa film fiksi Barat dan bukan hanya senjata api yang mereka punya.
Berlatarkan era penjajahan Belanda di pulau Jawa dan wild west tahun 1860-an, film ini menyuguhkan kisah tiga pribumi, duo kakak beradik Jamar (Ario Bayu) dan Suwo (Yoshi Sudarso), serta paman mereka, Arana (Tio Pakusadewo) yang diasingkan ke Amerika Serikat.
Mereka kembali ke tanah air untuk satu tujuan, yakni balas dendam pada residen Belanda bernama Van Trach (Reinout Bussemaker) yang sudah membunuh ayah mereka, seorang sultan.
Di tengah perjalanan, ketiganya bertemu Suroyo (El Manik), lalu dua cucunya, Sri (Mikha Tambayong) dan Kiona (Pevita Pearce) yang ternyata membawa mereka mendekat pada sang musuh sekaligus sosok yang sempat menghilang dari sisi Arana.Berangkat dari sana, mungkin bisa ditebak seperti apa gaya para jagoan dalam film, mengenakan topi khas koboi di Amerika pada abad ke-19 lengkap dengan rompi kulit dan senjata di sisi kanan-kiri celana.
Hanya bedanya, mereka tak mengendarai kuda untuk menggembala ternak. Mereka juga tak bermusuhan dengan suku Indian seperti dalam beberapa film fiksi Barat dan bukan hanya senjata api yang mereka punya.
Berlatarkan era penjajahan Belanda di pulau Jawa dan wild west tahun 1860-an, film ini menyuguhkan kisah tiga pribumi, duo kakak beradik Jamar (Ario Bayu) dan Suwo (Yoshi Sudarso), serta paman mereka, Arana (Tio Pakusadewo) yang diasingkan ke Amerika Serikat.
Mereka kembali ke tanah air untuk satu tujuan, yakni balas dendam pada residen Belanda bernama Van Trach (Reinout Bussemaker) yang sudah membunuh ayah mereka, seorang sultan.
Soal suguhan action sepanjang film, cukup banyak adegan berkelahi yang bisa penonton nikmati dan ini terasa nyata baik dari sisi teknik beladiri mereka serta efek visual dan efek suara yang mumpuni. Walau memang terkesan relatif brutal untuk sebagian orang.
Mike dan tim tak main-main untuk urusan kebutuhan artistik cerita seperti efek visual pada luka robekan, memar di wajah, cambukan di punggung hingga riasan para karakter.
Dari sisi cerita, usaha pria yang mengaku penggemar film Barat itu menggabungkan dua kultur berbeda yakni Asia dan Barat bisa terlihat, salah satunya melalui senjata yang para "pria penunggang kerbau".
Lebih dari itu, Mike akan mengingatkan penonton kembali soal luka penindasan, kekejian yang masyarakat Indonesia alami terutama kaum hawa serta penolakan kebijakan tak berhati yang berujung kematian di era penjajahan.
Lalu, bagaimana kerasnya usaha masyarakat pada masa lalu melawan dan mengusir pendatang yang tak diundang itu. Ada semacam pesan yang dia tanamkan, yakni di tengah ketidakberdayaan, masih ada pribumi yang berjuang menentang ketidakadilan.
Untuk penonton dewasa yang berharap ada drama percintaan di sini, sebaiknya harus membuang harapan itu. Mike tak begitu ngotot menghadirkannya, karena bukan merupakan ide utama cerita dan pertimbangan durasi.
Karena ada unsur sadisme, mereka yang tak tahan dengan darah dan unsur kekerasan seperti penyiksaan secara seksual dan lainnya sebaiknya siap-siap menutup mata.
Sisanya, silahkan penonton nikmati dan nilai sendiri.
"Buffalo Boys", sebuah film bergenre action fantasy dan berdurasi sekitar 110 menit keluaran Infinite Studios tayang hari ini di bioskop Tanah Air. (Editor : Fitri Supratiwi).
Pewarta : Lia Wanadriani Santoso
Editor:
Totok Marwoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024