Atasi polisi bunuh diri, izin memegang senjata diperketat
Senin, 6 Agustus 2018 15:25 WIB
"Polisi sangat dibutuhkan oleh masyarakat, sementara sebagian anggota justru sulit mempertahankan dirinya dari belitan masalah sehingga mengambil jalan pintas membunuh dan bahkan bunuh diri," katanya dalam percakapannya dengan Antaranews di Semarang, Senin.
Menurut Supriyadi, polisi seperti layaknya anggota masyarakat biasa, juga membutuhkan kenyamanan dalam hidupnya, sehingga diperlukan juga perhatian serius dari sisi psikologi.
Menyangkut anggota polisi yang diberikan izin memegang senjata api, dia menyarankan agar izin memegang senjata api diperketat. Hal ini untuk menghindari anggota polisi melakukan tindakan berbahaya seperti bunuh diri, membunuh keluarga atau teman dekatnya. Kasus terakhir pada bulan Agustus 2018 seorang Kapolsek di Sultra menembak Brigadir Sanusi.
Ditambahkan, cara yang ditempuh dalam pengetatan izin membawa senjata api dengan melalui pemeriksaan psikologis atau psikotest setiap 3 bulan sekali dan maksimal 6 bulan sekali. Hal ini harus dilakukan mengingat kondisi psikologis seorang anggota polisi yang memegang senjata api selalu berubah dari waktu ke waktu.
Supriyadi yang juga dosen Universitas Bhayangkara Jakarta ini menambahkan, semua polda saat ini telah memiliki psikolog, sehingga peran dari psikolog di daerah-daerah perlu ditingkatkan. "Perannya tidak hanya pemeriksaan secara psikologis saja, tetapi juga dalam hal memberikan konsultasi psikologis bagi anggota yang dipandang memiliki permasalahan psikologis," tambahnya.
Dalam kesempatan sama dia juga menggagas psikolog masuk ke polsek, sehingga diharapkan secara psikis anggota polri yang bertugas di polsek merasa terjaga kesehatan fisiknya dan psikisnya.
Pewarta : Totok Marwoto
Editor:
Mahmudah
COPYRIGHT © ANTARA 2024