Bekraf proyeksikan minimal 3000 layar memutar film Indonesia
Rabu, 7 November 2018 17:10 WIB
Sekarang pertumbuhan perfilman Indonesia luar biasa. Tahun 2015 baru lima juta penonton film nasional, sekarang akhir tahun ini 50 juta penonton
Jakarta (Antaranews Jateng) - Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf memproyeksikan minimal tiga ribu layar memutar film Indonesia.
"Kita ingin minimal ada tiga ribu layar, jadi dua kali lipat dari yang sekarang di kota-kota kecil karena kantung-kantung penonton film nasional adanya di kota-kota kecil, mereka tidak ada bioskop," ujar Triawan pada ajang World Conference on Creative Economy (WCCE) di Nusa Dua, Bali pada Rabu.
Dia mengakui, tantangannya adalah kalau pihaknya tidak bisa menambah layar, maka jumlah film nasional tidak bisa tertampung karena harus bersaing dengan film-film impor.
"Kalau tidak ada film impor bioskop belum berani mengandalkan film nasional, walaupun sekarang film nasional itu sudah 40 persen dari jumlah film yang diputar di bioskop," tuturnya.
Menurut Triawan, di Australia film nasionalnya hanya 1,25 persen karena sisanya merupakan film-film Hollywood, sedangkan Indonesia film nasionalnya sudah hampir 40 persen dan akan meningkat menjadi 50 persen.
"Kita tidak bisa memaksa bioskop untuk terus memutar film Indonesia, kalau kita belum bisa memberikan kualitasnya," ujarnya. Kepala Bekraf tersebut juga mengakui bahwa pertumbuhan film nasional saat ini luar biasa dibandingkan sebelumnya.
"Setelah kita membuka Daftar Negatif Investasi perfilman akhir tahun 2015, sekarang pertumbuhan perfilman Indonesia luar biasa. Tahun 2015 baru lima juta penonton film nasional, sekarang akhir tahun ini lima puluh juta penonton," katanya. Triawan juga menyampaikan terjadi peningkatan jumlah layar untuk film Indonesia dari sekitar 1.100 layar sebentar lagi menjadi sekitar 1.700 layar.
"Ini perkembangannya luar biasa, jadi film merupakan salah satu cerita sukses dari Bekraf," tuturnya usai menyampaikan pidato pembukaan di World Conference on Creative Economy.
Dalam pidato sambutannya, kepala Bekraf tersebut menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengambil peran lebih besar dalam pembangunan ekonomi kreatif global.(Editor : Subagyo).
"Kita ingin minimal ada tiga ribu layar, jadi dua kali lipat dari yang sekarang di kota-kota kecil karena kantung-kantung penonton film nasional adanya di kota-kota kecil, mereka tidak ada bioskop," ujar Triawan pada ajang World Conference on Creative Economy (WCCE) di Nusa Dua, Bali pada Rabu.
Dia mengakui, tantangannya adalah kalau pihaknya tidak bisa menambah layar, maka jumlah film nasional tidak bisa tertampung karena harus bersaing dengan film-film impor.
"Kalau tidak ada film impor bioskop belum berani mengandalkan film nasional, walaupun sekarang film nasional itu sudah 40 persen dari jumlah film yang diputar di bioskop," tuturnya.
Menurut Triawan, di Australia film nasionalnya hanya 1,25 persen karena sisanya merupakan film-film Hollywood, sedangkan Indonesia film nasionalnya sudah hampir 40 persen dan akan meningkat menjadi 50 persen.
"Kita tidak bisa memaksa bioskop untuk terus memutar film Indonesia, kalau kita belum bisa memberikan kualitasnya," ujarnya. Kepala Bekraf tersebut juga mengakui bahwa pertumbuhan film nasional saat ini luar biasa dibandingkan sebelumnya.
"Setelah kita membuka Daftar Negatif Investasi perfilman akhir tahun 2015, sekarang pertumbuhan perfilman Indonesia luar biasa. Tahun 2015 baru lima juta penonton film nasional, sekarang akhir tahun ini lima puluh juta penonton," katanya. Triawan juga menyampaikan terjadi peningkatan jumlah layar untuk film Indonesia dari sekitar 1.100 layar sebentar lagi menjadi sekitar 1.700 layar.
"Ini perkembangannya luar biasa, jadi film merupakan salah satu cerita sukses dari Bekraf," tuturnya usai menyampaikan pidato pembukaan di World Conference on Creative Economy.
Dalam pidato sambutannya, kepala Bekraf tersebut menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengambil peran lebih besar dalam pembangunan ekonomi kreatif global.(Editor : Subagyo).
Pewarta : Aji Cakti
Editor:
Totok Marwoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024