Mahasiswa UNY olah daun petai cina jadi sabun herbal
Senin, 14 Januari 2019 13:47 WIB
"Gagasan membuat sabun herbal itu karena dalam daun petai cina mengandung energi 128 kilokalori (kkal), protein 12 gram (gr), lemak 6,5 gr, karbohidrat 12,4 gr, kalsium 500 mg, fosfor 100 miligram (mg), zat besi 3 mg, vitamin A 17.800 IU, vitamin B1 0,04 mg, dan vitamin C 64 mg," kata koordinator kelompok mahasiswa UNY Fatwaning Raras Pawestri di Yogyakarta, Minggu.
Menurut dia, pembuatan sabun herbal itu bertujuan agar produk kecantikan berupa kosmetik badan yang tidak hanya cepat dalam mencerahkan, mengurangi kekusaman dan menghaluskan kulit, tetapi juga menyadarkan masyarakat terhadap keamanan produk yang akan dikonsumsi oleh masyarakat itu sendiri.
"Sabun herbal berbahan daun petai cina itu kami beri nama Atecin. Bahan yang dibutuhkan adalah natrium hidroksida, air suling, daun petai cina untuk disaring airnya, pewarna makanan alami, minyak kelapa, minyak sawit, minyak zaitun, dan minyak esensial," katanya.
Ia mengatakan alat yang dibutuhkan adalah kompor, oven, sendok blender, gelas plastik ukuran 8 ons, termometer digital, dan cetakan sabun. Cara membuatnya adalah pertama kali dibuat campuran natrium hidroksida dengan air, kemudian buat campuran minyak kelapa, minyak sawit dan minyak zaitun sesuai ukuran yang sudah ditetapkan.
Kemudian racikan didiamkan. Panaskan minyak dalam oven atau kompor, kemudian campurkan racikan pertama dan kedua dengan spatula karet sebagai bantuan.
Campuran tersebut kemudian diaduk dengan menggunakan tongkat blender hingga mengental kira-kira waktunya tiga menit, jika masih ada gelembung berarti percampuran belum sempurna sehingga diaduk lagi sampai sempurna.
Setelah tercampur dengan sempurna kemudian tambahkan pewangi, minyak esensial, air daun petai cina dan pewarna makanan untuk mendapatkan warna yang menarik.
"Cetak dalam cetakan dan tunggu hingga mengeras. Setelah mengeras keluarkan dari cetakan dan dikemas dengan rapi untuk menarik minat pembeli," katanya.
Menurut dia, tanaman petai cina cukup populer di kalangan masyarakat. Masyarakat Jawa menyebutnya sebagai lamtoro dan sering memanfaatkan pohonnya sebagai pencegah erosi, peneduh, sumber kayu bakar, daunnya untuk pakan ternak, dan buahnya dibuat makanan botok lamtoro.
Anggota kelompok mahasiswa UNY itu antara lain Merita Dewi Kadarwati, Nurhayati Wahyu Kurniasari, Novita Permata Sari dan Aprilia Ristianasari.
Baca juga: UMY resmikan laboratorium penelitian kedokteran dan terapi molekuler
Baca juga: UNY kembangkan gel daun kupu-kupu penurun demam
Pewarta : Bambang Sutopo Hadi
Editor:
Edhy Susilo
COPYRIGHT © ANTARA 2024