Rektor UMP: Gunakan hak pilih dengan suasana batin yang tulus
Senin, 15 April 2019 16:36 WIB
"Dua hari lagi, kita akan melaksanakan pemilu, tepatnya tanggal 17 April 2019. Marilah kita datang ke TPS (tempat pemungutan suara) untuk menggunakan hak pilih dengan suasana batin yang tulus dan ceria setelah melalui tahapan kampanye yang cukup panjang dan tentu melelahkan," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.
Ia mengatakan dalam pemilu ada yang terpilih serta ada yang tidak terpilih, dan hal itu sebuah keniscayaan meskipun semua kontestan dapat dipastikan menginginkan menjadi pemenang.
Oleh karena itu, kata dia, dalam pemilu diperlukan kedewasaan, kematangan, dan keikhlasan untuk menerima perbedaan serta menerima kenyataaan hasil pesta demokrasi itu.
"Menjadi terpilih berarti harus mendapat suara terbanyak atau suaranya menenuhi ketentuan untuk mendapat kursi. Khusus calon legislator, di samping dapat suara 'aman', partainya juga harus lolos 'parliamentary threshold'," ujar dia yang juga Ketua Forum Komunikasi Alumni (Fokal) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Banyumas.
Menurut dia, hal itu yang menjadikan para calon legislator berjuang mati-matian dalam proses kampanye dan pemilu sehingga pesta demokrasi menjadi rawan konflik dan perpecahan anak bangsa.
Lebih lanjut, Rektor mengatakan bahwa nasihat Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir yang menyerukan untuk menjaga kerukunan dan perdamaian dalam pemilu sangatlah relevan.
Dalam hal ini, pemilu bukan tahap akhir perjalanan bangsa di mana ketika pemilu usai, usailah sudah sejarah bangsa.
"Pemilu justru merupakan awal untuk mencapai tahap berikutnya yang lebih maju dan berkualitas karena terpilihnya para pemimpin baru dengan semangat baru," ucapnya.
Oleh karena itu, kata dia, sangat naif jika pemilu manjadi ajang memperlebar perpecahan dan menciptakan konflik yang tidak berkesudahan.
Ia mengatakan jika semua pihak memandang pemilu itu bukan segala-galanya, maka tidak ada yang menang dan kalah serta tidak ada yang unggul maupun yang tersingkir.
Menurut dia, yang harus menjadi segala-galanya adalah sejarah bangsa yang tidak boleh berhenti dalam berproses untuk menjadi lebih maju serta menyejahterakan dan membahagiakan seluruh elemen bangsa.
Pewarta : Sumarwoto
Editor:
Mahmudah
COPYRIGHT © ANTARA 2024