Logo Header Antaranews Jateng

Sekjen KONI divonis 2 tahun 8 bulan bui

Senin, 20 Mei 2019 18:25 WIB
Image Print
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Olahraga Nasional Indoensia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum (Bendum) KONI Johny E Awuy menjalani sidang pembacaan putusan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (20/5). (Desca Lidya Natalia)
Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Olahraga Nasional Indoensia (KONI) Ending Fuad Hamidy divonis 2 tahun dan 8 bulan penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 2 bulan kurungan karena terbukti menyuap Deputi IV bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana dan dua pegawai Kemenpora Adhi Purnomo dan Eko Triyanta.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Ending Fuad Hamidy telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 2 tahun 8 bulan ditambah denda Rp100 juta subsider 2 bulan kurungan," kata ketua majelis hakim Rustiono di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Putusan itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang menuntut agar Ending divonis penjara selama 4 tahun serta pidana denda sejumlah Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan.

Majelis hakim yang terdiri atas Rustiono, Arifin, Bambang Hermanto, Ugo dan M Idris M Amin itu memutus vonis berdasarkan dakwaan alternatif pertama pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Hakim juga mengabulkan permohonan Ending untuk ditetapkan sebagai "justice collaborator" (JC) atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum meski jaksa penuntut umum (JPU) KPK tidak memberikan status tersebut kepada Ending.

"Majelis hakim berpendapat bahwa pemberian hadiah itu bukan datang dari Ending Fuadh Hamidy, tapi dari pihak Kemenpora RI maka menurut majelis hakim beralasan untuk mengabulkan permintaan 'justice collaborator' tersebut, tapi tidak menghilangkan hukuman terhadap terdakwa tersebut," ungkap hakim Mulyana.

Hakim menilai bahwa pemberian 1 unit mobil Fortuner, ponsel maupun uang merupakan permintaan dari pihak Kemenpora RI yaitu Mulyana, Adhi Purnomo dan Eko Triyanta.

"Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan dan berterus terang, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa masih punya tanggungan keluarga, terdakwa merasa bersalah dan sangat menyesali perbuatan dan berjanjit tidak mengulangi perbuatan, terdakwa ikut mensukseskan Asian Games dan Para Games dan khusus terdakwa Ending bersikap sangat kooperatif dalam mengungkap perkara sehingga menjadikan terang perkara ini," tambah hakim Rustiono.

Dalam perkara ini Ending bersama-sama Bendahara Umum (Bendum) KONI Johny E Awuy dinilai terbukti menyuap Deputi IV bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana dengan satu unit mobil Fortuner, uang Rp400 juta dan satu unit ponsel Samsung Galaxy Note 9 (sekira Rp900 juta) serta Asisten Olahraga Prestasi pada Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Adhi Purnomo dan Staf Deputi IV Olahraga Prestasi Kemenpora Eko Triyanta senilai Rp215 juta.

Tujuan pemberian hadiah tersebut adalah agar Mulyana, Adhi dan Eko membantu mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan KONI Pusat kepada Kemenpora tahun 2019.

Pemberian pertama adalah terkait proposal hibah tugas pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi Olahraga Nasional pada "multi event" Asian Games ke-18 dan Asian Para Games ke-3 pada 2018 dengan usulan dana dari KONI sebesar Rp51,529 miliar yang diajukan Tono Suratman selaku Ketua Umum KONI Pusat.

Untuk mempercepat proses pencairan dana hibah tersebut, Mulyana meminta dibelikan mobil kepada Bendahara Pengeluaran Pembantu Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Kemenpora Supriyono. Supriyono lalu menyampaikan hal itu kepada Ending.

Setelah dilakukan penelitian oleh tim verifikasi, Chandra Bhakti selaku PPK Menyetujui dana hibah yang diberikan kepada KONI Pusat sejumlah Rp30 miliar dan dituangkan dalam perjanjian kerja sama pada 24 Mei 2018.

Setelah berkoordinasi dengan staf pribadi Menpora Imam Nahrowi yaitu Miftahul Ulum, disepakati "commitment fee" untuk Kemenpora sebesar 15-19 persen dari total nilai bantuan dana hibah.

Setelah pemberian itu, pada 8 November 2018 dilakukan pencairan dana tahap II pada 8 November 2018 sebesar 30 persen atau sejumlah Rp9 miliar.

Pemberian kedua adalah terkait proposal dukungan KONI dalam pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun 2018 dengan usulan sejumlah Rp27,506 miliar, namun yang disetujui adalah Rp17,971 miliar.

Untuk memperlancar proses persetujuan itu, Mulyana meminta handphone kepada Ending Fuadh Hamidy yang disampaikan oleh Mulyana melalui Atam selaku supir Ending. Selanjutnya Ending meminta Johny Auwy menyerahkan uang sejumlah Rp100 juta dan 1 handphone Samsung Galaxy Note 0 sesuai permintaan Mulyana

Pemberian handphone dan kartu ATM itu dilakukan pada 27 September 2018 di restoran bakso lapangan tembak Senayan.

Penyerahan uang untuk Adhi dan Eko tersebut dilakukan pada 18 Desember 2018 di gedung KONI Pusat dengan Ending memberikan Rp215 kepada Eko dengan mengatakan "sekalian saja biar dibawa Eko, sekalian kasihkan ke Pak Adhi". Saat Eko kembali ke kantor Kemenpora, ia langsung diamankan petugas KPK beserta barang bukti uang.

Atas putusan tersebut, baik Ending maupun JPU KPK menyatakan akan pikir-pikir terhadap vonis tersebut selama 7 hari

Terkait perkara ini, Johny E Awuy divonis 1 tahun dan 8 bulan penjara ditambah denda Rp50 juta subsider 2 bulan kurungan.

Pewarta :
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2024