Kisah milenial ciptakan aplikasi menabung sampah dapat emas
Padang (ANTARA) - Seorang milenial Risky Deandhika (24) yang berasal dari Tarok, Kecamatan Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat, berhasil menciptakan aplikasi Bank Sampah berbasis digital yang dinamakan Bank Sampah Pancadaya.
Aplikasi yang baru saja diciptakan sekitar dua pekan itu mendapat respons positif dari pemerintah dan masyarakat setempat. Bahkan, aplikasi tersebut telah diluncurkan secara resmi oleh Wakil Wali Kota Padang, Hendri Septa, pada 9 Agustus 2020.
Pembuatan aplikasi bank sampah ini berawal dari Program Kemitraan Masyarakat (PKM) yang diinisiasi oleh dosen Universitas Taman Siswa (Unitas) ke Bank Sampah Pancadaya di Kecamatan Kuranji, Padang, Sumatera Barat.
Aplikasi tersebut bertujuan untuk memudahkan masyarakat saat mendaftar sebagai nasabah, menyetorkan sampah, dan menjual hasil kreasi daur ulang sampah tanpa harus langsung datang ke lokasi. Terutama saat pandemi Corona Virus Disease (COVID-19).
Selain itu, melalui aplikasi tersebut nasabah dapat menabung sampah dari rumah tanpa kesulitan lagi datang ke bank sampah, melalui layanan jemputan. Dengan syarat berat sampah yang dijemput harus mencapai 100 kilogram dan sampah tersebut akan dijemput langsung menggunakan becak motor (betor).
Untuk lebih memudahkan masyarakat juga bisa membentuk kelompok menabung sampah di kelurahan masing-masing sehingga mempercepat pengumpulan sampah seberat 100 kilogram.
Kemudian yang paling menarik dari aplikasi bank sampah ini, saldo dari tabungan bank sampah dapat ditukarkan menjadi emas. Jadi, setiap tabungan sampah akan dinilai dengan uang per kilogram dan dapat ditukarkan menjadi emas.
Aplikasi tersebut juga memungkinkan masyarakat untuk menemukan lokasi bank sampah lainnya yang ada di Kota Padang karena sudah terintegrasi dengan aplikasi.
Jenis sampah yang bisa ditabungkan ke bank sampah pancadaya di antaranya, sampah organik, sampah plastik, sampah kertas, dan jenis sampah lainnya.
Selain itu, penggunaan aplikasi tersebut sangat mudah. Masyarakat cukup mengunduh aplikasi Bank Sampah Pancadaya di gadget masing-masing melalui Google Play Store.
Pada aplikasi bank sampah tersebut telah disediakan beberapa fitur layanan yang akan memudahkan masyarakat untuk menjadi nasabah.
Hanya autodidaktik
Rizky merupakan alumnus dari Program Studi Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Padang (UNP) sejak 2018 lalu.
Ia mengaku sewaktu kuliah tidak pernah belajar tentang pembuatan aplikasi. Karena saat kuliah lebih terfokus pada media pembelajaran dan pendidikan.
"Sehingga untuk pembuatan aplikasi ini, saya memang autodidaktik," kata dia.
Risky menceritakan pembuatan aplikasi bank sampah tersebut berawal dari tawaran seorang dosen Unitas Padang yang berinisiatif mengadakan aplikasi bank sampah dalam bentuk digital.
"Akan tetapi pihak Unitas hanya mewadahi pengadaan aplikasi, bukan untuk pembuatan aplikasinya sehingga Risky ditawari untuk membuat aplikasi itu," kata dia.
Akhirnya, Risky mencoba membuat aplikasi bank sampah hanya bermodalkan ilmu dari internet. Kemudian ia pun belajar dari artikel di Google yang berkaitan dengan pembuatan aplikasi bank sampah.
Pembuatan aplikasi tersebut tidak terlalu rumit, hanya berlangsung sekitar dua pekan. Namun, sedikit terkendala pada saat publikasinya, karena belum punya developer sendiri. Untuk pembuatan developer pun harus membayar sekitar Rp650.000 sehingga harus menunggu 14 hari untuk terbit di Google Play Store.
"Alhamdulillah sekarang aplikasi tersebut sudah bisa diunduh di Google Play Store," ujar dia.
Kemudian terkait desain logo bank sampah pancadaya yang berbentuk tangan dan berwarna hijau tersebut juga merupakan karya Risky sendiri yang dipelajari autodidaktik.
"Kalau desain logonya juga ide saya sendiri. Kalau belajar mendesain sudah sejak kuliah," kata dia.
Menurut Risky, saat ini dengan adanya teknologi, apa pun bisa dipelajari sendiri dengan mudah melalui media pembelajaran yang bisa diakses di mana-mana.
Ibarat pepatah Minang, alam terkembang menjadi guru. Artinya, alam adalah guru yang berharga. Selagi kita mau memanfaatkannya sebagai media pembelajaran.
Sampah jadi emas
Bank Sampah Pancadaya yang digagas orang tuanya Mina Dewi sejak 2012 itu, sampai saat ini memiliki 600 nasabah yang telah bergabung di bank sampah tersebut.
Karena bisa ditukar dengan emas, hal itu membuat nasabah menjadi lebih semangat dalam mengumpulkan sampah.
Risky juga merencanakan ke depan akan mengembangkan aplikasi tersebut menjadi tabungan emas. Supaya masyarakat yang menabung di Bank Sampah Pancadaya bisa melihat saldo tabungan emas mereka melalui aplikasi.
"Program menabung sampah menjadi emas ini merupakan hasil kerja sama bank sampah pancadaya dengan PT Pegadaian Area Padang. Untuk itu kita perlu persetujuan dari PT Pegadaian dalam pengembangan aplikasinya untuk menambahkan beberapa produk pegadaian lainnya," kata dia.
Riski juga akan terus menyosialisasikan tentang aplikasi Bank Sampah Pancadaya ke masyarakat di Kota Padang. Karena, menurutnya, saat ini jumlah nasabah di Bank Sampah Pancadaya masih didominasi masyarakat dari Kecamatan Kuranji.
"Kita tidak menutup kemungkinan, ke depannya melalui aplikasi ini nasabah bank sampah juga boleh berasal dari seluruh kecamatan di Kota Padang," kata dia.
Milenial peduli lingkungan
Motivasi Risky untuk bergabung dan turut berperan aktif di bank sampah ialah berasal dari ibundanya yang merupakan seorang penggagas Bank Sampah Pancadaya.
"Waktu masih SMA, saya sering diajak Mama ikut kegiatan yang diadakan bank sampah berupa kegiatan pengolahan sampah menjadi suatu kerajinan, tetapi cuma sekadar ikut. Bahkan awalnya tidak tertarik sama sekali," kata dia.
Namun, seiring berjalannya waktu, ia mulai menyadari ternyata sampah yang dianggap tak bernilai pun bisa menghasilkan uang jika diolah dengan baik menjadi barang yang bernilai seperti souvenir, tas, dan lainnya.
"Bahkan jika ditekuni dengan sungguh-sungguh bisa jadi peluang usaha yang menjanjikan ke depannya," kata dia.
Tidak hanya itu, ia juga terinspirasi dari semangat orang tuanya yang terus belajar melakukan berbagai cara supaya masyarakat di lingkungannya peduli dengan sampah agar tidak membuang sampah lagi di sembarangan tempat.
"Di sana saya mulai tersadar, masa milenial kalah sama orang tua yang begitu peduli dengan lingkungannya," ujar dia.
Menurut Risky, sebagai generasi milenial seharusnya turut berperan aktif membantu pemerintah dalam mengurangi sampah, bukan malah menjadi penyumbang sampah terbesar.
"Untuk itu saya mulai menanamkan dalam hati, sudah saatnya milenial peduli dengan lingkungan," kata dia.
Alasan lain yang membuat Risky termotivasi bergabung sebagai penggiat bank sampah ialah karena ia juga merupakan salah satu penyumbang sampah plastik terbesar di Kota Padang.
"Karena saya sendiri memiliki usaha yang bergerak di bidang minuman sejak 2019 lalu dengan pengemasannya dari bahan plastik dan Standing pouchnya pun dari plastik," kata dia.
Kemudian ia mencoba menyimpan sampah plastik hasil penjualan minumannya itu. Setelah itu ditabungkan ke Bank Sampah Pancadaya yang bisa ditukarkan dalam bentuk emas.
Tabungan sampah yang baru saja dimulai sejak awal 2020 tersebut sudah terkumpul menjadi 1 gram emas.
Sampah yang dikumpulkannya berupa, botol kaca, sampah karung es, plastik, botol, dan kotak susu. Bahkan sampah tersebut mencapai ratusan botol per pekan.
"Dari sini saya mulai sadar bahwa sesuatu yang dianggap sepele, malah itulah yang akan membantu ataupun menjatuhkan kita. Maka perlu adanya kepedulian," kata dia.
Motivasi milenial
Ke depannya Risky ingin mengadakan kegiatan berupa pelatihan yang khusus mengajak milenial lainnya di Kota Padang agar lebih banyak lagi yang peduli dengan sampah.
Kemudian ia juga akan mengedukasi setiap pelanggannya untuk menabungkan sampah-sampah bekas minuman mereka ke bank sampah.
"Saya berencana pada setiap pelanggan yang berhasil mengumpulkan 25 botol minuman bekas mereka akan dikasih satu tumbler dan diberikan potongan harga lima persen. Botol tersebut nantinya akan ditabungkan dan diganti dalam bentuk emas," kata dia. ***
Pewarta : Laila Syafarud
Editor:
Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2024