Pakar nilai BP2BT berbasis komunitas kurangi beban negara
Sabtu, 30 Januari 2021 22:07 WIB
"Jumlahnya akan lebih banyak karena mereka berpenghasilan di bawah Rp6 juta per bulan, sedangkan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) bagi masyarakat berpenghasilan di bawah Rp8 juta," kata Dr.-Ing. Asnawi Manaf di Semarang, Sabtu malam.
Asnawi mengemukakan hal itu terkait dengan laporan Bank Dunia berjudul Indonesia Public Expenditure Review 2020: Spending for Better Results mengenai evaluasi program pembiayaan perumahan di Indonesia.
Baca juga: Keberlanjutan perumahan berbasis komunitas di tengah pandemi
Kendati demikian, Asnawi memandang perlu mempertahankan skema FLPP meski Bank Dunia menilai program pembiayaan perumahan untuk memenuhi target kepemilikan rumah dan hunian tidak efisien. Masalahnya, subsidi yang digunakan relatif mahal dalam hal biaya fiskal di muka dan utang pada masa depan.
Selain itu, kata Asnawi, Bank Dunia juga menilai skema FLPP maupun subsidi selisih bunga (SSB), hanya menguntungkan bank dan pengembang daripada konsumen MBR sehingga membuat larinya sektor swasta.
Pernyataan Asnawi ini juga merespons upaya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memperbaiki program Penyediaan Fasilitas Papan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang dibiayai oleh Bank Dunia.
"Upaya itu menyusul rendahnya angka serapan program BP2BT setelah 2 tahun bergulir hanya 8,8
," kata Asnawi yang juga Kepala Pusat Riset Teknologi Inclusive Housing and Urban Development Research Center (IHUDRC) Undip Semarang.
Menanggapi pernyataan Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR Eko Djoeli Heripoerwanto yang menganggap penting mengubah pola strategi untuk percepatan pelaksanaan program BP2BT, Asnawi mengatakan bahwa strategi yang ditempuh cuma memperbanyak kerja sama dengan bank pelaksana penyaluran BP2BT.
Usulan Pusat Riset Teknologi IHUDRC Undip Semarang agar program BP2BT berjalan maksimal, menurut Asnawi, perlu adanya mindset (pola pikir) baru yang disebut mindset perumahan berbasis komunitas dengan dukungan kolaborasi academic, business, community, dan government (ABCG).
"Itu mindset-nya bukan masuk ke dalam mindset developer," kata Asnawi yang pernah sebagai Wakil Dekan Fakultas Teknik Undip Semarang.
Menurut dia, upaya PUPR yang menjalin kerja sama dengan perbankan itu bagus, asalkan tidak boleh lupa bahwa BP2BT harus berubah dari delevery system (sistem penyediaan) berbasis pada developer ke pola pikir yang diusulkan IHUDRC berbasis komunitas kolaborasi ABCG.
Baca juga: Pakar: Tagline Kementerian PUPR dukung perumahan berbasis komunitas
Baca juga: Pakar perumahan: Negara harus hadir agar MBR jangkau rumah murah
Pewarta : D.Dj. Kliwantoro
Editor:
Mahmudah
COPYRIGHT © ANTARA 2024