Logo Header Antaranews Jateng

Kolaborasi masyarakat dan pemerintah harus diwujudkan dalam hadapi bencana

Rabu, 10 Februari 2021 21:55 WIB
Image Print
Warga melintas di dekat papan titik kumpul yang dipasang di Lapangan Vatulemo Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (8/1/2020). Pemasangan rambu dan papan informasi tersebut sebagai salah satu langkah meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana alam yang datang secara tiba-tiba. ANTARA/Mohamad Hamzah/foc.
Semarang (ANTARA) - Kolaborasi masyarakat dan pemerintah diperlukan dalam mengaplikasikan strategi untuk mencegah dan menghadapi bencana.

Penerapan manajemen bencana (disaster management) dan risk assesment yang baik merupakan bagian strategi tersebut, kata Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Rabu malam.

"Kita tidak kekurangan pakar untuk melakukan mitigasi bencana, sekarang bagaimana kita membuat cetak biru dalam menghadapi bencana agar masyarakat luas memiliki pemahaman yang baik dalam upaya mencegah dan menyikapi ketika bencana terjadi," katanya saat membuka diskusi daring bertema Mitigasi Bencana di Tengah Pandemi yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (10/2).

Pada diskusi yang dimoderatori Drs. Luthfy A. Mutty, M.Si (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah) itu menghadirkan Abdul Muhari PhD (Plt Direktur Pemetaan dan Evaluasi Bancana Badan Nasional Penanganan Bencana/BNPB), Prof. Dwikorita Karnawati, M.Sc, PhD (Kepala Pusat BMKG), Prof. Dr. Eng. Ir. Adi Maulana, ST, M.Phil (Ketua Pusat Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin/Unhas) dan Dr. Ichsan, M.Sc (Tsunami & Disaster Mitigation Research Center Universitas Syah Kuala) sebagai narasumber.

Selain itu menghadirkan juga H. Rudi Hartono Bangun, S.E., Map. (Komisi VIII DPR RI Periode 2019 - 2024), dan Ika Ningtyas (Jurnalis Bidang Bencana).

Menurut Lestari, amanat alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu tujuan bernegara kita adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Tentunya, tegas Rerie, sapaan akrab Lestari, amanat konstitusi itu juga harus diwujudkan saat bencana melanda di berbagai wilayah di Indonesia.

Karena itu, anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap, terjadinya kolaborasi yang baik antara para pemangku kepentingan dan masyarakat untuk membangun kesadaran bersama bahwa letak geografis Indonesia berada di jalur gempa teraktif di dunia karena dikelilingi oleh cincin api atau ring of fire Pasifik.

Dengan memiliki pemahaman yang sama soal bencana antara masyarakat dan pemerintah, menurut Rerie, berbagai upaya pencegahan dan strategi dalam menghadapi bencana di tanah air dapat diterapkan dengan baik sehingga bisa menekan potensi timbulnya korban saat bencana.

Menurut Plt. Direktur Pemetaan dan Evaluasi Bancana BNPB Abdul Muhari saat ini pihaknya membagi kondisi kebencanaan menjadi empat klaster yaitu bencana geologi dan vulkanologi, banjir dan longsor, gagal teknologi seperti pencemaran lingkungan dan pandemi.

Diakui Abdul, BNPB  sudah memiliki kajian risiko dan risk assesment terhadap potensi bencana sampai tingkat kabupaten.

Sehingga, jelas dia, kita sebenarnya sudah memiliki acuan data yang bisa dipakai dalam menghadapi ancaman bencana.

Kenyataannya, ujar dia, tingkat kerusakan bangunan akibat bencana pada Januari 2021 (47.000 bangunan), tegas Muhari, jumlahnya sudah melampaui angka kerusakan bangunan akibat bencana sepanjang 2020 (42.758).

Muhari berharap para pemangku kepentingan dapat benar-benar memanfaatkan data potensi kebencanaan yang ada untuk direalisasikan agar bisa meminimalkan potensi kerugian akibat bencana.

Kepala Pusat BMKG, Dwikorita Karnawati mengungkapkan bahwa wilayah Indonesia memang rawan menghadapi fenomena alam yang kompleks karena dipengaruhi kondisi iklim dari dua benua dan dua samudra.

Akibatnya pada Januari-Februari 2021 curah hujannya akan 40-80 persen lebih tinggi dari normal atau 200 mm-500 mm per bulan.

Menurut Dwikorita, dengan perkiraan akan terjadinya cuaca yang ekstrim diharapkan para pemangku kepentingan juga melakukan persiapan yang ekstrim juga. "Kita harus bisa beradaptasi dengan perubahan iklim yang terjadi," ujar Dwikorita.

Ketua Pusat Studi Kebencanaan Unhas
Adi Maulana menilai Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana yang tinggi, sehingga sangat diperlukan kepatuhan para pemangku kepentingan dalam menjalani ketentuan yang ada dalam hal penerapan tata ruang, konsistensi edukasi untuk meningkatkan literasi kebencanaan.

Menurut Ichsan dari Tsunami & Disaster Mitigation Research Center Universitas Syah Kuala, bencana alam yang datang bersamaan dengan pandemi di Indonesia menuntut sejumlah perbaikan.

Perbaikan itu, antara lain dalam bentuk perbaikan kebijakan disaster management, review analisis risiko bencana-bencana yang terjadi, integrasi sistem peringatan dini dengan sistem emergency bidang kesehatan, kesiapan sistem logistik, dan pengembangan relawan berbasis komunitas.***

Pewarta :
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2024