Komnas HAM ungkap praktik kerja paksa dan perbudakan di kerangkeng Terbit
Sabtu, 5 Maret 2022 13:35 WIB
Dalam keterangannya melalui kanal Youtube Komnas HAM RI, Sabtu, dia mengatakan identifikasi temuan praktik kerja paksa itu didasarkan pada indikasi ketiadaan upah bagi para penghuni kerangkeng yang merupakan pekerja di perusahaan sawit milik Terbit.
"Lalu berkenaan dengan praktik serupa perbudakan, kami menemukan dua indikator penting. Pertama, orang-orang (penghuni kerangkeng) tersebut tidak memiliki kemerdekaan untuk menentukan (nasib) dirinya sendiri. Mereka tidak punya ownership atau kepemilikan terhadap dirinya sendiri. Kedua, kontrol dari luar dirinya sangat kuat," katanya seperti dipantau dari Jakarta, Sabtu.
Selain tu, dia mengungkapkan temuan bahwa para pekerja penghuni kerangkeng tersebut juga terancam sanksi apabila diketahui malas atau tidak bekerja di perusahaan sawit tersebut.
Secara umum, tambahnya, para penghuni kerangkeng mendapat perlakuan kejam dengan direndahkan martabatnya, bahkan kehilangan hak mereka untuk menentukan nasib mereka sendiri.
Praktik kerja paksa tersebut bertentangan dengan posisi Indonesia sebagai negara hukum, yang telah meratifikasi Konvensi International Labour Organisation (ILO), dimana salah satunya mengatur tentang penghapusan kerja paksa, jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Anam mengimbau seluruh korporasi atau perusahaan di Indonesia, khususnya di industri sawit, untuk tidak melakukan hal serupa kerja paksa dan praktik perbudakan seperti Bupati nonaktif Langkat tersebut.
"Relasi-relasi yang memiliki nuansa praktik serupa perbudakan dan kerja paksa ini merupakan masalah serius bagi korporasi, apalagi korporasi yang memang mau mendunia dengan produknya yang dibutuhkan dunia. Perusahaan itu harus mengikuti seluruh instrumen yang diatur dunia. Jika diketahui ada praktik kerja paksa, praktik serupa perbudakan, dan penyiksaan yang berhubungan dengan sebuah perusahaan sawit, maka masalah ini akan sangat serius terhadap produk sawit kita," katanya.
Komnas HAM juga mendorong pemberlakuan sistem pemantauan, evaluasi, dan pelaporan secara berkala dari pihak korporasi, terkait potensi praktik kerja paksa atau perbudakan, sehingga kondisi industri dan perusahaan di Indonesia menjadi semakin baik serta semakin menghargai nilai-nilai HAM.
Praktik bisnis yang sesuai koridor HAM tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi juga harus menghormati HAM. Dengan demikian, segenap pihak terkait akan menikmati kesejahteraan secara bersama-sama dan sehormat-hormatnya, ujarnya.
Pewarta : Tri Meilani Ameliya
Editor:
Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2024